08. Hal Baru

9.3K 1.3K 284
                                    

Jinae menggeram kesal untuk kesekian kalinya pagi ini. Bersamaan dengan mulai meningginya sang mentari di atas sana, lagi-lagi Jinae menghela napas kesal. Bukan tanpa alasan Jinae begitu, pasalnya, saat jarum jam yang terpaku pada dinding ruang tengah telah menunjukkan pukul sembilan lebih tiga puluh pagi, manusia yang berada di dalam kamar yang saat ini sedang Jinae ketuk secara brutal, enggan juga menununjukkan batang hidungnya.

"Yoongi, kau mau bangun sekarang atau aku akan masuk ke dalam sana lalu menjambak rambutmu sampai tak bersisa?!"

Sekali lagi Jinae mengetuk pintu kamar Yoongi secara bar-bar, namun tak ada balasan berarti yang kunjung ia dapatkan. Malahan, yang ada hanyalah bunyi dari pemanggang roti yang telah usai bekerja. Akhirnya Jinae lebih memilih untuk menyeret tungkai kakinya ke arah dapur terlebih dahulu. Sambil bergumam kesal, Jinae segera mengeluarkan roti yang ia panggang dari mesin sebelum gosong dan tak layak untuk dikonsumsi. Beberapa menit ia lalui dengan menyibukkan diri memberi selai cokelat pada roti panggang, sebelum kembali beranjak pada pintu cokelat yang masih juga terlihat damai.

Sejenak merapikan cepolan asal pada rambut karamelnya, Jinae lantas mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Kalau saja Yoongi tidak memberi perintah untuk membangunkan pemuda itu setiap pukul sembilan pagiㅡkalau-kalau Yoongi belum bangunㅡmungkin sekarang Jinae tidak akan bersusah payah mengetuk pintu kamar manusia pucat menyebalkan itu. Namun, jangan salahkan Jinae karena ia memutuskan untuk masuk ke dalam sanaㅡuntuk pertama kalinyaㅡkarena Yoongi tak kunjung menunjukkan batang hidungnya.

Kesan pertama yang Jinae dapat saat telapak kakinya memasuki ruang pribadi Yoongi adalah gelap. Bahkan pria itu masih membiarkan jendela tertutup dengan tirai tebal padahal sinar matahari sejak tadi terus mendesak ingin masuk ke dalam sana. Gadis itu pun segera menuju jendela. Menarik tirai yang menutupinya secara sengaja sampai sinar matahari benar-benar masuk ke kediaman Yoongi. Pun dengan langkah tergesa ia langsung menuju gerumul selimut yang Jinae yakin bahwa Min Yoongi masih meringkuk damai di bawahnya.

"Min Yoongi! Kau tidak bekerja, hah?! Sekarang sudah siang pemalas! Dasar kau ini!" Jinae menarik selimut yang merengkuh tubuh kurus Yoongi dalam satu tarikan sampai kepala pria itu menyembul dari dalam sana.

Sementara si pria yang Jinae sebut pemalas itu enggan beranjak juga dari tempatnya, malahan, Yoongi kembali menarik selimut yang Jinae ambil lalu bergumam dengan suara seraknya yangㅡugh, agak terdengar seksi di telinga Jinae. "Lima menit lagi, hm?"

"Lima menit pantatmu! Sekarang sudah siang, Yoon!"

Selanjutnya, yang terjadi adalah aksi tarik menarik selimut antara Jinae dengan Yoongi. Si pria tidak mau mengalah, pun begitu pula dengan wanitanya. Sampai akhirnya Jinae agak terdorong, dan jatuh terduduk di pinggir ranjang. Kemudian sekelebat ide konyol muncul di pikiran Jinae. Gadis itu lantas saja membekap wajah Yoongi dengan selimut lalu ia menahannya dari luar. Menyebabkan Yoongi bergerak gelisah karena napasnya tersendat.

"Ya! Kau berniat membunuhku, hah? Lepaskan! Iya, aku bangun sekarang, Jinae!"

Pun Jinae melepaskan Yoongi dengan suara tawa yang menggelegar seisi kamar. Sementara sepersekon kemudian Yoongi menyibak selimutnya dengan raut sebal setengah mati bercampur dengan wajah bantal bangun tidur. Bibir tipisnya menggerutu sementara mata kecilnya memandang Jinae tak suka. Surai legamnya bergerak acak selagi ia mencoba untuk meluruskan punggung.

"Apa kau tidak memiliki cara yang lebih bagus untuk membangunkanku, hah? Sebuah ciuman, misalnya."

"Jangan terlalu banyak bermimpi, Tuan. Apa kau tahu sekarang jam berapa?" ucap Jinae yang masih betah tertawa sambil memerhatikan bagaimana kusutnya wajah Min Yoongi pagi ini. Matanya hanya membentuk garis, sementara bibirnya merah merekah yang sejak tadi terus saja mengerutu. "Jam sepuluh kurang empat puluh menit. Bukankah pagi ini teman perempuanmu itu akan menjemput?"

Fall in Love with Sweet DevilWhere stories live. Discover now