DEAL (?) [17]

4.8K 359 38
                                    

Lo dengan matematika itu sama, sama-sama susah gue pahamin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lo dengan matematika itu sama, sama-sama susah gue pahamin. ~ Alexandra Colins.

Perpustakaan yang biasanya menjadi tempat yang nyaman, kali ini berubah menjadi tempat yang berisik dan sangat mengganggu. Akibat cewek yang kini duduk di pojok rak, sambil sesekali mengomel pada kertas berisi soal remidialnya.

Beberapa orang memilih pergi, karena merasa sudah sangat terganggu. Tetapi, masih ada beberapa yang bertahan. Namun, pada akhirnya semuanya pergi. Cewek di pojok rak itu bahkan tak sadar bahwa suaranya terlalu menggelegar, hingga semua penghuni perpustakaan sudah menyumpah serapahi dirinya.

"Adoh, ini soal nanyain x, y mulu. Gue mana tau peginya x, sama y ... cari sendiri sono."

ini sudah ke-lima kalinya Alexa berbicara lantang, tanpa menghiraukan beberapa orang yang melayangkan tatapan membunuh padanya.

"Makanya, lain kali si x kalo mau pergi suruh pamit dulu. Biar gak ilang-ilangan." Rasanya Alexa sudah frustasi detik ini juga. Tak ada satu soalpun yang ia mengerti.

Sedari tadi, ia hanya mengomel. Menatap soal remidial itu dengan tatapan tak besahabat. Ini akibatnya, jika ia sering tertidur pada jam pelajaran matematika. Tak ada satu materipun yang ia mengerti.

"Bisa mati muda, kalo gue mikirin nih soal," gumam Alexa pelan.

                             ***

Alexa berjalan dengan dagu terangkat, merasa bangga akan dirinya yang selesai mengerjakan soal remidial tanpa bantuan siapapun.

Ia baru saja meletakkan kertas sialan tadi di meja Bu Cici, kebetulan juga Bu Cici tak ada di mejanya. Sehingga Alexa tak perlu meladeni wanita paruh baya dengan tatapan garang itu.

"Lex, kita harus bicara." Gama menarik Alexa begitu saja, hingga gadis dengan rambut curly itu mau tak mau mengikuti langkah lebarnya.

"Lu mau bawa gue ke mana?" tanya Alexa sembari mencoba melepas cekalan Gama pada pergelangan tangannya.

Cowok dengan seragam yang sedikit berantakan itu tak menjawab. Mata tajamnya menatap ke depan, sembari melangkahkan kakinya dengan mantap.

"Kita ngapain ke sini?" tanya Alexa kebingungan saat Gama telah menghentikan langkahnya di gudang sekolah—tempat yang cukup sepi.

"Vidio tadi-"

"Gue bilang, gak usah bahas itu lagi."

"Lu milih bungkam, sedangkan semua orang udah nuduh lu dengan sebutan menjijikkan itu?" suara Gama mulai meninggi.

"Mereka gak tau apapun," ucap Alexa juga mulai muak.

"Mereka emang bego, gak tau apapun. Makanya lu harus jelasin semuanya." Gama menatap Alexa dengan tatapan sendu.

Ia tak bisa melihat cewek yang disukainya dituduh menjadi seorang pelakor. Ia tahu Alexa, ia tahu bagaimana cewek itu. Seorang badgirl, yang selalu membuat onar. Namun, ia juga memiliki sisi baik yang orang lain tidak ketahui.

"Jelasin semuanya, sama aja gue ngebongkar semua yang selama ini udah gue jaga," ucap Alexa pelan, kepalanya tertunduk, tangannya mengepal kuat. Mengingat semua di masa lalunya adalah sebuah rasa sakit hati.

"Gak usah campurin masalah gue. Gue tau, lu udah banyak ngebantu gue. But, masalah ini ... biar gue yang urus," ucap Alexa sembari menepuk bahu Gama. Cewek itu berlalu begitu saja.

Gama menatap kepergian cewek itu, sudah terlalu banyak masalah yang ditanggung cewek dengan senyum manis itu. "Karena gue sayang sama lo, Lex ...," gumamnya pelan.

                           ***

"Jadi, nilai tertinggi pada ulangan mata pelajaran matematika minggu kemarin dicapai oleh ... Deofan Yudistira."

Suara tepuk tangan mendominasi ruang kelas, beberapa siswa juga bersuil seolah turut bahagia dengan pencapaian Deofan.

Sedangkan cowok pemilik nama Deofan itu sendiri, tak menampakkan ekspresi bahagianya. Wajahnya tetap datar, tak ada seukir senyum yang tergambar pada bibirnya.

Sudah bukan suatu kejutan lagi, siapa lagi yang mampu meraih nilai tertinggi selain Deofan? Cowok dengan tatapan tajam itu selalu menjadi kesayangan para guru. Selain pintar, Deofan juga merupakan sosok yang bertanggung jawab. Maka, Bu Dona—sang wali kelas— tak merasa ragu memberikan jabatan ketua kelas pada Deofan.

"Dan, Alexa!! Maju, ke depan!!" Bu Cici menatap tajam pada Alexa.

Alexa memutar bola matanya malas, lalu menghembuskan nafasnya kasar. Ia melangkah ke depan kelas, tanpa takut dengan raut wajah Bu Cici yang tampak kesal terhadapnya.

"Saya sudah melihat tulisan kamu dari soal yang sudah saya berikan," ucap Bu Cici saat Alexa sudah berdiri di samping meja guru.

"Saya dapet nilai seratus ya, Bu?" tanya Alexa dengan nada girang.

"Saya ingin, kamu membacakan tulisan kamu di depan kelas!!" titah Bu Cici pada murid bandelnya itu.

Alexa meraih kertas itu, lalu mulai membacakan goresan tinta itu di depan kelas. "Dear matematika, gak usah tanya permasalahan lu sama gue. Gue bukan Deo yang punya otak encer, gue juga punya masalah sendiri.

"Gak usah nyari x atau y lagi, mungkin mereka udah bosen sama lu. Apalagi dengan pertanyaan sejuta rumus yang gak pernah gue ngerti. Gue harap, lu bakal cepet dewasa hingga gak perlu ngrepotin orang lain lagi."

Alexa membacakannya dengan lantang, mengundang gelak tawa teman sekelasnya. Sedangkan Bu Cici, tampak menatap tajam kepada Alexa, sembari menggelengkan kepalanya heran. Mengapa ia memiliki siswi seperti Alexa yang sangat menguras kesabaran?

DEAL (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang