[INTRO] 1

386 76 16
                                    

"Dingin."

Tangan gadis itu panas dan sangat gatal. Pasti iritasi karena tali kasar yang digunakan untuk mengikat tangannya. Dia juga tidak dapat melihat ke sekitar, matanya ditutup dengan kain. Kedua kakinya diikat ke kaki kursi tempat dia duduk. Ada kain lain menutup mulutnya. Panik. Kemampuannya untuk melihat, berbicara, dan bergerak sudah direnggut paksa. Gadis itu mencoba mengatur napas, walau jantungnya berdebar keras, dan tubuhnya mendingin grogi. Pertanyaan seperti dimana ini? Dan Apa yang terjadi? Sudah berkali-kali melewati kepalanya, tanpa jawaban.

Tiba-tiba suara besi pintu bertabrakan dengan dinding terdengar. Gadis ini menjengit.

Seseorang masuk ke dalam ruangan.

"Kim Jiho," ucap suara itu, bariton dan datar. Sebuah infus rasa takut membuat gadis itu semakin gemetaran. "Atur napasmu. Kami akan memulai interogasi, kamu tidak boleh membantah atau berbohong sebagai jawaban. Kami memegang seluruh hidupmu disini."

Pernyataan itu membuat Jiho semakin ketakutan. Kepalanya berputar. Gadis itu kemudian mengeluarkan suara teredam, mencoba menjerit dan meminta tolong.

"Tidak ada gunanya kamu berteriak, kita ada di ruang bawah tanah sekarang." Ucap suara itu lembut. Napas Jiho satu-satu. Dia menelan ludah—kerongkongannya kering kerontang—dan mencoba untuk berpikir rasional. Jelas... dia berada di sebuah situasi yang sangat riskan. Dia mungkin berada dalam situasi hidup dan mati. Bagaimana dia bisa berada dalam situasi ini? Berusaha mengingat kembali memori yang tertimbun, akhirnya Jiho ingat... ketika dia pulang dari seminar dan hendak naik mobil, seseorang menyergapnya dari belakang dan dia tidak ingat apa-apa lagi.

Seseorang sudah menculiknya. Pertanyaannya adalah; kenapa?

Pasti Jiho punya sesuatu... sesuatu yang penting.

"Jawab pertanyaan kami—apa kamu benar-benar perancang blue print kode besi?" suara itu membuat Jiho sadar. Kain di mulutnya terbuka. Dia bisa dengan mudah bernapas dan berbicara sekarang. Jiho langsung mengerti apa yang para begundal ini cari. "...iya." Jawab Jiho pelan, suaranya serak. Tiba-tiba seseorang menjenggut rambutnya kasar, membuat Jiho berteriak kencang.

"...Bukankah sudah kami bilang untuk tidak berbohong?" suara yang berbeda terdengar dari belakang, mengancam. Napas pria di belakangnya menerpa telinga Jiho. Jiho takut. Jiho takut, namun kenyataan harus ditutupi. Kalau dia mati sekarang, masih ada timnya. Timnya yang akan melanjutkan penelitian kode besi. Ada Irene dan Seulgi di timnya yang dia percayai. Jiho tau, hidup di jalan menanjak ini akan sangat sulit. Jiho tau itu semenjak sedekade lalu, ketika orang tuanya meninggal dan memberikan surat wasiat tersembunyi.

Ini pasti bukan jalan yang enak, Jiho kecil pikir, ini jalan berduri.

Tapi Jiho tidak berhenti. Dia tidak berhenti. Dengan bantuan banyak orang, dia bisa berada di tempat ini...

Kalau Jiho sampai berkata yang sebenarnya, siapa yang tahu hidup orang-orang yang membantunya akan berakhir seperti apa? Mati, mungkin, seperti apa yang akan Jiho alami sebentar lagi.

Jiho harus melindungi mereka. Dia harus melindungi timnya, dia harus melindungi Jurina, dia harus melindungi teman-teman ayah dan ibunya. Dia harus.

"Kode Besi," Jiho berbisik, "Itu buatanku. Kim Jiho. Hanya aku. Tidak ada yang lain."

Sebuah tangan dingin yang tidak natural mengalungi leher jenjangnya, menutupi lorong udaranya bernapas. Jiho panik ketika respirasi tidak lagi terjadi. Tangan itu semakin keras di lehernya, "Kamu itu hanya manusia. Kami bisa membunuhmu dan membunuh semua orang di belakangmu hanya sejentik saja. Jadi, jangan keras kepala, dan bilang yang sejujurnya. Kami hanya butuh kejujuranmu supaya kami bisa bergerak."

LOCO (Takkan Diselesaikan)Where stories live. Discover now