Bab 16

1.2K 198 7
                                    

Bab 16
Sang Penguntit Terciduk!

Aku keluar dari dalam rumah, pagi ini begitu cerah. Semoga saja hari libur kali ini aku bisa sedikit tenang, tanpa ada teriakan Nenek Sihir di Cafe dan gangguan Nenek Lampir Tiara, yang terpenting hari ini aku tidak mau belajar! Aku muak! Aku mual! dan hampir gila memikirkan ucapan Kepala sekolah itu!

Sambil meregangkan otot-otot tubuh aku memeriksa keadaan sekitar rumah, banyak para lansia berjalan kecil melewati depan rumahku. Jalan rumah Mikaela sengaja aku buat tidak begitu besar, seolah tinggal disebuah perkampungan namun begitu bersih dan tertata rapih.

Aku kembali tersenyum saat melihat pasangan suami-istri yang usianya sudah rentan namun masih berjalan bergandengan tangan seperti kedua orangtuaku. Astaga! Apa kabarnya mereka? Apa mereka mungkin mencari ku?

Tiba-tiba terdengar suara pot bunga yang terjatuh, membuatku segera menghampiri sumber suara. Betapa kagetnya aku saat melihat siapa yang berada di hadapanku.

"Apa yang kamu lakukan anak muda di pagi seperti ini?" teriak tetanggaku sambil bertolak pinggang. "Ah, kamu pasti ingin mengintip anak-anak gadis di sini kan? Ah, astaga ..."

"Alvaro?" gumamku pelan.

Namun Alvaro segera melihatku, ia segera tersenyum dan berlari ke arahku. "Bukan Pak, saya mau bertemu teman saya ini" terangnya sambil bersembunyi dibelakang tubuhku yang sama sekali tidak bisa menutupi tubuh tinggi miliknya.

"Apa ini temanmu?" tanya tetanggaku.

Aku menatap Alvaro, lalu mengangguk pelan. "Kita tidak punya janji bukan?" tanyaku polos.

Alvaro menutup mulutku dengan telapak tangannya. "Ah, kamu sungguh pelupa. Baiklah Pak, rumah teman saya sudah ketemu. Kami permisi ... sampai jumpa" pamit Alvaro menarik tubuhku.

Aku melepaskan tangan Alvaro dari bibirku. "Aish, tanganmu itu kotor! Apa yang kamu lakukan disini? Wah, aku sama sekali tidak menyangka jika kamu ini cabul!" ucapku sambil menggelengkan kepala.

"Tutup mulutmu! Siapa yang cabul? Wajah seperti ini dimana sisi cabulnya? Aish, aku lapar makannya aku mencari makanan sekitar sini" dalihnya, aku hanya mampu terkekeh mendengar alasannya yang sungguh sangat dipaksakan. "Kenapa kamu tertawa? Sungguh, aku ini sangat lapar!"

"Pergilah, cari makanan diujung jalan sana! Aku akan kembali kedalam rumah" selaku, berbalik dan segera membuka pintu rumah.

"Mikaela, apa kamu tega membiarkan aku makan sendirian? Masalahnya aku tidak membawa uang" potongnya.

Aku terdiam, lalu melihatnya kembali dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kenapa harus aku sia-siakan kedatangannya ke rumahku?

"Akan kuberikan kamu sarapan kelas atas! Tapi dengan syarat, karena tidak ada yang gratis di dunia ini"

Dengan begitu yakin, Alvaro mengangguk dan segera masuk ke dalam rumahku malah ia menutup pintunya membuatku terperanjat kaget.

"Aish, manusia gila!" teriakku kesal, lalu menyusulnya masuk ke dalam rumah.

***

"Hey, apa ini yang kamu maksud persyaratan? Astaga, kenapa ada gadis jorok sekali seperti mu?" keluh Alvaro sambil merapikan posisi meja yang memang tidak beraturan. "Apa lagi ini?" pekiknya sambil melihat ke arah pojok, "Kamu menyimpan bungkus mie instan di sini? Dan didalamnya masih ada sisa bumbunya? Apa kamu memakannya secara langsung?" teriaknya.

TRAPPEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang