Upside Down

1K 136 6
                                    

*Your POV*

Aku terus menundukkan kepalaku, menunggu lampu hijau di pintu itu berganti warna dan berharap akan ada kabar baik yang keluar setelahnya.

Kepalaku rasanya terus berputar. Mataku setengah terpejam, tidak bisa terbuka sempurna karena membengkak. Air mata yang terus mengalir keluar kini terasa perih.

Samar-samar aku mendengar pembicaraan Jeonghan dan Mingyu dari ujung lorong.

"Setelah kalian pergi, aku kembali ke kafe. Aku tidak bisa meninggalkannya sendirian, jadi aku menyuruhnya pergi dengan baik-baik. Saat aku hendak merapikan kafe, aku mendengar suara klakson mobil dan... kurasa kau tahu apa yang terjadi selanjutnya."

"Ya, aku tahu. Terima kasih sudah membawa Joshua ke sini."

"Itu bukan masalah, lagipula Joshua adalah calon suami (YN) dan (YN) adalah temanku."

Setelah itu hening kembali hingga seseorang mendekap tubuhku. Saat itu aku baru bisa memejamkan mataku. Jatuh ke dalam kegelapan untuk sementara.

####

*Author's POV*

Jeonghan berterima kasih pada perawat yang telah menyediakan kamar untuk (YN) yang tiba-tiba tak sadarkan diri.

"Nona (YN) pasti sangat terkejut, ia terguncang. Tetapi keadaannya baik-baik saja, ia hanya perlu istirahat dan tolong jangan membebani pikirannya dahulu."

Jeonghan mengangguk, memberi tanda bahwa ia mengerti lalu mempersilakan perawat itu untuk meninggalkan kamar rawat (YN).

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam. Sudah dua jam sejak (YN) pingsan dan sudah lima jam sejak Joshua masuk UGD.

Tangan Jeonghan meraih lembut tangan (YN) yang terbebas dari selang infus dan menggenggamnya dengan erat. Jeonghan tidak tahu harus bagaimana sekarang selain menunggu (YN) untuk membuka matanya.

####

Udara malam semakin menyengat ditambah dengan hembusan angin yang berasal dari pendingin ruangan yang sama sekali tidak mau berkompromi membuat Jeonghan menggigil dalam tidurnya.

Sadar kalau kehangatan di tangannya menghilang langsung membangunkan Jeonghan dari tidurnya. Jantungnya berdegup kencang saat menyadari (YN) sudah tidak ada di kasurnya.

Gadis itu menghilang, selang infusnya terbengkalai di kasur. Jeonghan langsung mengecek kamar mandi dan berharap (YN) ada di dalam, namun nihil.

Kakinya bergerak cepat menyelusuri lorong panjang rumah sakit yang kini tak lagi senyap karena hentakkan kakinya yang ribut. Tentu saja Jeonghan langsung diberhentikan oleh dokter jaga.

Setelah mendapat omelan, Jeonghan langsung menuju kamar rawat Joshua. Ia baru mendapat kabar kalau keadaan Joshua sudah mulai stabil jadi ia sudah bisa keluar dari UGD.

Dan untungnya, tepat seperti dugaannya, (YN) ada di sana. Jeonghan mematung di depan pintu, mengamati dengan seksama sosok (YN) yang duduk di samping ranjang Joshua dengan air mata yang bergelimangan.

Gadis itu menggenggam tangan Joshua yang masih tak sadarkan diri, berulang kali (YN) mengatakan maaf ditemani dengan isak tangis pilunya.

Salahkah kalau saat ini Jeonghan merasa cemburu? Ia tahu kalau (YN) hanya mengkhawatirkan Joshua. Tapi melihat gadisnya menggenggam tangan Joshua seakan tidak mau kehilangan pria itu membuat dada Jeonghan sesak. Apalagi mengingat kalau pertemanan di antara mereka bukanlah pertemanan biasa.

Tapi entah kenapa tubuhnya kaku, Jeonghan tidak bisa melangkah maju dan memeluk (YN) seperti keinginannya. Jeonghan hanya bisa mengasihani dirinya sendiri.

####

*Your POV*

Aku menghela napas panjang, mengatur napasku yang sejak semalam tidak beraturan karena terus menerus menangis.

Dengan mata bengkakku aku menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Lalu tatapanku beralih ke arah pria yang terbaring lemah di hadapanku.

Aku mengamatinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mengamati balutan perban di kepalanya, lebam di pipinya yang sekarang sudah berwarna ungu, luka di sudut bibirnya, dadanya yang naik turun karena bernapas dengan normal, tangannya yang terpasang selang infus, hingga kaki kanannya yang terbalut gips keras.

Aku menghela napas sekali lagi sebelum berdiri, meregangkan otot-ototku yang kejang karena duduk semalaman.

Aku meraih tangan Joshua, menggenggamnya dengan kedua tanganku sambil berjanji kalau aku akan kembali lagi nanti.

Lalu aku melangkahkan kakiku kembali ke kamar rawatku. Berharap Jeonghan tidak panik dan mengkhawatirkanku karena aku pergi diam-diam semalam.

Aku membuka pintu kamarku perlahan, takut membangunkan Jeonghan yang kupikir masih tertidur. Tapi aku salah.

Jeonghan ternyata sudah bangun. Dengan senyum manisnya ia menyambutku. "Pagi, manis. Kau ingin apel?" tanyanya sambil mengangkat sebuah apel yang sedang ia kupas.

Aku tersenyum kecil sambil berjalan menghampiri Jeonghan dan memberinya kecupan kecil di pipinya.

"Maaf aku pergi tanpa mengatakan apa-apa padamu."

Jeonghan tersenyum lagi. "Tidak apa-apa, aku tahu kau pasti tidak mau membangunkanku. Tapi memang sebaiknya kau membangunkanku dan memberitahuku agar aku tidak berlari sepanjang lorong rumah sakit di dini hari hingga mendapat omelan dari dokter galak."

Kami tertawa. Hanya tawa kecil lalu berganti dengan kecanggungan yang rasanya luar biasa menyiksa.

"Bagaimana keadaannya?" Jeonghan memecah lamunanku.

"Keadaannya stabil, kita hanya perlu menunggunya sadar," ucapku dengan senyum.

Lalu kembali hening.

Astaga, percayalah keheningan ini bukanlah pertanda yang baik. Pernah mendengar pertanda datangnya badai? Ya, pertama keadaan akan hening dan damai lalu badai tiba-tiba menghantam.

Rasanya persis seperti itu. Seakan aku sudah diberi peringatan akan datangnya badai sebentar lagi.

####

*Jeonghan's POV*

Sudah lebih dari lima kali aku memergoki (YN) melamun. Gadis itu kehilangan senyum manisnya, wajahnya tak lagi berkilauan ceria.

Aku tahu apa yang sedang dipikirkannya, aku tahu apa yang sedang dipertimbangkannya.

Tapi seolah tak peduli, aku berpura-pura tidak tahu. Aku bersikap seolah semuanya baik-baik saja.

Aku menarik lembut lengan (YN) dan membawanya ke dekapanku saat gadis itu tenggelam dalam pikirannya. Awalnya tubuh (YN) menegang karena terkejut, tapi ia mulai rileks saat aku mengelus punggungnya.

Kami tetap seperti itu tanpa ada kata yang keluar dari mulut kami. Kami hanya menikmati kehangatan tubuh masing-masing dan embusan napas kami yang beraturan menjadi musik penenang.

Hingga sebuah ketukan kecil di pintu membuat perhatian kami teralihkan. Kami memandang ke arah pintu yang menampilkan seorang perawat yang tengah tersenyum.

"Pasien Hong sudah sadar."

Sedetik kemudian kehangatan tubuh (YN) tidak dapat lagi kurasakan. Gadis itu langsung berlari, meninggalkanku yang tidak bisa berkata apa-apa.

####

Hola ladies and gentlemant 😁

Uh sudah terasa puncak-puncaknya nih. Semoga ada yang menantikan kisah mereka selanjutnya ya hehe

Jangan lupa tinggalkan jejak-jejak manis kalian setelah membaca cerita ini ya. Terima kasih 💕

Falling For U - Joshua x You x Jeonghan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang