[MUS] 7

684 77 48
                                    

PART 7

.

.

.

.

Musim dingin. Biasanya, rumah teh akan penuh dengan banyak orang. Entah itu turis asing, petinggi di kota, atau orang-orang lokal yang biasa bermain dengan maiko dan geisha Minatozaki. Rasanya rumah teh Minatozaki sudah sangat terkenal karena kecantikan serta kepintaran para geishanya dalam menghibur tamu. Tidak terkecuali Yukiya, geiko 1) nomor satu dari rumah teh ini. Dia bisa menari, bernyanyi, bermain samishen dan koto seakan-akan semua keahlian itu hanya bernapas normal untuknya. Semua pelanggan datang untuk mencicipinya. Kulit selembut sutera dan seindah salju, nama Yukiya yang berarti salju sangat cocok untuknya.

Karena itu ketika suatu malam, di hari salju pertama, dirinya tidak menghubungi Ibu rumah teh, semuanya tidak cemas. Yukiya sangat sibuk. Mungkin malam ini dia sedang menghangatkan ranjang seorang pejabat tinggi yang kesepian.

Namun ketika esok harinya dia tidak muncul di panggung Geisha, ataupun di rumah teh, begitupula keesokan harinya lagi, dan keesokan harinya lagi... semua orang panik. Mereka teringat dengan kematian 2 orang maiko 2) sebelumnya yang sempat menghilang sebelum ditemukan tewas mengenaskan.

Massa digerakkan. Polisi lokal dinotifikasi, bahkan centeng-centeng yang rumah teh sewa untuk menjaga ketertiban Hanamachi juga diturunkan. Namun nihil. Semua orang waswas. Salju yang turun saat itu seakan-akan mengejek mereka, kedatangan salju juga merupakan hilangnya Yukiya juga. Semua orang mulai kehilangan spirit.

Benar saja. Setelah lima hari berturut-turut mencari tanpa jejak, tubuh Yukiya ditemukan di sebelah ruas pedagangan tidak seronok di Nagano, jauh dari sekali dari Kyoto. Dia terbungkus plastik besar yang membuatnya tidak terlihat, namun ketika seorang pengemis mencari-cari sampah, dia kaget karena melihat mayat wanita yang dahulunya cantik tergeletak di atas tumpukan sampah.

Dari situlah, kasus yang menandai terlibatnya Jiho terjadi.

.

.

.

.

Jiho bersin.

Mesin mobil membuat getaran di bawah paha Jiho. Jendela mobil terkena uap panas napas milik gadis itu. Dia duduk dekat sekali dengan jendela. Yuta melirik, khawatir.

"Kau baik-baik saja?" tanya Yuta.

"Ah, hanya sedikit dingin." Ujar Jiho menghangatkan jemarinya yang berwarna pink karena dingin.

"Tapi kau sudah pakai jaket setebal 3 lapis, aku bahkan nggak bisa membedakanmu dengan bibi kepala kantin rumahku." Kata Yuta bingung.

Jiho mendelik. "Nggak semua orang punya kekuatan super."

"Yasudah, sabar saja ya Non." Bujuk Yuta. "Sebentar lagi kita sampai di tempat yang hangat."

Jiho dan Yuta bepergian bersama ke Kyoto. Awalnya Taeyong sangat melarang, malah hampir terjadi baku hantam, namun akirnya Taeyong setuju dengan syarat Jiho diberikan pengawalan yang ketat serta mereka pulang pergi naik helikopter milik NCT. Jiho hanya mendengus pahit, merasa diremehkan dan dicurigai. Siapa juga yang tidak akan marah pada mahluk yang sudah mengurungnya selama tiga bulan, terisolasi dengan sangat menyedihkan dari interaksi manusia?

"Tentu saja dia nggak mau melepaskan aku pergi. Dikiranya aku bakal kabur."

Yuta hanya diam mendengar celotehan dendam milik Jiho.

"Omong-omong soal pengawal ketat," ucap Jiho, "Dari Seoul tadi kita hanya berdua... mana pengawal ketat yang kau bicarakan, Yuta?"

"Ya mereka sembunyilah." Kata Yuta. "Kamu pasti nggak mau kan ada lima atau tujuh vampir mengikutimu kayak stalker." Jiho mendengus, perasaannya masih penuh dengan prasangka. Yuta menghela napas, "Tapi nggak usah takut, mereka sekarang lagi mengawasi mobil kita dari tempat lain yang nggak terlalu jauh. Kalau ada sesuatu kayak tabrakan atau tembak-tembakan, kamu bakal selamat kok. Lagian juga, kamu bareng aku. Aku pelindung nomor satu di NCT." Cengiran lebar khas Yuta muncul.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 23, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LOCO (Takkan Diselesaikan)Where stories live. Discover now