PROLOG

24 0 0
                                    

Panggilannya Nah. Gadis berperawakan tinggi dengan badan ideal. Punya mata tajam dengan bulu mata khasnya yang lentik dan hidung mancung ke arab-an. Matanya coklat agak kebiruan khas keturunan portugis.   Lengkapnya, Nisa An-Nahla, yang artinya perempuan lebah. Gadis Aceh dan masih punya keturunan arab dari garis Ayahnya dan Portugis dari Ibunya. Kata orang tuanya, maksud dari namanya adalah perempuan yang selalu membawa manfaat di mana pun berada, seperti lebah. Saat terbang, saat hinggap, atau saat singgah dimana pun.

Nah lahir dan besar di Banda Aceh. Namun sejak Tsunami menghempas daratan serambi Mekkah di tahun 2004, Nah dan sekeluarga pindah ke Bandung. Setelah lulus SMA di Bandung, Ia merantau ke Yogyakarta untuk kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka. Ia dikenal sebagai perempuan yang periang dan energik di lingkungan kampus. Ia sering mengikuti banyak kegiatan kerelawanan di luar kampus, khususnya di bidang Psikologi dan Pendidikan. Ia telah berhasil menuntaskan studi S1 Psikologinya dengan konsentrasi psikologi pendidikan. Ia berhasil dengan targetnya lulus 3.5 tahun dan semester ini Ia akan diwisuda.

Selesai sidang skripsi dan dinyatakan lulus, senangnya bukan main. Selama proses menyelesaikannya, dia rela menunda kesenangannya sementara, hobi travelingnya, ajakan menggiurkan  teman-temannya untuk naik gunung dan segala hal yang menggodanya. Di sela-sela menunggu wisuda, Nah mendaftar sebuah program relawan mengajar ke pelosok Indonesia selama satu tahun.  Itu adalah mimpinya sejak awal berada di bangku kuliah. Ia bahkan menuliskan mimpinya itu di dinding kamar kos sejak bertahun-tahun lalu.
“AKU AKAN BERANGKAT KE PELOSOK”, begitu tulisnya.

Jika lolos syukur, jika tidak pun tak apa-apa. Ia akan mencobanya lagi. Toh Nah sadar, mendaftar program itu seperti daftar ke perusahaan besar. Kabarnya susah sekali, saingannya banyak dan seleksinya ketat. Tapi Nah maju saja. Namun, ia juga bingung akan kemana ia setelah lulus. Teman-temannya yang tahu ia mendaftar program itu, beberapa mendukungnya, tapi tak sedikit juga yang mencibirnya. 
“Ha? Ke pelosok? Kamu berani Nah? Kan bahaya di pelosok"
Atau kalimat
“Ngapain ke pelosok? Resikonya banyak. Kerjaan enak di kota Nah.”

Siapa bilang kerjaan di kota enak? Pikiran Nah melayang ketika ingat kalimat-kalimat dari teman-temannya yang kurang mendukungnya. Ia sadar bahwa dimana pun tak ada yang 100% enak. Karena hidup ini tidak hanya tentang enak-enaknya saja. Hidup ini tentang mudah dan sulit. Nah bisa saja memilih untuk tinggal di kota besar, bekerja di perusahaan atau institusi, mendapatkan gaji yang lumayan dan hidup mapan. Begitu lah anggapan orang kebanyakan tentang kelanjutan masa depan usai studi. Tapi tidak dengan Nah. Ia memilih untuk melawan arus. Melakukan hal yang tidak lumrah dilakukan oleh sebayanya, yaitu mengabdi ke pelosok, belajar di sana, melihat denyut nadi Indonesia, menyentuh tangan-tangan mungil penerus negeri, lalu ia ingin bermanfaat di sana nantinya. 


KESEMPATAN KEDUA (NAMANYA NAH) Where stories live. Discover now