Untake My Life-48

44.6K 2.3K 42
                                    

Azqa POV

     Aku dan Rana sedang duduk di sofa, kami sedang berada di dalam kamar bayi kami. Kami tengah menatap sekeliling kamar bayi yang sudah kami siapkan sejak dua bulan yang lalu. Kamar bayi kami begitu indah dan nyaman. Aku dan Ranalah yang mendekor serta menghias kamar ini.

"Aku sudah tidak sabar menggendong buah hatiku," gumam Rana seraya mengelus perutnya.

Aku ikut mengelus dan mengusap puncak kepala isteriku, "Aku juga. Tidak lama lagi, sayang. Kita tinggal menunggu waktunya saja. Rana, sebenarnya aku tidak tega melihatmu membawa perutmu yang besar itu."

Rana terkekeh, "Sudah kodratnya sebagai wanita."

Rana menyandarkan kepalanya dipundakku.

"Sebaiknya kau tidur, sayang. Ini sudah jam sepuluh malam. Ayo!" ajakku.

Aku beranjak dan menggenggam tangan isteriku untuk membantunya berdiri. Namun, tiba-tiba saja Rana mendadak meringis kesakitan dan kembali duduk. Ia berpeluh keringat. Aku panik dan bingung melihatnya. Rana mencekal tanganku yang menggenggam tangannya, dia mengeluh kesakitan. Sungguh, aku tidak tega melihatnya kesakitan seperti ini.

"ROTH!!!!!" teriakku keras.

Pintu terbuka dan Roth datang tergesa-gesa, dia datang bersama Pedro. Aku langsung menyuruh Roth menyiapkan mobil. Tanpa berpikir panjang, aku mengangkat tubuh isteriku dengan hati-hati lalu membopongnya keluar. Pedro mengekoriku. Roth membukakan pintu mobilnya dan aku meletakkan tubuh isteriku di bagian belakang. Ku baringkan kepalanya diatas pahaku. Rana masih mencekal tanganku, ia tidak lepas menatapku dan sesekali memejamkan matanya. Aku menyeka peluh keringatnya, wajahnya begitu pucat.

"Bisakah kau percepat laju mobil?! Demi Tuhan, isteriku kesakitan!" kataku.

"Lebih cepat lagi, Roth!" sambung Pedro yang duduk disisi Roth.

Tidak lama kami sampai di rumah sakit. Petugas rumah sakit langsung membawa Rana ke dalam gedung. Aku tetap berada disisi Rana, mengenggam tangannya. Sekarang aku mondar mandir di depan ruang persalinan. Di dalam sana Rana sedang dalam pemeriksaan dokter. Aku sangat cemas. Bila malam ini Rana melahirkan, ingin sekali aku berada disampingnya. Memberinya dukungan dan kekuatan selama proses melahirkan.  Ayah dan Ibuku juga cemas, terlihat dari ekspresi mereka yang duduk dibangku panjang itu.

"Argh!" geramku seraya mengusap wajahku kasar. "Kenapa dokter lama sekali?! Jika Rana melahirkan, kenapa tidak memanggilku?! Aku mau ada disampingnya!"

Ibu mendekatiku dan mengelus pundakku, "Sabar, Azqa."

"Tuan Azqa!" panggilan dokter mengagetkanku. Lantas aku melangkah mendekati wanita paruhbaya itu.

"A.. apa isteriku baik-baik saja? Katakan sesuatu padaku!" kataku.

"Dia membutuhkanmu! Ayo, masuk! Rana akan segera melahirkan!" kata dokter.

Tanpa dokter itu memberiku jalan untuk masuk, aku langsung saja masuk ke dalam sedikit menabrak bahunya. Ranaku terbaring diranjang putih itu, tampak wajahnya yang menahan sakit. Isteriku akan melahirkan, melahirkan buah hati kami.  Mengingat bahwa seorang wanita melahirkan itu bertaruh nyawa, membuatku tingkat rasa takutnya bertambah tinggi.

Semoga sesuatu yang buruk tidak terjadi pada isteriku maupun bayiku, amin. Batinku.

Aku menggenggam tangannya erat, menatapnya lembut. Menatap mata coklatnya yang indah, memberinya kekuatan.

"Aku disampingmu, sayang. Aku disini bersamamu. Kuatkanlah dirimu, Rana. Kau akan melahirkan bayi kita, anak kita, putra kita, buah cinta kita!" Aku mengecup keningnya dengan sayang.

Untake My LifeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora