10

589 47 1
                                    

Desyca dan Juna berjalan menuju parkiran kampus, mereka berhenti tepat di depan mobil Jazz berwarna putih.

Desyca diam dan memperhatikan mobil itu. "Ah ini mobil yang dulu gue umpat, tapi sekarang malah gue naikin", Desyca berujar dalam hati kemudian tersenyum simpul.

Juna sudah bersiap masuk ke dalam mobil, tapi langkahnya terhenti melihat Desyca yang masih diam mematung.

"Des, ayo masuk", Juna berkata datar.

Tak ada jawaban dari Desyca, ia tetap diam.

"Des, Des, ayo masuk", Juna setengah berteriak. Namun, Desyca tetap diam tak bergeming dari posisi semula.

Juna mulai kesal melihat Desyca yang tetap diam.

"Woy cewek kusut ayo masuk, mau pulang gak lu?" Juna berteriak karena kesal.

"Eh iya, apa mas?" Desyca tersadar dari lamunannya dan menengok ke arah Juna.

"Ampun dah lu gue panggilin dari tadi gak nengok nengok, giliran di panggil cewek kusut baru sadar, kayanya lu lebih cocok di panggil cewek kusut ya dibanding Desyca", Juna ketus.

"Ih mas Juna", Desyca mengerucutkan bibirnya cemberut.

" Ya udah ayo masuk", Juna membuka pintu untuk dirinya.

"Em mas Juna gak bukain pintu buat aku?".

"Dih, emang lu siapa? Tuan Puteri?" Tanya Juna ketus.

"Asdfhjkl, astaga gue beneran kesel sama ni orang", Desyca menahan kesal dan mengepalkan kedua tangannya.

Juna yang sudah terlebih dulu masuk ke dalam mobil langsung menurunkan kaca nya. "Woy cewek kusut ayo masuk, nungguin apa lagi si lu?"

"Iya mas Juna", Terdapat penekanan nada kesal dalam suara Desyca.

Juna yang mendengarnya hanya diam menahan tawa.

Desyca menaiki mobil itu dan menutup pintunya dengan cukup keras seakan menumpahkan kekesalannya. Juna langsung melirik tajam ke Desyca.

"Hehe, ampun mas gak sengaja", Desyca cengengesan melirik Juna.

"Hmmm", hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Juna.

-------------

Juna melajukan mobilnya menembus kepadatan jalan sore ini. Ia menyalakan radio untuk menghibur rasa jenuh pasalnya ia dan Desyca tak bicara sepatah kata pun dalam perjalanan.

Terdengar lantunan lagu yang megudara. Juna melirik Desyca yang seakan gatal ingin bernyanyi tapi enggan dilakukan.

Juna menahan tawa melihat tingkah gadis ajaib di sebelahnya.

Juna melantunkan lirik yang sesuai dengan lagu yang sedang terputar agar Desyca tak malu untuk ikut bernyanyi.

"Ketika senyum hanya bagian dalam permainan"

"Ketika tawa hanya sekedar pemanis"

"Ketika perhatian hanyalah kamuflase"

"Apakah semua akan tetap bertahan?"

Desyca tertegun melihat Juna bernyanyi, ia melirik Juna dan tersenyum. Ia tak menyangka bahwa Juna memiliki suara yang indah dan menenangkan berbeda dengan sikap kesehariannya yang dingin.

Juna masih asyik melantunkan lirik lagu dan kini Desyca mulai ikut bergabung menyanyikan lagu itu.

"Saat kenyataan seperti kepalsuan"

"Dan ketika kepalsuan lebih terasa nyata"

"Sandiwara yang kau cipta lebih hebat dari burung yang terbang tanpa sayap"

Saat lagu telah selesai, Desyca tesenyum dan menoleh ke Juna yang fokus dengan kemudinya.

------------------

Juna dan Desyca mulai memasuki Komplek Arcadia. "Rumah lu di sebelah mana?" Tanya Juna ke Desyca.

"Masih lurus mas, di ujung jalan sana belok kanan ya, rumahku tepat di pinggir sebelah kanan", Desyca menjelaskan sambil menunjuk arah.

Mobil Jazz putih itu berhenti tepat di depan rumah Desyca. "Makasih ya mas Juna, mau mampir dulu?" Desyca menawarkan dengan sopan.

"Enggak deh, gue langsung aja ya".

"Iya mas, aku duluan ya, hati hati di jalan", Desyca tersenyum dan keluar dari mobil.

Juna memutar mobilnya dan membunyikan klakson tanda pamit dengan kaca yang terbuka. Desyca mengangguk dan melambaikan tangannya melihat mobil Juna yang kian menjauh.

Mami yang tak sengaja melihat Desyca di antar oleh cowok selain Dirga dan Reihan langsung kepo, dengan cepat ia membuka pintu pagar.

Desyca yang baru membalikan badannya langsung kaget melihat maminya yang sudah berdiri di depan pagar memasang wajah kepo dan senyum penuh maksud. Desyca menyalami tangan maminya dan berniat masuk menuju kamar.

Belum sempat ia berjalan maminya sudah kepo dan menanyai Desyca.

"Siapa tuh Des? Tadi kamu di anterin sama siapa?" Mami mulai heboh dan kepo.

Desyca yang sudah tau kebiasaan maminya hanya bisa menghela nafas dan menatapnya jengah.

"Dianter siapa si Des?" Tanya mami lagi, sepertinya mami Desyca sudah kepo akut.

"Dianter senior mih", Jawab Desyca malas.

"Senior yang mana Des? Kok gak di suruh masuk? Kan mami juga mau kenal".

"Apaan si mih, udah ah Dedes mau ke kamar cape", Desyca berjalan meninggalkan maminya.

"Ih Dedes, mami belum selesai nanya", ucapnya setengah berteriak.

"Udah ah mih, Dedes cape", Desyca tetap melanjutkan berjalan menuju kamar.

"Ih ni anak, aku belum selesai nanya malah di tinggal", ucap mami kesal karena ia masih kepo.

---------------

Desyca terbangun dari tidur karena bunyi weker yang terlalu kencang. Tangannya meraba nakas tempat dimana weker itu berada dan mematikannya.

Ia duduk dan merentangkan tangannya, sesekali ia menguap, tapi sesaat kemudian ia tersenyum.

"Hari ini mata kuliah statistika dan aku sudah menyelesaikan tugas itu berkat mas Juna", Desyca tersenyum mengingat kebaikan mas Juna kepada dirinya.

Ia segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Desyca yang telah selesai mandi langsung melepas handuk yang melilit di rambut, dan mulai mengeringkannya dengan hair dryer. Setelah di rasa sudah kering, ia segera membuka lemari pakaian.

Ia memilih baju yang akan ia kenakan pada hari ini, ia menatap jengah pada tumpukan kemeja dan kaus yang mendominasi lemarinya.

Mata dan tangannya berkolaborasi untuk terus mencari apa yang akan di kenakan ya. Tangannya terhenti pada midi dress yang dulunya di belikan mami tapi tak pernah ia pakai, kata maminya si supaya dia kelihatan seperti perempuan sungguhan.

Midi dress cantik itu berwarna coklat tanpa lengan dengan panjang di bawah dengkul sedikit. Midi dress itu ia padukan bersama cardigan berwarna hitam dengan tangan tiga perempat yang menjadikan Desyca terlihat lebih feminim.

Desyca menatap dirinya dalam cermin, ia memakai sun block kemudian disusul dengan primer, setelah itu ia sapukan bedak ke seluruh wajahnya, tak lupa blush on berwarna peach dan eye shadow tipis berwarna senada, terakhir ia tambahkan lipstik berwarna nude yang membuatnya terlihat semakin cantik.

Desyca tersenyum melihat apa yang ada dalam tampilan cermin, kemudian ia terdiam.

"Untuk apa aku lakukan semua ini?", Desyca bertanya dalam hati.

Lost (304th Study Room)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang