Pertemuan Tak Sengaja (Revisi)

138K 6.4K 13
                                    

Rio memandang Kota Jakarta dari balkon apartemennya. Ia berpegangan pada pembatas balkon seraya memejamkan matanya menikmati semilir angin malam.

Rio memang sejak lulus kuliah sudah hidup mandiri di apartemen yang berhasil ia beli dengan jerih payahnya sendiri sehingga tidak merepotkan orangtuanya padahal ia lahir dari keluarga berada. Tapi dalam hidupnya, mendapat apa yang ia inginkan sendiri lebih berkesan dan membuatnya lebih merasa bangga.

Sebenarnya ia membeli apartemen ini untuk nantinya bisa ditinggali dengan orang yang begitu ia cintai dan akan mendampinginya dalam hidup. Tapi keinginannya seketika lenyap ketika dia yang ia cintai entah pergi ke mana.

"Di mana kamu sekarang, Sha?" gumam Rio menundukkan kepalanya seraya memejamkan mata.

Ia sudah melakukan semua yang ia bisa sejak enam tahun yang lalu. Ia sudah mencari orang yang dulu begitu dekat dengan Shafa bahkan keluarganya pun tak bisa ia temukan. Entah semua seperti menutupi ini darinya.

Memang dulu ia tak bisa melakukan hal besar karena terkendala biaya. Ia tak bisa meminta bantuan pada orangtuanya karena mereka tak pernah setuju jika dia bersamanya. Yang ia lakukan adalah terus berusaha menggapai mimpinya dan mengumpulkan uang supaya bisa cepat menemukannya.

Tapi apa? Setelah ia menjadi dokter dan mempunyai banyak usaha, semua masih sama tidak ada yang berubah. Ia masih kesulitan untuk menemukannya.

Rio beranjak dari posisinya memasuki kamarnya, tak lupa ia juga menutup pintu balkon karena udaranya sudah mulai dingin. Ia duduk di sofa seraya mengambil ponsel yang berada di atas meja. Rio menyalakannya dan terpampanglah foto dirinya menggenggam kedua tangan Shafa saat ia memintanya untuk menjadi kekasih.

Di dalam foto itu, Shafa tersenyum malu membuat dirinya saat itu tergelak. Jujur saja, ia begitu merindukan momen itu.

Lamunan Rio seketika buyar ketika melihat panggilan telpon dari papanya. Ia menggeser tombol hijau lalu mendekatkan pada telinga kanannya.

"Halo" ucap Rio mengawali.

"Kamu ada waktu kan minggu depan?" tanya papanya di sebrang sana tanpa ada basa-basi.

"Kenapa?" tanya Rio tanpa menjawabnya.

Rio mendengar helaan napas dalam dari papanya tapi ia hanya diam, "Papa mengadakan acara makan malam di rumah. Jadi, datanglah!" pinta papanya membuat Rio beberapa detik hanya terdiam.

Hubungannya dengan papanya mulai renggang ketika papanya dengan tegas menyuruhnya untuk menjauhi Shafa tanpa sebab. Bahkan setelah ia baru saja lulus SMA langsung dikirim belajar di Inggris untuk mengejar gelar dokternya membuat ia tak bisa mencari Shafa karena lebih fokus pada kuliahnya.

"Untuk apa?" tanya Rio.

"Papa ingin menjodohkan kamu dengan seseorang. Papa nggak ingin kamu terus melajang di usia yang memang sudah cukup untuk menikah" desak papanya membuat Rio berdecak kesal.

"Please, Yo. Apa kamu nggak mikir perasaan mamamu? Dia terus berharap anak lelakinya segera melepas masa lajangnya" lanjutnya membuat Rio terdiam. Mamanya saja pernah menangis di hadapannya memintanya untuk segera menikah. Sebagai anak, ia tentu tidak tega melihat air mata di pipi orang yang sangat ia sayangi.

'Apa ini waktunya gue nyerah?' batin Rio seraya terus berpikir. Ia bahkan sudah menolak lima perempuan yang dijodohkan dengannya demi bisa bersama Shafa.

"Akan aku pikirkan" putus Rio.

"Okeh, papa akan kirim fotonya ke kamu" ujar papanya dan disetujui oleh Rio. Rio memutuskan panggilannya lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.
Harapannya tentang Shafa memang sudah membuatnya sedikit menyerah karena tidak ada hasil apapun yang ia dapat. Mungkin ini saatnya ia membalas budi pada orangtuanya dengan menikahi perempuan yang dipilihkan untuknya walau tanpa cinta.

MY BELOVED DOCTORWhere stories live. Discover now