[INTRO] 3

349 67 39
                                    

PART THREE

.

.

.

.

Kitchen, cooking; 07.13KST

Tangan Jiho dengan cekatan memecahkan cangkang telur ke dalam mangkuk silver.

Warna transparan putih telur terefleksikan oleh sinar mentari pagi. Jam digital menunjukkan angka 7. Jiho menghancurkan segregasi putih-kuning telur dengan cepat, memeriksa apakah terdepat busa, sebelum menambahkn lima sendok susu krim, daun bawang, dan sedikit paprika. Panci segiempat di sebelahnya mendesis kepanasan. Melirik sedikit, Jiho merengut, "Ya ya, tunggu sebentar."

Sedikit demi sedikit, Jiho menaruh adonan telur ke panci. Warna emas kekuningan dari telur terlihat menawan. Beberapa saat kemudian, telur dadar besar sudah diletakkan di atas piring. Jiho menghela napas sementara mulutnya mengunyah satu potong telur dadar.

Sampai kapan dia akan dikurung seperti ini?

Bekerja dengan vampir? Jangan bercanda. Taeyong masih memerlukan Jiho. Lebih tepatnya, memerlukan informasi yang Jiho miliki. Jiho berkelit, semua informasi Jiho tinggalkan di lab, dan Jiho tidak mengingat sedikitpun informasi yang hampir jutaan tersebut. Semua hasil data, Jiho sudah lupa.

Taeyong hanya tersenyum saat itu. "Kamu lupa lab kecil-kecilanmu itu sudah kami bekuk? Mudah saja untuk mengekstrak isi info tersebut dari komputermu."

Jiho memelototi Taeyong. "Kalau begitu tanpa aku pun, kau sudah dapat yang kau mau."

"Tidak begitu cara mainnya." Ucap orang di belakang Jiho. "Kami para vampir mungkin vulgar untukmu, tapi kami mengerti sopan santun. Kenapa menurutmu ada legenda vampir tidak akan bisa masuk ke rumah tanpa persetujuan verbal?"

Benar juga, Pikir Jiho. Semua yang mereka lakukan mungkin kasar, namun mereka selalu meminta persetujuan verbal dari Jiho, mau Jiho merasa dimanipulasi ataupun tidak. Pengurungan di kondominium besar? Mereka bilang Jiho toh sudah mati, mau pergi kemana lagi? Jiho menelan semua sumpah serapah dan menyetujui permintaan mereka agar Jiho tinggal di kondominium privat di Jeju.

Kenapa tidak di Seoul? Untuk menjauhi mata-mata iseng, tentu saja.

Kondominium yang Jiho tempati sangat menjunjung tinggi konfidensial. Ada tiga lapis pintu beton yang harus dilewati sebelum akhirnya sampai di depan pintu biometrik yang hanya bisa dibuka oleh Taeyong dan beberapa orang kepercayaannya. Dalam kurung waktu tiga hari ini, hanya Taeyong yang datang, membujuk Jiho untuk mau bekerja dengannya melanjutkan penelitian Jiho yang tinggal sejilat hingga selesai itu.

Jiho bingung. Dia tidak mau bekerja dengan vampir. Tapi dia juga sudah mati. Semua surat-surat, berkas-berkas kehidupan, kartu identitas, STNK, semuanya dibekuk Taeyong. Dia benar-benar tidak punya cara hidup selain dengan bergantung dengan lintah sialan. Semuanya gratis. Bahkan telur yang Jiho makan ini...

"Sudah bengongnya?"

Jiho berbalik untuk melihat seorang pria tinggi dengan pakaian formal tepat di depan pintunya yang terbuka. Pantofelnya terlihat mengilap di bawah sinar lampu. Jiho mengernyit.

"Anda siapa?" taya Jiho sedikit tajam. "Mau apa?"

Pria itu memandang Jiho dengan datar sebelum berkata, "Jung Jaehyun. Kau mungkin tidak mengingatku kemarin di ruang tahanan. Aku disini untuk memastikan apakah kau baik-baik saja karena Taeyong-hyung tidak dapat datang menjenguk."

Jiho hanya tertawa sinis. "Menjenguk? Bukannya ingin membujuk?"

Alis Jaehyun sedikit bergerak. "Sama saja."

LOCO (Takkan Diselesaikan)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt