Ketiga Kali (Revisi)

130K 5.9K 17
                                    

Pagi harinya, Vania turun dari kamarnya berjalan ke arah meja makan. Ia melihat orangtuanya, kakak serta kakak iparnya sudah menunggu di meja.

"Hello spada, selamat pagi semua" seru Vania lalu mencium pipi mamanya.

"Sumpah, suara lo kayak toa" sindir Nafis seraya mengusap kedua telinganya.

"Yeeee syirik aja lo" balas Vania menatap kesal ke arah kakaknya.

Nafis merupakan kakak satu-satunya yang dimiliki Vania. Usia mereka terpaut enam tahun. Walau seperti itu, hubungan mereka seperti Tom and Jerry yang selalu bertengkar setiap bertemu.

Nafis telah menikah tiga tahun yang lalu dengan kekasih yang sudah ia pacari selama enam tahun dan sekarang sudah memiliki seorang puteri berusia setahun yang begitu cantik bernama Izzana Camelia Rahadian. Sedangkan kakak iparnya bernama Inama Kartika.

"Gimana? Sudah positif mau kerja di sini?" tanya papanya mengalihkan perdebatan kakak adik.

"Iya, Pa" jawab Nafis sekenanya. Nafis merupakan dokter umum di salah satu rumah sakit pemerintah di Bandung. Tetapi, sekarang dipindah tugaskan di Jakarta.

"Kamu tinggal di sini aja, Fis. Biar mama bisa terus ketemu Izza" timpal mamanya yang baru saja duduk di hadapannya.

"Nafis udah beli rumah. Ya walaupun nggak sebesar ini" tolak Nafis secara halus.

"Ya sudah terserah kamu aja" putus mamanya dan diangguki oleh Nafis.

"Van" panggil papanya membuat Vania menghentikan melahap makanannya. Ia menjawab panggilan papanya hanya dengan anggukan kepala karena mulutnya masih penuh.

"Papa sudah jodohkan kamu sama anak temen papa" sontak Vania yang mendengarnya langsung tersedak seraya memukul meja. Mama Vania sontak menuangkan air putih dan memberikannya pada Vania. Vania menerimanya dan langsung meminumnya sampai tandas.

Bukan hanya Vania yang terkejut, bahkan Nafis dan Ima juga sama terkejutnya. Mereka kira papanya hanya bercanda kemarin soal menjodohkan Vania.

"Pa! Maksud papa apa? Vania nggak mau dijodoh-jodohin" protes Vania dengan ekspresi kesalnya.

"Ini sudah keputusan papa" tegas papanya membuat Vania berdecak kesal.

"Pa, aku masih baru 23 tahun dan aku masih mau seneng-seneng, Pa" protes Vania kembali seraya berdiri dari kursinya.

"Van, duduk!" titah mamanya dan hanya diacuhkan oleh Vania.

"Pokoknya aku nggak mau!" tegas Vania lalu beranjak dari kursinya. Ia berlalu meninggalkan meja makan dan langsung keluar dari rumah. Orangtuanya hanya bisa menghela napas dalam, sedangkan Nafis hanya bisa diam dan melanjutkan melahap makanannya.

Vania berangkat ke sekolah dengan perasaan kesal. Selama di perjalanan ia terus menggerutu, ditambah lagi dengan jalanan macet yang membuat perasaannya semakin dongkol.

"Emang ini jamannya Siti Nurbaya? Pakek jodoh-jodohan segala" gerutu Vania.

Di lain tempat, Rio, Nadia, dan Aznar sedang mempersiapkan bahan materi mereka untuk sosialisasi di salah satu SMA di Jakarta sesuai dengan anjuran pemerintah tentang maraknya narkoba dan seks bebas di kalangan remaja.

Ia sebenarnya tidak ikut karena bukan kewenangannya dalam hal ini. Tetapi karena Dokter Keira izin. Jadinya, dialah yang terpaksa menggantikannya karena jadwalnya lebih longgar.

Setelah sampai di parkiran depan sekolah, Rio, Nadia, dan Aznar bergegas menuju kantor guru. Sesampainya di sana, mereka langsung disambut oleh kepala sekolah dan beberapa guru.

"Dokter Rio udah nikah?" tanya seorang guru perempuan bernama Bu Yuni yang menjabat sebagai wakil kepala sekolah.

"Belum, Bu" jawab Rio dengan tersenyum tipis.

MY BELOVED DOCTORWhere stories live. Discover now