The Promise

1.1K 158 6
                                    

*Your POV*

Aku memeluknya, sama seperti 12 tahun yang lalu. Aku memeluknya dalam diam.

"(YN)..."

Air mataku langsung tumpah saat Joshua memanggil namaku, sama persis seperti ia memanggilku 12 tahun yang lalu.

Aku tidak melepas pelukanku, berusaha menyembunyikan fakta bahwa aku sedang menangis. Aku tidak ingin Joshua melihatku menangis. Itu hanya akan membebaninya.

"(YN)..." Joshua memanggilku lagi.

"Hmm?" responku, masih tetap memeluknya.

Aku merasakan tubuh Joshua yang kembali bergetar, air matanya membasahi pundakku.

"(YN)..." isaknya kembali memanggil namaku, "maaf.. maafkan aku. Kumohon (YN), jangan benci aku."

Aku melepaskan pelukanku, menatapnya dengan sendu. "Aku tidak membencimu, Josh."

Joshua meraih tanganku, menggenggamnya erat. "Kalau begitu, jangan tinggalkan aku. Kau berjanji padaku untuk tetap selalu ada di sampingku, kan?"

Aku menggigit bibirku, kembali mengingat janji yang kuikrarkan padanya saat itu. "Kau harus kuat Jisoo! Apa pun yang terjadi, aku berjanji akan selalu ada di sampingmu, jadi kau tidak perlu khawatir. Kau harus tetap kuat, Hong Jisoo!"

Aku mengangguk sambil tersenyum, menyalurkan ketenangan padanya. "Ya, Jisoo... aku akan selalu ada di sampingmu. Kau tidak perlu khawatir."

Joshua menghela napas lalu menarikku ke dalam pelukannya. Ia memelukku dengan erat, seolah memastikan bahwa aku benar-benar menepati janjiku untuk ada di sampingnya saat ini.

####

*Jeonghan's POV*

Nomor yang Anda tuju tidak dapat menerima panggilan, harap...

Pik.

Aku menghela napas. Berusaha untuk tetap berpikir jernih. Mungkin sudah 100 kali aku mencoba menghubungi ponsel (YN), namun tetap suara panggilan dialihkan yang kudapat.

Ini sudah hampir pagi tapi aku sama sekali tidak mendapat kabar apa-apa darinya. Ia pergi dengan keadaan panik yang membuatku semakin cemas jikalau terjadi apa-apa padanya.

Aku tidak tahu ke mana (YN) pergi, jadi aku tidak bisa menyusulnya. Aku bahkan tidak tahu apa yang terjadi sampai-sampai membuat (YN) begitu panik kemarin.

Aku sudah berusaha menghubungi Joshua, berharap ada kabar dari (YN) yang ia dengar. Tapi Joshua pun tidak ada kabarnya sampai sekarang.

Dan entah kenapa aku mulai berpikiran yang tidak-tidak. Aku sempat berpikir kalau kepanikan (YN) berhubungan dengan Joshua yang telah menghilang tanpa kabar.

Hubungan mereka pun masih kuanggap janggal. Saat pertama kali Joshua memperkenalkan (YN) padaku, Joshua menyebut (YN) sebagai calon istrinya lalu (YN) bantah dengan candaan yang canggung.

Sehari sesudahnya, Joshua menunggu semalaman di rumah (YN) saat (YN) bermalam di rumahku. Ya aku mengerti, teman dari kecil juga bisa melakukan hal-hal seperti itu. Tapi dilihat dari cara Joshua menatapku, aku tahu ia keberatan.

Aku mulai meragukan (YN) bahkan saat aku ingin benar-benar mempercayainya. Rasanya ada sesuatu yang gadis itu tidak bisa katakan padaku. Seolah aku baru mendapat setengah hatinya, belum sepenuhnya (YN) memberikan hatinya padaku.

####

*Your POV*

Aku terbangun keesokan harinya dan mendapati diriku tidur bersebelahan dengan Joshua di lantai dengan lengannya yang memelukku erat.

Aku memandangi wajah Joshua yang masih tertidur. Pucat. Tulang pipinya lebih menonjol dan itu menandakan bahwa berat badannya turun drastis. Tetapi ada ketenteraman di wajahnya sekarang saat semalam hanya ketakutan yang tergambar jelas di sana.

Senyum kecil terukir di wajahku. Tanganku mulai menjalar membelai lembut rambut Joshua. Tidak ingin membangunkannya.

Semenit kemudian Joshua membuka matanya yang langsung tertuju pada mataku. Aku melihat matanya yang mulai berkaca-kaca. Kemudian dengan ajaib dia mampu menarik tubuhku dengan sebelah tangannya, mempererat pelukannya.

Joshua menyembunyikan wajahnya di bawah daguku. Mengirim napas hangatnya untuk menyapa leherku. Kedua tangannya masih bertahan untuk mendekapku.

"Lanjutkan tidurmu di ranjang. Aku harus menyiapkan sesuatu untuk kita sarapan," kini Joshua menatapku. "Haah, lihatlah dirimu. Sudah berapa hari kau tidak makan, hm?" omelku sedikit.

"Aku tidak lapar," jawabnya tanpa bergerak sedikit pun.

"Tapi kau harus makan sesuatu."

Setelah hampir satu jam bergelut dengan Joshua, akhirnya aku berhasil menyuruhnya untuk melanjutkan tidurnya di atas kasur dan menyelinap pergi ke dapur.

Aku masuk kembali dengan nampan berisikan dua gelas susu dan sepiring roti isi, karena hanya roti yang hampir expired yang dapat kutemukan di dapur Joshua.

Senyum kecil terukir di wajahku saat melihat Joshua yang masih terlelap. Aku menaruh nampan di atas nakas lalu duduk di tepi ranjang, diam-diam memperhatikan lekuk wajah Joshua yang tanpa cela untuk kesekian kalinya hari ini.

Kemudian perhatianku teralihkan pada tas kecilku yang telah membangkai semalaman di lantai.
Aku meraihnya, merogohnya untuk menemukan ponselku yang ternyata mati total. Aku menghela napas, mengutuk sikap cerobohku. Ibu Joshua dan Jeonghan jelas-jelas menunggu kabar dariku.

To : Eomeonim
Annyeonghaseyo eomeonim, aku sudah bertemu Joshua dan syukurlah keadaannya baik-baik saja. Eomeonim tidak perlu khawatir. Aku akan menyuruhnya segera menghubungimu begitu ia bangun 😊

To : Jeonghannie
Jeonghan-ah, maafkan aku belum sempat menghubungimu kembali. Aku baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir. Ah ya, pastikan kau mematikan seluruh listrik saat keluar dari apartemenku 🙇

Belum sampai semenit saat pesan itu terkirim, nama Jeonghan sudah terukir di layar ponselku. Aku melirik Joshua sekali lagi sebelum memutuskan untuk mengangkat telepon.

"Ya?"

"Astaga (YN), kau tahu? Kau benar-benar membuatku hampir gila karena mencemaskanmu."

"Aku tahu, aku minta maaf."

"Kalau begitu sekarang aku boleh tahu di mana kau dan apa yang membuatmu begitu panik kemarin? Kau bisa menceritakannya sekarang."

Tapi aku tidak bisa menceritakannya. Tidak sekarang. Aku belum siap.

"... aku di Jeju," aku menggigit bibirku, menandakan kegugupanku karena berbohong pada Jeonghan.

"Jeju? Apa yang kau lakukan di sana?"

"Kerabat jauh ibuku mengalami kecelakaan kapal dan harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat, aku membantu anaknya untuk mengurus administrasi rumah sakit. Anaknya baru berusia sepuluh tahun ..."

Detak jantungku berpacu dengan sangat cepat dan entah kenapa aku terkesan dengan kemampuan mengarangku.

"Kau perlu bantuan? Aku bisa saja mengambil penerbangan berikutnya dan pergi ke sana."

APA?

"A...apa? Kau tidak perlu melakukan itu. Kami baik-baik saja, lagi pula aku tidak berencana untuk tinggal lebih lama. Besok aku sudah harus bekerja."

Aku mendengar Jeonghan menghela napas di ujung sana. "Aku sungguh ingin melihatmu secara langsung kalau kau baik-baik saja, tapi ... sampai jumpa besok. Aku akan menemui sepulang kerja."

"Ya, sampai jumpa besok."

Pik.

"Kau berbohong (YN)."

Aku terlonjak dan ponselku terjun bebas dari genggamanku saat suara Joshua menyambutku. Pandanganku langsung tertuju kepada Joshua yang sekarang sedang menatapku dengan tatapan yang tidak dapat kuartikan.

####

Oke cukup sekian di part ini hohoho

Feedback dari kalian sangat aku tunggu 😁

Falling For U - Joshua x You x Jeonghan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang