4

725 58 3
                                    

 Orang itu datang bersama temannya yang berperawakan tinggi dengan wajah non asia beriris mata biru, tingginya kira kira sekitar 190 cm. Terlihat agak timpang memang jika orang itu berjalan dengan teman bulenya.

   Tapi, bukan si bule ini yang membuat Desyca kaget melainkan sosok di sebelahnya.

 Cowok dengan wajah datar yang pandangannya terpaku pada handphonenya. Cowok itu berparas asia dengan tinggi sekitar 175 cm, beralis tebal dengan mata belo yang tajam serta sedikit lingkaran hitam di bawahnya seperti orang kurang tidur.

       Secara tak sadar Desyca terus menatap ke arah orang itu. Ya, orang yang membuat Desyca kaget saat pertama kali melihat kedatangannya di kelas. Ia ingat betul orang itu, orang yang tempo hari tak sengaja menabraknya dan mengambil tempat parkirnya. Ya, dia si cowok dengan mobil jazz putih itu.

“Juna, Bejo, duduk sini aja”. Beberapa perempuan memanggil dua orang itu dengan nada genit.

    Desyca memandang jengah ke arah cewek cewek itu, kemudian ia mengarahkan pandangannya kembali ke cowok itu. Cowok itu tetap tidak bergeming, pandangan matanya masih tetap saja terfokus pada handphonenya. Sedangkan teman bulenya terlihat lebih ramah bisa dilihat dari caranya menjawab cewek cewek itu dengan tersenyum, ya biarpun senyumnya terlihat agak dipaksakan.

 Bule itu mengedarkan pandangannya mencari kursi kosong yang bisa ia tempati dengan temannya seakan enggan untuk memenuhi ajakan cewek cewek tadi untuk duduk di samping mereka.

“Mas jun, kita duduk disana aja”. Bule itu menunjuk ke arah bangku kosong di sebelah Desyca.

“Mana jo?” Orang itu mulai melepas pandangan dari handphonenya dan mengikuti arah jari temannya.

 Mereka mulai melangkahkan kakinya menuju kursi kosong yang ada di sampingku, tapi suara centil cewek cewek itu mulai menggoda mereka lagi saat mereka melewati tempatnya.

“Ih Juna, Bejo, duduk disini aja si” sapa salah satu cewek itu menggodanya. Desyca makin risih melihat keadaan kelas yg seperti ini.

   Orang itu dan teman bulenya tetap tidak bergeming dan berjalan ke arahku hingga salah satu tangan tangan dari gerombolan cewek itu berhasil memegang tangan cowok bermobil jazz putih.

      Cowok itupun menghentikan langkahnya dan menatap cewek tadi dengan sinis.

“Lepasin gak, apa apaan si lu pake megang megang segala” bentak cowok itu.

“Ih Juna jangan galak galak dong”. Cewek itu masih memegang tangan cowok itu manja.

Cowok itu menatapnya tajam dan melepaskan paksa tangannya kemudian berjalan bersama teman bulenya untuk duduk di samping Desyca.

“Gila, serem banget tu cowok, mana duduknya di samping gue lagi”, batin Desyca.

    Cowok itu dan teman bulenya duduk tepat di samping Desyca, mereka menatap heran ke arah Desyca karena belum pernah melihat Desyca sebelumnya.

“Halo, sepertinya saya belum pernah lihat kamu, mahasiswa pindahan ya atau angkatan lain yang ambil mata kuliah ini juga?” sapa cowok bule itu ke Desyca.

“Iya kak, aku adik tingkat, angkatan tahun 2012, lagi ambil sks lebih”. Desyca menjawabnya halus.

“Hm, sok kenal”, batin Desyca.

“Oiya, kenalin nama saya bejo dan ini temen saya juna”. Sapa Bejo sambil menunjuk Juna yang sudah sibuk kembali dengan handphonenya.

“Gila, tampang bule gini namanya bejo”. Desyca berujar dalam hati sambil memandang bejo dengan wajah heran.

“Namaku Desyca kak, salam kenal”. Jawab Desyca.

“Dek Desyca kalo ada perlu apa apa bisa hubungi saya ya, kebetulan saya penanggung jawab mata kuliah ini”, ucap Bejo ramah.      

     Desyca menjawab dengan menganggukan kepalanya tanda mengiyakan ucapan Bejo dengan wajah yang masih keheranan.

“Namanya Benedict Eliot Johanson, tapi karena banyak yang susah nyebut nama dia akhirnya kita singkat jadi bejo”, ucap Juna yang tiba tiba bersuara.

   Desyca kaget mendengarnya. “Nah loh, kok dia bisa tau ya apa yang gue pikirin udah kaya cenayang, padahal matanya terpaku ke handphone”. Batin Desyca.

“Kenapa? Lu bingung kenapa gue bisa tau apa yang lu pikirin?” Juna berkata dengan wajah yang masih terpaku pada handphonenya.

   Desyca mengangguk dengan wajah yang kebingungan. Bejo tertawa melihat ekspresi wajah Desyca.

“Dek Desyca, mas Juna tu emang cenayang makannya bisa baca pikiran orang”, Bejo menggoda Desyca.

“Hah”, Desyca makin kaget mendengarnya sedangkan Bejo semakin terkekeh melihat ekspresi Desyca.

     Tak lama kemudian dosen masuk ke kelas,Juna segera memasukkan handphone nya ke dalam tas.

  Dosen itu mengeluarkan laptopnya dan menjelaskan materi melalui slide ppt yang sudah ia buat. Materi materi tersebut berisi berbagai perhitungan dengan rumus rumus sebagai penyelesaiannya.

   Juna fokus mendengarkan penjelasan materi dari dosen, tangannya mencatat materi yang dijabarkan sehingga memenuhi isi bindernya. Desyca tertegun melihat Juna, orang yang sedari tadi asyik dengan handphone nya bisa sefokus ini dalam mendengarkan materi.

       Sesekali Bejo bertanya pada Juna tentang perhitungan yang belum ia mengerti, Juna menjelaskannya dengan detail sampai ia mengerti.

       Desyca yang sudah pusing dengan materi ini menjadi sedikit acuh saat dosen menjelaskan beberapa perhitungan lanjutan.

“Ok, cukup sampai sini materi hari ini, tugas untuk kalian sudah saya email ke penanggung jawab mata kuliah dikumpulkan pekan depan. Terima kasih atas perhatiannya, saya izin pamit”. Ucap dosen itu sambil melenggang pergi.

“Baik pak, terima kasih”. Jawab mahasiswa serempak.

“Jo, forward ke email gue”, salah satu mahasiswa berteriak. “Gue juga jo”, mahasiswa yang lain mengikuti. “Gue juga, gue juga”. Teriakan teriakan mahasiswa itu membuat suasana menjadi semakin gaduh. “Iya, tenang aja gue kirimin ke semuanya”. Bejo menjawabnya dengan setengah berteriak.

“Sabar jo”, Juna menenangkan Bejo.

“Iya mas jun”, Bejo meringis.

“Eh ade tingkat, email lu apaan? Kalo gak ngerjain tugas bisa ngulang lu”, Juna berkata ketus ke Desyca.

“Ih, ngomongnya gak usah kasar bisa gak si kak?” Desyca kesal.

“Enggak”. Juna datar.

“Arrrgggghhh, tadi aja ngingetin kak Bejo supaya sabar tapi kelakuannya malah gitu ke cewek”. Desyca kesal sambil mengepalkan kedua tangannya.

“Apa? Lu mau mukul gue?”, Juna melirik Desyca yang kesal.

“Oalah, wes tho mas, jangan galak galak sama cewek”, Bejo berusaha menengahi mereka.

“Emang dia cewek jo? Liat aja muka kusut dandan seadanya gitu”, Juna memperhatikan Desyca dari atas sampai bawah.

“Kak Juna”, Desyca memasang wajah marah, sedangkan Juna masih santai dengan muka datarnya.

 Ting, hp Desyca berbunyi. Ia melihat notifikasi yang tertera di handphone nya terdapat chat dari Irene. “Des, kita udah di depan kampus ya, buruan lu kesini”. Desyca membacanya dan langsung membalas “oke”.

“Kak Bejo, aku udah di jemput ni, aku boleh minta no kakak supaya lebih gampang hubunginnya?”. Desyca menyerahkan handphone nya ke Bejo. Bejo dengan senang hati mengetikan nomor nya.

“Jangan lupa kirim email mu ya dek”, Bejo tersenyum ramah.

“Siap kak”, Desyca balas tersenyum.

“Dah kak Bejo”, Desyca berkata ramah. “Dah juga k Juna”, suara Desyca berubah terpaksa.

“Yo, hati hati ya dek”, Bejo melambaikan tangannya sedangkan Juna hanya melirik dan  asyik kembali dengan handphone nya.

Lost (304th Study Room)Where stories live. Discover now