31

300 27 2
                                    

Aku tak pernah mengerti bagaimana perasaan itu bekerja. Ia bisa hinggap di tempat manapun yang ia mau tanpa mempedulikan apakah yang dihinggapinya akan kuat memikul rasa itu.

Satu hal yang tak pernah terlintas dalam pikiranku, sahabatku ternyata diam-diam menyukai ku, dan aku yang sedang kalut tenggelam karena kehilangan pun mengiyakan untuk mencoba menyambutnya masuk ke dalam relung hati.

Entah keputusan ku ini benar atau salah, aku hanya berusaha untuk melanjutkan hidup, walaupun sebenarnya nama Juna masih sangat jelas tergambar dalam hati.

-------------

Dirga tersenyum dengan indahnya menatap bintang yang berkilauan dari balkon kamar, "kau tahu, aku tak pernah sebahagia ini sebelumnya," ujarnya seakan mengajak bintang-bintang itu berbicara. "Aku tak pernah menyangka, dia akan mencoba membuka hatinya untukku, walaupun aku tahu ia masih menyimpan nama lain di hatinya, tapi aku akan berusaha membuat namaku bertengger di hatinya," lanjut Dirga melanjutkan ceritanya, walaupun tak ada yang menjawab.

Hembusan angin semakin menusuk kulit, tapi ia enggan beranjak dari posisinya, ia masih menikmati malamnya ditemani dengan bintang-bintang yang seakan mendukungnya.

"Juna," tanpa sadar Dirga mengucap nama itu. "Cih, kenapa aku harus menyebut nama pria brengsek itu? Kau pria bodoh Jun, menyia-nyiakan wanita seperti Desyca, dan aku akan memenuhi janjiku padamu, aku akan menggantikan posisimu karena kau yang telah menyakiti hati Desyca."

Dirga akhirnya masuk ke dalam kamar, merebahkan badannya di atas kasur dan mengakhiri malamnya dengan memejamkan mata.

Dirga bangun dari tidurnya karena alarm telah berbunyi, ia melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah selesai, ia keluar dengan menggunakan celana sebatas lutut dan handuk yang ia taruh di leher. Ia menuju cermin yang cukup besar di kamarnya, ia perhatikan lamat-lamat wajah dan tubuhnya yang ada dalam pantulan cermin. "Tampan," gumamnya.

Tak lama, ia mengambil hp nya yang ada di atas nakas, ia mengetikan sesuatu pada papan layar dan tersenyum.

  'Pagi Desyca, sudah bangun?'

Tak lama, ia mendapatkan balasannya.

'Sudah Ga, semalam tidur nyenyak?'

Ah, Desyca menanyakan tidurku, hal seperti ini saja sudah membuatku sangat senang. Ia tersenyum makin lebar sambut mengetikan sesuatu.

  'Nyenyak, bagaimana denganmu?'

'Nyenyak'

    'Nanti aku jemput ya, kita jadi kan mau ketemu Irene dan Reihan?'

'Jadi, ok ku tunggu'

Dirga langsung menuju lemarinya, memilih pakaian mana yang akan ia kenakan, ia ingin tampil dengan baik di hadapan Desyca.

"Ini sepertinya kurang cocok," ujar Dirga ketika memilih-milih baju. "Ini juga kurang," lanjutnya. "Nah ini baru ok." Matanya berbinar ketika melihat sebuah kemeja lengan pendek berwarna biru langit dengan motif abstrak, dan akan ia padukan dengan celana selutut juga sepatu sport dengan gambar ceklis di sisinya.

Setelah siap, ia langsung menyambar kunci mobil dan melangkah menuju garasi untuk pergi menemui pujaan hati.

-----------

"Pagi Tante," sapa Dirga pada mami Desyca.

"Pagi Ga, kamu mau pergi sama Desyca?" Tanya mami melirik penampilan Dirga.

Dirga menganggukan kepalanya sambil tersenyum mengiyakan.

"Tante titip Desyca sama kamu ya Ga,Tante gak mau liat dia sedih dan terpuruk kaya kemarin-kemarin," ucap mami sambil memegang bahu Dirga dengan tatapan sendu.

"Tante tenang aja, Dirga akan jaga Desyca. Tante bisa percaya sama aku," ujar Dirga menenangkan.

"Iya, Tante percaya sama kamu. Tante panggilan Dedes dulu ya." Mami Desyca langsung melangkah menuju kamar Desyca di lantai dua.

Tak berselang lama, Desyca turun dan menghampiri Dirga. "Yuk, jalan Ga," ajak Desyca padanya.

Dirga membukakan pintu mobil untuk Desyca, tapi Desyca malah terdiam. "Des," panggil Dirga menyadarkan lamunannya. Desyca yang tersadar langsung masuk dan duduk di sebelah kursi pengemudi.

Dirga kemudian ikut masuk dan duduk di tempat pengemudi, ia nyalakan mesin dan langsung melaju ke tempat yang ingin dituju.

"Tadi kenapa kamu bengong Des?" Tanya Dirga sambil menatap jalan yang cukup padat.

Desyca hanya melirik Dirga, ia bingung bagaimana cara menjawab pertanyaan itu.

"Keinget sama dia?" Terka Dirga dengan suara lembut.

Desyca tidak menyahut, ia tetap diam, tapi pandangan sendunya mengarah ke Dirga.

Satu tangan Dirga terulur menghampiri puncak kepala Desyca. Ia usak pelan kepala itu.

"Ga…." Sahut Desyca dengan suara bergetar. Dirga segera menepikan mobilnya.

"Des, are you okay?" Tanya Dirga dengan raut wajah khawatir. Desyca tidak menjawab, tapi tubuhnya kian gemetar, liquid beningpun meluncur dari pelupuk matanya. Dirga segera menarik Desyca dalam pelukannya.

"Maaf," lirih Desyca di tengah isakannya.

Dirga mengendurkan pelukannya, ia menatap Desyca dan menyentuh wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Hey, kenapa kamu minta maaf? Kamu tidak salah," balas Dirga menenangkan.

"Maaf," lagi Desyca mengucapkan kata itu.

"Hey, Desyca ku adalah orang yang kuat. Aku mengerti, menghapus jejak masa lalu memang tak mudah, tapi aku akan menunggumu," ucap Dirga membuat Desyca menatapnya.

Dirga tersenyum kemudian mencium kening Desyca. "Aku mencintaimu, sangat mencintaimu."

Desyca balas tersenyum padanya. "Bantu aku untuk melanjutkan hidupku, dan untuk…" Desyca menjeda ucapannya."Mencintaimu," lanjutnya pelan.

"Dengan senang hati," jawab Dirga dengan senyum yang mengembang di wajahnya.

----------

"Disinii!" Irene mengangkat tangannya saat melihat dua orang masuk ke dalam restoran yang dikelolanya dengan Reihan.

Desyca dan Dirga melangkah mendekat ke arah Irene dan Reihan yang telah menunggunya.

"Sudah lama menunggu?" Tanya Desyca dan Dirga berbarengan.

"Hey, kalian kompak sekali," ledek Reihan dengan wajah jahilnya. Irene hanya terkekeh sedangkan Desyca dan Dirga memutar bola matanya malas.

"Woah, kalian sudah menyiapkan minuman dan untuk kita." Dirga semangat melihat yang tersaji di atas meja.

"Tentu, ini menu spesial di restoran kami," ujar Irene sambil menopang dagunya dengan tangan disertai senyuman yang menghiasi wajahnya.

"Kalian keren!" Ucap Dirga yang takjub dengan suasana dan nuansa di restoran ini.

"Eh, eh, tunggu dulu." Desyca memicingkan matanya menatap Irene membuat yang lain bingung. Ia dengan cepat menyambar tangan Irene dan meneliti jemarinya, terdapat sebuah cincin yang melingkar di jari manis tangan kiri sahabatnya. "Woah, sejak kapan?" Tanya Desyca heboh.

Reihan mengernyitkan dahinya tak mengerti dengan maksud Desyca. Irene langsung melirik Reihan dan hanya bisa menghela nafas, karena ia sadar Reihan tak faham maksud Desyca.

Irene langsung mengangkat tangan kirinya dan menunjukan cincin yang melingkar di jari manisnya. "Aku habis dilamar Reihan," ucap Irene malu-malu dengan semburat merah yang menghiasi pipinya.

"Daebak!" Dirga menatap takjub pada Irene dan Reihan.

Desyca langsung memeluk Irene. "Selamat sahabatku!"

Irene dan Reihan menyunggingkan senyum bahagianya. "Jadi, kapan kamu dan slebor nyusul?" Tanya Reihan menyikut Dirga.

"Aku tak akan memaksanya, aku akan menunggunya sampai ia siap," jawab Dirga sambil melirik Desyca.

Lost (304th Study Room)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang