38

271 25 15
                                    

Desyca menatap cincin yang melingkar di jari manisnya, ada keraguan yang melingkupi hatinya. Tuhan, apakah aku melakukan hal yang benar? batinnya bergejolak. Ia tak menampik hatinya masih tertuju pada Juna, tapi jalan yang telah dipilihnya tak akan bisa membuatnya berbalik. Ia tak mungkin berhenti setelah melalui segalanya, tak mungkin mundur setelah berjalan begitu jauh, dan tak mungkin berbalik hanya untuk orang yang telah menyakitinya.

Desyca melirik ponsel yang ada di dekatnya, dering notifikasi itu telah membuyarkan lamunannya. Matanya melebar dengan kening yang mengernyit kala melihat si pengirim pesan.

'Tolong temui saya di cafe xx, ada yang ingin saya bicarakan'

Desyca menghela nafas saat membaca pesan dari Bejo, ia segera membalasnya.

'Tentang apa?' 

'Datang saja, saya menunggu'

Desyca mengernyitkan dahinya, untuk apa Bejo ingin menemuinya. Ia segera keluar menyetop taksi yang lewat dan menemui Bejo.

****

Bejo duduk bersandar memainkan sedotan yang ada di dalam gelas, ia memejamkan matanya berharap Desyca akan datang menemuinya.

"Mas," panggil desyca membuatnya menoleh. Bejo tersenyum menyambut Desyca dan mempersilahkan duduk.

"Apa yang ingin dibicarakan mas?" Tanya Desyca to the point setelah mendudukkan dirinya di seberang Bejo.

Bejo memutar otaknya, merangkai kata yang tepat agar semua yang dibicarakannya bisa diterima.

"Mas, mau bicara apa?" Tanya Desyca lagi.

Bejo menghela nafas, membuat Desyca menatapnya bingung. "Ini tentang mas Juna," katanya kemudian, membuat wajah Desyca mengeras.

"Aku tak ingin mendengar apapun tentang dia," jawab Desyca.

"Tapi, kamu masih peduli dengannya, buktinya kau datang kesini untuk menemuiku," ungkap Bejo kemudian.

"Sudahlah, hentikan semua omong kosong ini!" Ucap Desyca emosi dan berjalan meninggalkan Bejo yang masih duduk.

"Akh," terdengar suara erangan. Desyca menghentikan langkahnya, ia tahu betul ini suara siapa. Ia membalikkan badannya menatap Bejo dengan tatapan yang sulit diartikan.

"See, kamu masih peduli dengannya," sahut Bejo. "Duduklah, aku akan menjelaskan semuanya."

Desyca berbalik dan mendudukkan tubuhnya kembali di seberang Bejo. Bejo menunjukkan video-video Juna yang sedang menjalankan terapinya. Desyca terkejut, ia menutup mulutnya dengan telapak tangan sebagai rasa keterkejutannya.

"Apa yang terjadi?" Lirih Desyca dengan mata yang berkaca-kaca.

Bejo menghela nafas, ia memijit kepalanya yang terasa pening sebelum mengeluarkan suara kembali. "Mas Juna mengalami kecelakaan saat menuju Malang, ia ingin mengenalkanmu dengan bundanya," ungkap Bejo membuat ekspresi wajah Desyca berubah, wajahnya menjadi semakin sendu.

"Dia koma selama tiga tahun, itu sebabnya ia tidak pernah menemuimu." Pernyataan Bejo membuat tubuh Desyca menegang, ia tidak tahu harus berkata apa, rasanya tidak ada kata yang pas untuk mengungkapkan segala rasa yang berkecamuk di dadanya.

"Setelah sadar dari komanya, tubuhnya tak bisa digerakkan, itu sebabnya ia menjalankan berbagai terapi agar bisa kembali seperti yang kau lihat kemarin," lanjut Bejo dengan senyum yang sangat dipaksakan, ia menahan air matanya agar tidak tumpah mengingat perjuangan Juna.

'Deg' jantung Desyca berpacu dengan cepat, tubuhnya melemah. Air mata mulai membanjiri wajahnya kala mendengar penjelasan Bejo terlebih bagaimana perjuangan Juna untuk menemuinya.

"Kenapa mas Bejo baru memberitahuku sekarang? Kenapa setelah aku diikat dengan yang lain mas Bejo baru mengatakannya?" Tanya Desyca dengan emosi yang meluap, air matanya terus menetes menggambarkan kesedihan dan emosi yang menguar.

"Bukankah mas Juna datang sebelum pertunanganmu?" Pernyataan yang Bejo lontarkan membuat Desyca terdiam.

Bejo menghela nafas sebelum melanjutkan ucapannya. "Ia datang untuk menjelaskan, tapi apa yang kalian lakukan? Mencaci, menampar, memukul, dan mengusirnya. Apa ia pantas mendapatkan itu semua setelah berjuang selama ini?" Tanya Bejo berusaha setenang mungkin memendam emosi yang bergejolak.

Desyca tak bisa berkata-kata lagi, tangisnya makin kencang, ia merasa menjadi manusia yang paling berdosa saat ini. Bagaimana bisa ia dibutakan oleh rasa kesalnya hingga tak mau mendengarkan penjelasan apapun dan kini ia menyesal, sangat menyesali emosi yang menuntunnya untuk membuat keputusan.

"Saya pergi dulu, ini semua saya lakukan untuk membersihkan nama mas Juna, dan ini untuk menghapus air yang menggenang di pipimu."Bejo menyerahkan sapu tangan, ia pun menghapus air mata yang sejak tadi membasahi wajah Desyca.

Sepeninggal Bejo, ia masih duduk di tempatnya, menangisi segala kesalahan yang telah ia perbuat, andai waktu bisa diulang, ia tak akan memperlakukan Juna seperti ini.

Pening mulai menguasai tubuhnya, ia akhirnya bengkit berjalan keluar dengan lunglai dan menghentikan taksi untuk membawanya.

****

"Ah, akhirnya selesai juga." Dirga meregangkan otot tubuhnya yang terasa kaku. Ia menatap puas pada konten youtube yang baru saja di upload. Ia memutar videonya, terlihat Dirga sedang memainkan piano dan menyanyikan sebuah lagu. Ia tertawa melihat komentar para penggemarnya yang menurutnya lucu.

Dirga membalikkan badannya. "Hei, kenapa tidak mengabariku kalau kamu mau kesini?" Tanya Dirga pada Desyca yang baru saja memasuki rumahnya, tapi Desyca tidak mengucapkan apapun sebagai jawaban pertanyaannya. Dirga mengernyitkan dahinya melihat gelagat aneh dari Desyca dan mata sembab yang tak disadari Dirga awalnya.

"Kamu kenapa?" Tanya Dirga.

"Aku ingin mengakhiri semua ini, aku tidak bisa bersamamu lebih jauh dari ini" jawab Desyca dengan tubuh yang bergetar. Air matanya tumpah kembali membuat Dirga semakin bingung.

'Deg' jantung Dirga berdetak dengan cepatnya. Ia bagai disambar petir di siang bolong mendengar permohonan Desyca.

"Tidak, aku tidak akan melepaskanmu," ucap Dirga tegas. "Kamu milikku, dan akan tetap menjadi milikku," lanjutnya lagi.

"Aku tak bisa melanjutkan ini Ga," ujar Desyca dengan air mata yang mengalir.

"Kenapa? Karena ia kembali? Hah, ternyata aku hanya jadi tempat persinggahanmu selama ini. Saat kau terpuruk aku yang ada disampingmu, tapi saat dia kembali kau ingin mengejarnya, membuang ku yang selama ini bersamamu." Dirga tersenyum, tapi senyuman itu menyiratkan luka yang dalam.

"Tapi hatiku tak pernah terbuka untukmu," jawab Desyca membuat Dirga terhenyak. Fakta yang sangat menyakitkan terdengar langsung melalui indera pendengarannya.

"Dan aku tetap tidak mau melepasmu, kamu tetap milikku," ucap Dirga tegas.

"Kamu jahat! Kamu egois Ga!" Desyca segera meninggalkan Dirga yang masih berdiri menatapnya.

Pertahanan Dirga akhirnya runtuh, ia jatuh terduduk, air mata mulai mengalir membasahi pipinya. 'Tuhan, apa salahku? Kenapa Kau hadirkan ia kembali? Kenapa saat ia mulai bisa ku genggam kau hadirkan bayang masa lalunya?' batin Dirga sendu.

Aku tak ingin melepasnya, sungguh aku sangat mencintainya. Kenapa hidup mempermainkanku seperti ini? Kenapa? Aku ingin tetap bersamanya, tetap disampingnya, menjaganya dengan peluk hangatku.

Aku akan mempertahankanmu, apapun yang terjadi, kau akan tetap jadi milikku Desyca. Aku yang akan jadi penjagamu.

Lost (304th Study Room)Where stories live. Discover now