13. Papa (Revisi)

77.1K 4.8K 428
                                    

"Bagus yah baru pulang jam segini, sudah keluar tanpa pamit lagi, kamu pikir semua orang gak khawatir sama kamu!!" Bentak Doni menghentikan langkah Aurel.

"Pa..papa?"

Aurel kaget melihat keberadaan Papanya.

"Siapa cowok yang barusan ngantar kamu hah!!!!" bentak Papanya.

Aurel yang tak pernah sekalipun dalam hidupnya melihat kemarahan Papanya seperti ini, membuat nyalinya menciut. Kali ini aura Doni sangat menakutkan, mata Aurel mulai berkaca-kaca dia sangat takut melihat papanya.

"Jawab Aurel!!"

"Di...dia teman aku pa," jawab Aurel menunduk.

"Kenapa pulang jam segini? Papa kira kamu gak mau berangkat sekolah, semua orang mencari sampai Iqbal mendobrak pintu kamar kamu dan isinya kosong, berani sekali kamu Aurel!!!"

"Aurel gak bermaksud gitu pah, Aurel cuma mau bebas sementara," ucap Aurel dengan suara yang bergetar.

"Bebas? Memangnya selama ini kami gak beri kamu kebebasan?" Sahut Ningrum muncul dengan wajah galaknya.

"Coba kalian pikir, apa pernah mama sama papa gak berdebat tiap pagi? Aurel pengen kayak keluarga lain tiap pagi mereka sarapan dengan harmonis, saling bercanda, gak seperti kalian tiap pagi pasti kalian memarahi Aurel terus, apa salah Aurel apa benar Aurel memang bukan anak kalian iya? Apa tiap kali mama ngomong kalau Aurel bukan anak mama itu benar? Aurel capek mah pah kalian sangat benci sama Aurel, dulu kalian sangat menyayangi Aurel tapi semuanya berubah, Aurel merasakan sakit yang sedalamnya sebagai anak yang sangat merasakan pilih kasih orang tua."

Air mata Aurel sudah menetes, gadis itu sudah menangis.

"Kalau kalian benci sama Aurel ngomong yang jujur, Aurel bakalan pergi dari rumah ini, Aurel bakalan tinggal sama Nenek dan Kakek saja daripada membuat suasana pagi menjadi buruk, Aurel mau bebas sementara dan loncat dari balkon, Aurel juga gak bawa mobil makanya teman Aurel nganterin sampai rumah!!" Lanjutnya.

"Kamu loncat dari balkon? Kamu gak papa kan ada yang luka gak?" Tanya Doni ingin menyentuh tangan Aurel, namun terhenti karena Aurel memilih mundur.

"Apa sekarang aku berubah dimata anakku? Bahkan dia tak sudi ku sentuh," batin Doni sedih.

Kini Mama Aurel yang menatap iba anaknya itu, "Apa aku sudah menyakitinya terlalu dalam?" Batin Ningrum sedih.

Tapi itu hanya berlangsung sesaat, dengan pikiran masa lalu yang sangat menyakitkan, Ningrum menepis rasa  kasihannya terhadap anaknya itu.

"Baguslah kalau kamu sadar diri, sana tinggal sama Kakek dan Nenek kamu," sinis Ningrum membuat Doni menatapnya tajam.

"Apa? kamu mau belain anak ini lagi?" Tanya Ningrum menyadari tatapan Doni.

"Aurel gak bakal kemana-mana dia tetap tinggal sama kita," ucap Doni tegas.

"Belain aja terus anak pembawa sial," sindir Ningrum.

Aurel yang melihat itu hanya bisa menutup mata. Perih, sakit yang kini di rasakannya karena ucapan Ningrum.

"Jaga ucapan kamu Ningrum, Aurel bukan anak pembawa sial!!!" Bentak Doni membuat nyali Ningrum menciut.

"Kalau bukan anak pembawa sial lalu anak apa lagi hah!!! Dia sudah hampir membuat Ririn celaka!!!!" Balas Ningrum tak kalah berteriak.

"Kamu--"

"Cukup!!" Teriak Aurel tidak tahan melihat keduanya bertengkar.

"Kalau Mama sama Papa hanya berdebat karena Aurel, apa perlu Aurel bunuh diri sekarang juga supaya kalian gak perlu berdebat lagi!!!!"

LOVE or OSIS [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now