LET IT BE

4 0 0
                                    

Amplop coklat bertuliskan nama pengirimnya.
Ucha Putra
Sleman, Yoyakarta

Nah membuka amplop itu ragu - ragu.  Antara ingin tahu tapi tak tak mau.  Di kamar kecilnya,  wajahnya datar.  Pelan-pelan ia ambil kertas putih di dalamnya dan membukanya dengan tatapan tajam.  Belum ia baca tangannya sudah mulai dingin. Tak kuasa.

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Selamat pagi Nah!.
Aku gak tahu kapan kamu akan menerima surat ini dan membacanya. Bisa saja, siang, sore, senja, malam. Tapi kapan pun itu, aku harap semangatmu selalu seperti pagi hari. Seperti biasanya. Titip salam untuk anak-anakmu. Mereka beruntung bertemu denganmu. Alam bilang, jika aku mengirimkan sesuatu dari Jawa, bisa saja, sebulan kemudian baru sampai di pulaumu. Tentu aku mengerti apa yang dimaksud Alam. Meskipun aku gak tahu dimana letak pulau mu dan bagaimana kondisinya, aku cukup bisa membayangkan betapa jauhnya itu. Aku minta maaf jika balasanku cukup lama. Aku juga tidak bisa menjanjikan kapan aku membalasanya, seperti yang aku bilang dulu ke kamu saat wisudamu. Tapi sudah aku usahakan ini adalah waktu terbaik yang udah diatur buat aku bisa bales pesanmu 5 bulan lalu.

Kamu tahu kan Nah, aku gak pandai penulis sepertimu.. Hahaha. Tahu sendiri kenapa skripsiku lama selesai, karena aku gak bisa menyusun kata-kata. Wkw. Ah. Mungkin emang karena letak tangan lebih jauh dari kepala dari pada mulut. Jadi, emmm, aku juga agak bingung bagaimana menyampaikannya. Begini. Sebelumnya, terima kasih atas semuanya selama ini. Jujur aku kaget. Tapi sungguh, kekagetanku tak berdasar, karena aku mungkin kurang peka selama ini.. Begitu kata Alam dan Ghe. Aku mengapresiasi keberanian dan kejujuranmu Nah untuk menyampaikan semuanya.
Aku tahu, ketika kamu berani menyampaikan pesanmu, berarti kamu juga sudah siap dengan segala jawabannya Nah. Selama ini, aku hanya menganggapmu teman, sahabat Nah. Tidak lebih dari itu. Aku memang mengagumi mu Nah. Kagum sebagai teman yang menurutku wajar. Tapi, jika kamu menangkap semuanya lebih dari teman, aku mohon maaf. Jika sikap dan tingkahku selama ini kurang tepat. I am so sorry. Mungkin aku yang gak bisa menempatkan diriku. Maafkan jika apa yang aku katakan ini membuatmu kecewa . Aku minta maaf. Aku pun tidak ingin menjanjikan apapun karena aku tahu kamu butuh jawaban pasti dan secepatnya. Aku tidak ingin menjadi penghalangmu untuk menemukan hidupmu sendiri Nah. Sejujurnya, aku belum terpikirkan untuk menikah dalam kurun dekat atau 2-3 tahun yang akan datang Nah, kamu tahu itu kan. Tapi aku juga tidak mau membuatmu berharap. Bisa saja tahun depan atau di pulau yang katamu surga itu, kamu menemukan yang terbaik untuk mendampingimu. Bisa saja setelah penempatan, ada orang mengetuk pintu rumahmu, memintamu kepada Ayah dan ingin menggenapkanmu. Aku tidak ingin seakan menutup pintumu. Aku tidak ingin menutup pintumu untuk hal baik di depan sana. Maaf aku gak bisa..  You’re incredible. Jalanmu masih panjang dan terbentang di sana. Maka dengan berat hati, mohon maaf sebelumnya. Terima kasih untuk permintaanmu, kesediaanmu dan keberanianmu.

Nah, jika ini yang terjadi. Let it be. Seperti yang kamu bilang. Jika hitam biarkan hitam. Jika putih biarlah putih. Maka biarlah pesan ini jadi alasan kamu untuk tidak berharap kepadaku. Berharaplah kepada Allah SWT Nah. Ia lah yang akan menuntunmu menemukan jalan hidup yang terbaik. Percayalah. Ku harap kamu semakin tegar dan gagah di ujung negeri sana. Setelah kamu pulang, ku harap, persahabatan kita kembali seperti semula. Semoga pesan ini cukup jelas bagimu ya Nah. Aku tahu, usai kamu membaca ini, mungkin kamu akan gak baik-baik saja. Gak apa-apa Nah. Aku mengerti. Menangislah jika kamu ingin. Jangan ditahan jika itu membuatmu sakit kerongkongan. Pergilah ke pantai dan berteriak jika itu membuat perasaanmu lebih baik. Jika perlu buang saja surat ini jika itu hanya membuatmu sakit.

Ku harap perasaanmu lekas sembuh Nah. Sekali lagi, kuucapkan terima kasih sudah berjuang sejauh ini, bertahan selama ini dan setegar ini. Aku tahu kamu perempuan yang tangguh. You deserve someone better Nah! Sampai ketemu tahun depan. Baik-baik di sana. Selamat melanjutkan hidup Nah! Jangan lupa bahagia.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Your Best Friend
Ucha

***

Pagi masih gelap. Matahari mengintip malu-malu di ufuk timur. Angin pantai masih kencang menerpa Nah yang berjalan ke pantai dan mengibaskan jilbab yang ia pakai. Rumah Nah hanya berjarak 150 meter dari bibir pantai.  Pasir putih pantai terlihat berkilau meski hanya terkena cahaya redup fajar lewat celah-celan pohon kelapa. Nah sengaja pagi-pagi menuju pantai, sebelum ia berangkat sekolah. Ayam-ayam sekali-kali berkokok. Sahut menyahut dengan burung-burung yang berkicauan merdu di pantai. Ia ingin membereskan perasaannya usai membaca pesan semalam. Nah tidak menangis semalaman. Tangan dan kakinya hanya berkeringat dingin. Perasaanya datar seperti wajahnya di gelapnya malam. Tidak ada suara dari bibirnya. Hanya degupan jantung yang lebih cepat dari biasanya. Nah membasahi kakinya ke laut hingga lutut. Merasakan dinginnya air laut. Ia melihat beberapa ikan berwarna-warni berenang di sekitar kakinya, saking jernih dan bersihnya air laut.  Hidup memang tentang pilihan. Nah telah memilih. Ia tiba-tiba menitikkan air matanya dan menangis sejadi-jadinya. Alam menyaksikannya.
Hidup akan terus berlanjut. Betatapun kecewanya perasaan Nah, ia tahu bahwa esok ada takdir yang menunggu dijemput. Ia yakin bahwa tidak ada yang perlu dicemaskan dalam hidup. Karena segalanya telah diatur sedemikian rupa secara terperinci. Bahkan di tiap detiknya. Tugas sebagai manusia adalah berprasangka yang baik, berusaha dan berdoa. Nah sadar, ada takdir yang sedang menantinya. Ada waktu terbaik di mana takdir ditemukan.  Ia harap, ia bisa menyembuhkan perasaannya dengan cepat, lalu melanjutkan hari-hari dengan lebih baik lagi, lebih bahagia lagi.

“Terima kasih,” Bisiknya kepada ombak.

KESEMPATAN KEDUA (NAMANYA NAH) Where stories live. Discover now