10. Sebuah Rahasia

8.7K 1.3K 193
                                    

"HAHAHAHAHAHAHA . . ."

Gelak tawa itu meledak seketika dan menyebar ke setiap sudut apartemen Yoongi. Jinae yang saat itu hanya bisa membeku seraya memerhatikan bagaimana Yoongi tergeletak di atas karpet sambil memegangi perutnya sementara suara tawanya terdengar menggelegar, benar-benar merasa kesal setengah mati karena pria menyebalkan ini baru saja mengerjainya habis-habisan.

Oh, sial. Memangnya apa yang kau pikirkan, Ji? Sudah jelas Yoongi memang sering mengganggumu. Apa? Ibu dari anak-anaknya? Harusnya Jinae merinding saat mendengar hal itu. Bukannya malah berdegup kencang seperti terkejut saat melihat hantu. Dan sialnya lagi, apa yang baru saja dilakukan Yoongi hampir saja melumpuhkan syaraf tubuh Jinae dan membuat dirinya kembali ditarik oleh ingatan masa lalu.

"Lihat wajahmu, Ji! Astaga hahahah.." Yoongi masih sibuk dengan dunianya sendiri. Kembali terbahak saat mendapati wajah Jinae tanpa ekspresi di sana. Kedua sudut matanya sampai mengeluarkan air sedang perutnya terasa menggelitik. Yoongi benar-benar menang telak. Jinae tak mampu untuk membalas atau sekedar menyerangnya dengan umpatan menyebalkan yang Yoongi sering dengar.

Beberapa saat berlalu, namun bukan kesenangan lagi yang Yoongi dapat. Suara tawanya berangsur-angsur mereda saat perlahan kepala Jinae tertunduk dalam dan terdengar isakan kecil dari sana.

Pemuda itu segera bangkit dari posisinya. Tanpa melepas pandangan dari Jinae, ia kembali mendekat. Menyentuh pelan bahu Jinae. "Hei, kau menangis, Ji?"

Tidak ada jawaban sementara Jinae masih terisak dan menyembunyikan wajahnya. Pun membuat Yoongi dirundung rasa bersalah. Ayolah, ia hanya ingin bercanda, tidak ada maksud lain apa lagi sampai membuat Jinae menangis.

"Ji, coba lihat aku. Kau menangis?" Mengguncang pelan bahu Jinae, Yoongi berusaha membuat gadis itu mengangkat wajahnya.

"Ji, aku hanya bercㅡ"

"Apa? Bercanda?! Kau pikir ini menyenangkan, hah?! Dasar menyebalkan!"

Selepas mengutarakan perasaan kesalnya, Jinae segera bangkit dari duduknya lalu melepas sarung tangan yang ia gunakan ke atas meja secara asal. Sempat melirik Yoongi tajam, kemudian gadis itu berlalu begitu saja. Setengah berlari menuju kamarnya. Membuka pintu dengan tergesa lalu menutupnya hingga menyebabkan suara debuman keras yang cukup untuk membuat Yoongi temangu di tempatnya saat ini.

Yoongi menggaruk pelipisnya yang sebenarnya tidak terasa gatal. Memandangi pintu kamar Jinae dengan raut bingung sekaligus bersalah. "Aku kan cuma bercanda," gumamnya pelan. Sumpah, Yoongi tidak tahu kalau Jinae akan semarah ini. Lagi pula, hei, memangnya apa yang Jinae harapkan dari ucapannya barusan? Yoongi tidak bermaksud apa-apa kok. Ia hanya ingin menggoda gadis itu saja.

Sedetik kemudian Yoongi berdecak pelan. Bangkit dari duduknya dengan rasa dongkol. Berarlih untuk merapikan sisa makanan Jinae yang belum habis sepenuhnya. Ia merengut, "Ah, tidak asik." Kemudian berlalu begitu saja menuju dapur.

Tanpa Yoongi ketahui, apa yang baru saja ia sebut sebagai candaan itu mampu membuat kenangan buruk Jinae muncul kembali ke permukaan. Mati-matian Jinae mengontrol degup jantungnya yang kian menggila. Perasaan gugup bercampur takut, semuanya melebur menjadi satu. Bahkan rasanya lutut Jinae terasa lemas sampai ia hanya bisa bersandar pada daun pintu, sebelum dirinya merosot begitu saja dan jatuh terduduk di atas lantai.

Potongan memori itu perlahan-lahan kembali. Satu persatu datang dan lagi-lagi tersusun rapi di pikirannya. Jinae meremat tempat di mana jantungnya berada. Rongga dadanya terasa sesak sementara kedua matanya mulai memanas saat bayangan tentang sosok laki-laki di masa lalu kembali menghampirinya.

Perlahan mengambil napas panjang, Jinae mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. "Semua sudah berlalu, Jane. Dia tak ada di sini."

Fall in Love with Sweet DevilWhere stories live. Discover now