[34] Bumi Mimpi

11.1K 1.1K 29
                                    

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

"Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya."
[HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah At Tirmidzi berkata bahwa hadits ini Hasan Ghorib]

🌷🌷🌷


LAMA mata Sarah memandang dedaunan yang bergoyang di luar jendela. Angin dingin sore hari menerpa wajahnya yang sendu. Ada rona kesedihan tiap kali ia memerhatikan kehidupan di luar singgasananya. Burung-burung berkicau seolah mengabarkan bahwa bahagia begitu sederhana. Berkumpul bersama pasangan, keluarga, dan teman. Lalu terbang dan hinggap ke manapun sesukanya.

Dulu, ia pernah memimpikan banyak hal. Masa SMA yang begitu indah ia lalui dengan teman-temannya yang menyayanginya. Canda tawa mewarnai hampir setiap harinya. Ia hampir punya kehidupan yang sempurna. Keluarga lengkap yang tidak ada masalah dan sangat menyayanginya, teman-teman yang baik dan selalu membuatnya bahagia, dan mimpi-mimpi untuk masa depan yang ia rangkai dalam buku diarinya.

Di SMA, untuk kali pertama ia juga merasakan namanya jatuh cinta. Baginya, itulah saat-saat yang paling mendebarkan dalam hidupnya.

Setelah melakukan pendekatan yang cukup lama, Bima--begitu Sarah memanggilnya, resmi menjadikan Sarah sebagai pacarnya. Bagi Sarah, Bima adalah laki-laki sempurna. Sopan, pintar, dan selalu memperlakukan Sarah dengan baik. Meski memang dia sedikit nakal. Pergaulannya cukup bebas. Namun menurut Sarah, Bima orang yang sanggup berperilaku berbeda dengannya. Ia memperlakukan Sarah dengan baik. Tidak seperti teman-temannya.

Dua bulan menjalin hubungan, Bima mengajaknya agar mau bertemu dengan kedua orangtuanya. Bagi Sarah, itu adalah hal luar biasa yang pernah ia lalui. Bertemu dengan orang yang membesarkan Bima membuat ia merasa sangat dihargai. Itu artinya, Bima benar-benar serius.

"Memangnya kamu serius sama aku?" tanya Sarah begitu tangan Bima menggandengnya. Waktu itu Sarah begitu grogi. Berdiri di depan rumah Bima yang cukup besar membuat nyalinya menciut. Ada ketakutan-ketakutan besar yang tergambar di wajahnya.

"Serius dong. Masa nggak serius sih," kata Bima sembari tersenyum lebar. "Udah jangan panik. Mama dan Papa pasti bakal suka sama kamu."

🌷🌷🌷

Angin kembali berembus. Membuat Sarah menggigil. Langit kota Bogor hari ini sedikit mendung. Ia mengeratkan jaketnya. Memandang ke diding kamarnya; letak di mana jam dinding bertengger manis. Sudah jam setengah lima. Sebentar lagi Gio akan pulang.

Tetapi, ia masih ingin di sini. Duduk di tepi jendela dan merasakan angin sore menerpa wajahnya. Terkadang, hal tak masuk akal ini justru menghibur dirinya yang sedang patah arang. Ia memikirkan nasibnya, memikirkan masa depannya. Ada ketakutan-ketakutan yang menggelayut di dadanya. Seandainya ia tak bertemu Bima, kehidupannya pasti baik-baik saja. Namun di sisi lain hatinya senang, jika tidak melalui hal-hal menyakitkan seperti ini, barangkali ia tak pernah akan bertemu Gio; malaikat penolongnya.

Terdengar suara ketukan pintu yang cukup keras. Suara seseorang menggema. Ia memanggil Sarah dengan ucapan salam yang lembut.

"Kakak masuk, ya, Sarah?" tukasnya sedikit berteriak. Saat pintu terbuka, seorang laki-laki yang kantung matanya tebal menyembulkan kepalanya. Ia menutup pintu begitu mendapati seorang perempuan duduk di jendela sembari memandangnya.

Teman ke SurgaWhere stories live. Discover now