Bagian I: Chapter 1

212K 15K 900
                                    

Seorang gadis tengah duduk di sebuah kursi tunggu Stasiun Pasar Senen, menanti kedatangan kereta untuk membawanya ke kampung halaman, Yogayakarta. Gendhis, nama gadis manis itu, bersiap menarik kopernya tat kala pengumuman dari peron mengumumkan kedatangan keretanya. Akhirnya, ia bisa bernapas lega setelah seminggu ini rutinitasnya selalu pergi pagi pulang pagi demi liputan terkini mengenai kasus korupsi tender gula seorang Menteri. Ya begitulah nasib menjadi jurnalis, apalagi Gendhis masih terhitung jurnalis junior yang kerap diturunkan ke lapangan.

Bukan berarti tidak beralasan, kepulangan Gendhis ke Yogyakarta juga untuk meliput acara bedah buku skala Internasional yang akan diadakan di istana keraton kamis besok. Setelahnya baru lah atasannya memberikan izin Gendhis berlibur. Ngomong-ngomong tentang persiapan acara bedah buku tersebut, Gendhis belum sempat mencari tahu apapun tentang narasumbernya. Ah sial, sepertinya ia tidak bisa menikmati liburannya.

Setelah mendapatkan kursi duduk yang sesuai dengan tiket, Gendhis membuka brower ponsel untuk mencari-cari informasi mengenai Armada Biru, sastrawan Indonesia yang akan menjadi narasumber besok. Gendhis memang bukan penggiat sastra jadi banyak hal baru yang Gendhis temui. Pria itu adalah keturunan asli Indonesia. Ayah, kakek, hingga buyutnya adalah seorang sastrawan ternama. Rumor mengatakan mereka masih keluarga dekat dengan keluarga keraton. Buktinya saja, ia bisa menggunakan keraton Yogyakarta sebagai tempat acaranya.

Alis Gendhis terangkat membaca satu faktu unik lainnya, seluruh nama pria di keluarga itu selalu memiliki unsur 'Mada'. Dari Mada, Primada hingga Armada. Tangan Gendhis menyapu layarnya berkali-kali mencari foto sosok sastrawan yang sedang naik daun itu tapi hasilnya nihil. Satu pun tak ditemukan bahkan foto ayah, kakek, ibu, atau keluarganya yang lain juga tidak ada. Foto paparazi juga tidak ada, apakah seketat itu kah privasinya?

Dari hasil googling dadakannya diketahui jika Armada telah banyak menciptakan buku best seller nasional hingga internasional. Banyak bukunya yang telah diterjemahkan ke banyak bahasa di dunia tapi yang paling spesial adalah buku pertama Armada Biru bahkan mendapatkan nobel prize for literature padahal hanya dipublish sebanyak dua ribu eksemplar berbahasa Inggris tapi kemudian diterjemahkan juga ke banyak bahasa. Ayahnya, Primada juga telah banyak menghasilkan buku best seller nasional. Memang keluarga pemikir puji Gendhis.

Gendhis mendownload satu buku Armada yang berjudul "Kutunggu Kau di Bawah Rembulan Wahai Adinda" Buku yang membawa Armada memenangi penghargaan nobel. Memposisikan dirinya dengan nyaman Gendhis mulai hanyut dalam paragraf pertama.

Kereta Bima dengan tujuan Yogyakarta akan berhenti beberapa saat lagi dan akan tiba di tujuan akhir, stasiun Tugu Yogyakarta. Penumpang, diharapkan tetap berada di tempat duduk hingga kereta berhenti dan pastikan tidak ada barang bawaan anda yang tertinggal. Selamat sore dan semoga perjalanan anda menyenangkan.

Tak terasa Gendhis telah menghabiskan waktu berjam-jam membaca buku tersebut. Ia menghapus jejak air matanya akibat siksaan yang ia rasakan. Kisah cinta tragis itu jauh lebih menyayat hati ketimbang kisah Romeo dan Juliet karya William Shakespears.

Buku ini fenomena terbaru, pantas saja dia bisa menang.

Kereta berhenti total, kini Gendhis ia menolehkan kepalanya ke kiri dan kanan mencari orang yang akan menjemputnya. Ah ia rindu tanah kelahirannya, terakhir ia menginjakkan kakinya di tanah Yogyakarta sekitar lima tahun yang lalu.

Saat itu hal aneh mulai terjadi padanya, salah satu orang pintar kenalan kakek dan nenek menyarankan Gendhis untuk merantau. Akhirnya, Gendhis yang pada saat itu masih berusia 18 tahun pergi merantau ke Ibu Kota untuk melanjutkan kuliahnya dan berkerja.

"Den Gendhis?" tanya seorang pria berkumis. dengan blangkon batik di kepalanya.

"Den Gendhis? Putrine bapak Candra, nggih?" tanya pria tua tersebut untuk memastikan lagi.

MADA (Complete)Where stories live. Discover now