UCHA

4 0 0
                                    

* * *
Nah mengantuk sekali, tapi tubuhnya tidak bisa untuk diajak berkompromi. Tubuhnya sudah menghadap langit-langit atap kamar, siap untuk pergi ke alam mimpi, tapi pikirannya menerawang jauh ke angkasa. Padahal ia berharap tidak ingin memikirkan apapun, karena lusa ia yudisium. Ia ingin bebas dan bermalas untuk beberapa hari ke depan. Nah teringat akan perasaannya. Ia sudah lama membenamkan diri dengan kesibukan untuk melupakan perasaanya kepada teman baiknya sendiri. Kurang lebih sudah 4 tahun lamanya, sejak Nah menyadari ada perasaan yang tak biasa. Sejak ketika mereka bersama 5 teman lainnya naik gunung Merbabu di 2010. Waktu yang tidak singkat untuk menyimpan perasaan kepada seseorang. Nah sendiri merasa ia harus menyingkirkan perasaan itu karena bagaimanapun mereka sering bertemu saat itu.

Tapi Nah sudah lama tak bertemu dengannya, tidak melakukan perjalanan bersama, seperti naik gunung atau touring antar kota, yang sering mereka lakukan. Terakhir mereka bertemu adalah di masjid kampus. Ketika Nah masih mondar-mandir mencari responden untuk skripsinya. Sekitar 3 bulan lalu.
Nah kembali memikirkan percakapan terakhir kalinya dengan Ucha, pria yang selalu lalu lalang di pikirannya.


"Woy. Nah. Sok sibuk amat kau. Haha Mau ke mana?"
"Whaha. Jelas sibuk dong. Kayak baru kenal aku tadi Subuh aja. Mau ketemu calon jodoh. Haha. Eh, calon responden maksud aku. Wkwkw. Doain lancar ya. Mei wisuda nih." Jawab singkat Nah
"Enak aja. Haha. aku yang wisuda bulan Mei woy! Maaf ya aku duluan"
"Mana ada pak dokter wisuda mei. Percobaan tikus masih gagal kan. Sampe 100 tikus dulu baru wisuda. Wkwkwk" kelakar Nah
"KZL. Dasar kamu! Nah. Awas aja"
"Hahahaha. Dah pak dok ya.. Aku buru-buru nih mau ketemu respondeku. Bye. Salam buat tikusnya". Kata Nah sambil berlalu meninggalkan sosok laki-laki yang sudah lama tak ia jumpai di kampus

"Hatching" Nah bersin karena mencium debu di dalam kamarnya.

Debu yang berasal dari rak buku yang sudah lama tidak ia bersihkan. Lalu ia memandangi sekeliling kamarnya yang gelap karena lampu sudah ia matikan. Yang terlihat hanya beberapa buku kuliah dengan cover cerah dan tumpukan kertas skripsi yang menggunung di pojok kamar. Ia ingat kertas-kertas berdebu, bertuliskan sebuah nama yang ia simpan diam-diam, yang ia doakan dalam-dalam. Tapi Nah menyobeknya sudah lama karena ia begitu ingin melupakan perasaannya. Ia khawatir perasaannya akan membuat persahabatan mereka akan tidak baik-baik saja.

Nyatanya ia tak bisa melupakan sosok itu. Justru semakin menjadi-jadi. Rasa yang semestinya ia kehendaki untuk pergi, namun malah justru mengusik hari-hari. Bahkan menjadi air mata di bawah rinai hujan. Menjadi gelisah di antara gesekan ilalang di tanah gersang. Menjadi takut di sela pepohonan perdu. Hanya karena keinginannya melupakan perasaan itu, Nah jadi tak karuan. Pun hubungan pertemanan mereka.
"Perasaan ini masih ada. Begitu kuat"
"Aku harus mengatakannya. Segera. Sebelum aku pergi" gumamnya dalam hati
Dalam gumamannya Nah tertidur.

* * *

Panggilannya Ucha, mahasiswa kedokteran hewan, satu angkatan dengan Nah. Laki-laki asli Yogyakarta. Lengkapnya Ucha putra. Panggilannya berasal dari kata nama aslinya Musa -- Ucha. Ia lahir dan besar di Sleman dan tak pernah meninggalkan Yogyakarta hingga kuliah. Untuk ukuran laki-laki ia tak begitu tinggi. Penampilannya sporty dan rapi, Ucha selalu nampak smart dan supel. Ia terbiasa memakai kemeja polo putih atau abu-abu dengan celana jeans hitam dan sepatu kets. Nah dan Ucha berteman karena satu komunitas di Mountain Lover. Mereka pertama kali bertemu adalah ketika sama-sama sedang membaca pengumuman pendaftaran moutain lover di board student centre kampus. Semenjak itu mereka sering melakukan perjalanan bersama mendaki berbagai gunung, meskipun baru Jawa Tengah.

Ucha sendiri adalah pemerhati lingkungan. Ia juga masuk ke komunitas lingkungan Yogyakarta, dan pecinta flora fauna Yogyakarta sejak SMA. Wajar saja ia masuk ke kedokteran hewan. Tak sampai situ saja. Otaknya telah dipenuhi ribuan nama species hewan dan jenis tanaman. Kecintaannya terhadap lingkungan membuatnya sangat getol untuk menyuarakan isu lingkungan dimana-mana. Bahkan ketika ngobrol dengan Nah yang dibahas adalah tentang sampah, pohon, kertas, air, plastik dan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan. Di jurusan, Ucha termasuk salah satu mahasiswa yang sangat menonjol. Selain cerdas, dia juga aktif di kegiatan sosial. Meskipun ia terkenal juga sebagai mahasiswa suka terlambat masuk kelas dan bolos beberapa mata kuliah, tak membuat teman-teman perempuan di fakultasnya undur diri dari deretan fans.

Sudah lama ia tak bertemu dengan Nah. Membicarakan efek rumah kaca, kebakaran hutan di mana-mana dan tentang masa depan alam. Juga dengan Nah, yang tak lagi membicarakan tentang anak, kesehatan jiwa manusia dan pendidikan yang sehat untuk masa depan. Hubungan komunikasi mereka pun kurang baik sejak Nah bergabung ke Forum Psikologi Nasional. Bisa disebut lost contact. Nah tak lagi menghubunginya. Begitu pun Ucha yang juga tenggelam dengan kegiatan lingkungannya. Tak lagi bertegur sapa. Nah begitu dipercaya sehingga diamanahkan untuk berbagai peranan penting di sana. Jikalau bertemu di kampus, mereka hanya bertegur sapa. Bertanya kabar dan progress skripsi masing-masing, lalu pamit undur diri. Begitu saja.

Beberapa kali naik gunung bersama di awal masa kuliah, membuat mereka semakin akrab, juga dengan dua orang teman yang lain. Alam dan Ghe. Mereka adalah 4 sekawan yang terpisahkan pada awalnya Alam, Ucha, Nah dan Ghe. Mereka punya warung favorit dekat kampus, namanya angkringan Mbok Ju. Namun di tahun ke tiga kuliah mereka sudah sangat jarang bersama. Yang terlihat hanya Alam dan Ucha. Kebetulan mereka satu sekolah sejak SMA. Sedangkan Nah dan Ghe pernah sama-sama tinggal di asrama kampus, di tahun pertama mereka kuliah. Tapi, di tahun ke dua mereka berpisah karena nge kost di tempat yang berbeda di dekat kampus.
Ucha sebenarnya sering melihat Nah di kampus mondar-mandir di sekitaran masjid atau melihat motornya di student centre. "Mungkin lagi mencari Wifi." Pikirnya. Atau di tengah kota, tiba-tiba melihat Nah dari jauh sedang naik motor kesayangannya, ketika sama-sama berhenti di lampu merah. Ucha tak bisa menyapa karena terlalu jauh jarak motor mereka. Lalu kadang Ucha juga melihat postingan Nah di sosial media tentang kegiatannya. Diam-diam Ucha juga memperhatikan sahabatnya itu.

KESEMPATAN KEDUA (NAMANYA NAH) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang