LIMA

38.5K 1.8K 13
                                    

25 April 2018

“Dan, gimana? Udah dapet cewek belum? Pokoknya perjanjiannya sampai nanti sore lho.” Ingat mamanya. Mama mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk Ardan, nasi goreng dengan dua telur mata sapi setengah matang.

“Hmm.” Jawab Ardan malas.

“Jangan cuma hmm aja. Buktiin ke mama mu kalau kamu bisa cari jodoh sendiri.” Ucap Papa Ardan memberi semangat. Alih - alih Papa memberi semangat, namun Ardan justru semakin malas mencari jodoh. Mungkin nasib baiknya kali ini sedang tersesat atau mager jalan hingga membuat Ardan terjebak pada lingkaran permasalahan.

“Iya.” Ardan menyendokkan nasi goreng ke mulutnya.

“Pokoknya nanti kalau kamu belum dapet jodoh juga, entar sore kita lamar anak temen mama.” Ucap mamanya sadis.

‘Uhuk!’ Ardan tersedak nasi goreng yang ia makan. Mama segera mengambilkan minum untuk Ardan.

“Secepat itu?” Ardan mengerjap-ngerjapkan matanya yang berair karena tersedak tadi. Ardan menenggak airnya hingga tandas. Sejurus kemudian, ia menatap mamanya tak percaya. Apakah mamanya sudah gila? Hei! Ini masalah jodoh loh.

“Iya. Mama udah gemes liat kejombloan kamu.” Ucap mamanya gigih. Lelaki itu menghembuskan nafas pasrah.

“Terserah mama deh.” Balasnya. ‘Toh nanti aku juga punya cara sendiri buat ngebatalin. Santai aja.  Katanya dalam hati. Lelaki itu mencoba menenangkan diri sebelum kepalanya benar-benar meledak karena kegilaan mamanya. Ia tak pernah mengira bahwa mamanya akan segigih itu dalam mencarikannya jodoh. Memangnya aku setua itu sampai-sampai harus di carikan jodoh? Pikirnya.

“Ardan berangkat kerja dulu, Ma, Pa.” Ardan menyalami kedua orang tuanya. Ia mengambil jas yang ia sampirkan di kursi meja makan lalu beranjak pergi. Pikirannya kalut. Mamanya aneh - aneh saja. Ia harus mencari jodoh sebelum jam 4. Dan sekarang sudah jam 9, berarti tinggal 7 jam lagi. Arghh! Mamanya memang terlalu jenius.

***

“Pagi, Pak!” Sapa karyawan kantor saat Ardan memasuki lobi kantor. Lelaki itu hanya melirik malas sambil berlalu. Banyak sekali sapaan yang menghampiri Ardan namun tak satupun  di gubrisnya. Bukannya ia sombong dan cuek, namun ia ingin terlihat mengintimidasi agar semua karyawan patuh kepada perintahnya. Terdengar jahat memang, namun semua apa yang ia lakukan berhasil. Tak satupun karyawan berani menentangnya, bahkan untuk sekedar menatap wajahnya mereka tak berani.

“Pagi pak!” Sapa Fikri, sekretarisnya, saat Ardan memasuki ruangan pribadinya, ruangan khusus untuk direktur utama Rama Group.

“Hari ini ada tamu untuk bapak.” Seru Fikri. Ia menggeser-geser tab yang ia bawa sembari memeriksa jadwal untuk atasannya itu.

“Siapa?” Tanya Ardan dingin. Lelaki itu merebut tab yang Fikri genggam, menggeser-geser layarnya hingga ia menemukan jadwal untuknya hari ini.

“Pak Reza.” Jawab Fikri.

Dahi Ardan berkerut, “Reza?” Tanyanya.

“Iya, pak. Pak Reza sudah menunggu sejak setengah jam yang lalu.”
Ardan mengangguk paham. Ia mengembalikan tab yang ia genggam pada pemiliknya. “Batalkan semua schedule saya setelah jam 3 sore. Saya ada kepentingan.”

Ardan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang