Aisyah r.a : Romantisme pernikahan

1.7K 130 0
                                    

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok manusia yang sempurna. Di medan perang beliau adalah seorang jenderal profesional yang menguasai taktik dan strategi bertempur. Di tengah masyarakat, beliau adalah teman, sahabat, guru, dan sosok pemimpin yang menyenangkan. Di rumah, beliau adalah seorang kepala rumah tangga yang bisa mendatangkan rasa aman, kasih sayang, sekaligus kebahagiaan.

Rasulullah Sahallahu ‘Alaihi Wassallam dinobatkan oleh Allah sebagai suri tauladan.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”. (QS: Al Ahzab [33] : 21).

Tidak salah jika seluruh kehidupan Rasullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjadi contoh baik bagi kita. Termasuk urusan dalam kamar sekalipun.

Di antara sisi romantis Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mencium istrinya sebelum keluar untuk shalat. Dari ‘Aisyah Radhiallaahu ‘anha, “Bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam mencium sebagian istrinya kemudian keluar menunaikan shalat tanpa berwudhu dahulu.” (HR Ahmad).

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang pria yang sangat lembut. Beliau mengekspresikan cinta kepada istrinya dengan sederhana dan bersahaja. Beliau juga sosok yang dikenal sangat romantis.

Misalnya, beliau biasa memanggil istri-istrinya, dengan panggilan kesukaan dan panggilan yang indah.

Siti ‘Aisyah, dipanggil dengan panggilan “Ya Humaira” (wahai si merah jambu).

Coba bayangkan, istri mana yang tidak tersanjung saat dipanggil suaminya dengan panggilan ini? Telinga siapa yang tidak ingin mendengar sapaan seperti ini?

Tapi keindahan itu tercipta bukan karena beliau ahli merayu, melainkan karena hati beliau memang bersih, bening, indah dan keluar dari lubuk hati paling dalam.

Dari hati yang indah itulah keluar kata-kata, perilaku, dan sikap yang indah. Dari keindahan hati itulah terpancar segala keindahan dari setiap yang dipandang dan ditemuinya.

Memang, betapa indah hari-hari kehidupan di mata Rasulullah. Romantisme tidak hanya berlaku bagi istri-istrinya, juga anak-anak, bahkan nenek-nenek dan semua makhluk Allah Subhanahu wa Ta'ala lainnya pun merasakannya.

Sikap Rasulullah ini juga ditunjukkan ketika melihat alam dan unsur-unsur di sekitar. Ketika melihat sekuntum bunga yang mulai terbuka kelopaknya, kalbunya bergetar, hatinya bersuka cita, dan segera beliau mendatanginya, mencium dengan bibirnya, dan mengusapnya dengan penuh kasih sayang. Tak lupa beliau mengucapkan: “Aaamu khairin wa barakatin insya Allah.” (tahun baik dan penuh berkah, insya Allah).

Demikian pula ketika beliau mendapati bulan sabit di awal-awal malam kemunculannya, tak lupa menyambutnya dengan sukacita. Dengan penuh optimis beliau bercakap tentangnya: “Hilaalu khairin wa baarakatin insya Allah.” (awal bulan yang baik dan penuh berkah, insya Allah).

Bagitulah Rasulullah, junjungan kita.

Meskipun beliau sebagai seorang pemimpin yang super sibuk mengurus ummat, namun beliau tidak lupa untuk menjalin kemesraan dengan istri-istrinya. Beliau tak segan-segan untuk mandi bersama dengan istri beliau.

Taman Surga RasulullahWhere stories live. Discover now