Bab 6

2.3K 316 12
                                    

Bab 6
Kecurigaan

Aku dibuat tak percaya dengan apa yang terjadi padaku, entah bagaimana caranya aku bisa masuk ke dalam dunia yang aku ciptakan sendiri? Tapi dengan rentetan kejadian yang aku alami diluar ekspektasi ku! Ini sama saja aku hidup di tubuh orang lain?!

"Apa aku menemukan batu ajaib yang membawaku kesini? Atau mungkin lorong waktu? Hahaha ... tidak masuk akal! Lalu apa yang selanjutkan akan terjadi padaku?" gumamku seorang diri sambil tidur terlentang diatas lantai, menatap langit-langit kamar.

Bagaimana dengan pekerjaan ku di kantor nanti? Pak Tama pasti kerepotan dengan semuanya, atau malah ia menggantikan posisiku dengan orang lain? Jangan ... itu jangan sampai terjadi. "Argghh!! Tidak ini tidak boleh terjadi" ucapku segera bangkit dan berjalan menuju dapur yang letaknya sungguh sangat dekat.

Ukuran rumah ini begitu minimalis, hanya ada satu kamar, dapur, kamar mandi juga ruang tengah yang kecil tanpa berbagai perabotan yang mahal. Ah, aku sungguh pandai membuat suasana rumah ini begitu memilukan dan aku merasakannya!

Suara perutku terdengar begitu kencang, ah ... aku bisa lapar juga ternyata. Aku mulai membuka isi lemari dan ternyata isinya kosong! Astaghfirullahhalazim.

Lalu apa yang bisa aku makan siang ini? Dengan segera aku berlari kembali ke dalam kamar, meraih dompet dan melihat isinya yang sungguh menghawatirkan.

Jika di dunia nyata, begitu aku lapar maka aku akan segera memesannya secara mudah. Gajiku cukup untuk memenuhi semua kebutuhan ku termasuk untuk mengirimkan pada kedua orangtua di Bandung. Tapi sekarang? Kemana aku harus meminta makan? Siapa yang aku kenal disini? Ah, tidak lucu jika aku mati kelaparan di ceritaku sendiri!

Selagi aku masih berpikir, sebuah notif pesan masuk kedalam ponsel yang tergeletak di atas meja belajar. Aku meraih dan membacanya.

Owner Cafe : Mikaela! Hari jangan terlambat lagi. Cafe akan ramai!

Aku membelalakkan mata tak percaya, betapa menyeramkannya Nenek Lampir itu! Maka dengan segera aku mengganti nama kontak sang pemilik Cafe dengan sebutan 'Nenek Lampir'

Baiklah, hari ini aku akan bekerja kembali. Uang tip dari para pelanggan mungkin akan sangat banyak.

***

"Apa yang kamu lakukan diujung sana?" tanya Alvaro yang sudah berdiri di pintu masuk.

Aku membalikan badan, "Tolong aku ... kucing itu tidak mau menjauh dariku" ucapku gemetaran.

Alvaro terkekeh, ia sepertinya begitu puas melihat kondisiku saat ini yang memegang gagang sapu begitu erat.

"Astaga! Kamu benar-benar penipu ulung! Bagaimana bisa ketakutan seperti ini dan seolah-olah menyukai binatang dengan mengikuti perkumpulan para pencinta bintang!" ujar Alvaro menarik lenganku.

"Pecinta binatang itu Mikaela! Sedangkan aku? Aku tidak menyukainya!" jawabku berteriak dan bersembunyi dibalik tubuh Alvaro.

"Aku akan memasukkan kucing-kucing ini ke dalam kandang dulu, kamu bisa mulai menyapu ruangan ini" ujar Alvaro, diangguk ku setuju.

Setidaknya ada gunanya juga aku menciptakan karakter Alvaro yang menyebalkan kedalam cerita Mikaela. Mirip sekali tingkahnya, aku hanya melihat Alvaro dalam versi muda di sini.

"Hei, apa kamu mau terus memandangiku? Tanpa mengerjakan sesuatu? Cepatlah! Apa kamu mau Ibu galak itu memarahi mu lagi?" teriak Alvaro membuatku tersadar.

Aku mulai menyapu dan merapikan ruangan, sedangkan Alvaro memberi makan kucing-kucing menyeramkan itu agar bisa berkelakuan manis di depan pelanggan.

"Apa itu cara menyapu yang benar?" cibir Alvaro menatapku.

"Kamu pikir aku pandai menggunakan ini?" balasku mengangkat sapu kesal. "Asal kamu tau, aku tidak menyukai ini! Jangankan untuk merapikan tempat seperti ini, di rumah pun aku meminta Go Clean untuk membersihkan rumahku setiap minggu!" ocehku membuat Alvaro menganga, ah ... dia tidak akan mengerti dengan apa yang ku katakan barusan!

"Aku mencurigai mu!" ceplosnya menatapku tajam.

Aih, tatapan matanya seolah akan membunuhku saat ini juga.

"Aku harus membantu Nenek Sihir dibawah merapikan meja, kamu bisa menyelesaikan pekerjaanmu yang lain!" ucapku, segera keluar dari ruangan dan turun ke bawah.

***

"Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanyaku ketus, lagi pula apa yang salah pada wajahku saat ini hingga Alvaro memperhatikan ku begitu lekat.

"Apa Kevin tidak salah memilih wanita seperti dirimu?" gumamnya sambil menaikan sebelah bibir, seolah tengah melecehkan.

Aku mulai menyukai topik pembicaraan ini, ku geser posisi kursi plastik yang tengah diduduki menjadi lebih rapat dengan Alvaro. "Hei, apa Kevin menyukai Mikaela? Apa yang dia suka? Aku harus mengetahui lebih dalam" tanyaku, Alvaro memicingkan matanya.

"Kenapa kamu menggeser kursi mu ini!" ucapnya mendorong kursiku dengan kaki panjangnya. Menyebalkan! "Aku tidak membuka sesi tanya jawab, tanya saja pada penulis cerita ini!" jawab Alvaro sontak membuatku hampir mati terkena serangan jantung.

"Penulis cerita? Maksudnya?" tanyaku gelagapan.

Alvaro kembali meneguk air mineral dengan rakus. "Hahaha ada apa dengan wajahmu? Sudah jelas jika jalan hidup kita itu tertulis. Apa kamu tidak percaya adanya Tuhan?"

Ucapannya kali ini benar juga, membuatku tertampar!

"Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi" jawabku singkat, meraih lap yang berada dihadapan lalu bangkit.

"Mau kemana?" tanyanya.

"Kembali bekerja! Aku ingin cepat pulang!" jawabku sambil membuang muka. Ah, pada dasarnya Alvaro memang tidak bisa diajak bicara!

Tiba-tiba bahuku ditahan. "Setidaknya makanlah dulu rotimu" ujar Alvaro menarik tubuhku untuk kembali duduk.

"Aku tidak ingin makan dulu--" namun ucapan ku terhenti karena kini mulutku sudah disumpal mengunakan roti oleh pria menyebalkan yang sudah berlalu meninggalkanku.

"Menyebalkan!" gerutu ku sambil mengunyah roti yang terlanjur sudah masuk ke dalam mulut. "Wah, enak" tambahku lagi.

***







To be continued

TRAPPEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang