Chapter 24 - End.

6.6K 318 18
                                    

Naruto sudah tiba dirumah. Hinata tertidur setelah menangis sesenggukan. Naruto melepaskan seat belt dan membuka pintu mobil.

"Kau tak salah Hime. Kau hanya wanita penuh dengan kelembutan hingga tak mau orang lain terluka." Naruto mencium kening Hinata lalu menggendongnya ala bridal style.

Hinata dibaringkan diatas kasur. Sedangkan Naruto melanjutkan kegiatas mengemas barangnya. Tak lama terdengar suara mobil terparkir di depan rumah.

Tok Tok

Toneri mengetuk pintu rumah. Naruto segera membuka pintunya.

Niat hati ingin berbicara dengan Hinata, namun Naruto yang membuka pintu.
"Uzumaki-san, bolehkah Saya berbicara dengan Anda?" Toneri meminta izin.

"Tentu. Masuk saja kedalam." Naruto mempersilahkan Toneri untuk masuk.

Toneri duduk di sofa. Naruto ke dapur untuk mengambil minuman. "Ada apa Toneri? Ada yang ingin Kau sampaikan?" tanya Naruto sambil membuka minumannya.

Toneri bertingkah kaku karena disatu sisi Naruto adalah atasannya. Naruto paham jika Toneri canggung melihat dari gerak geriknya.

"Santai saja. Panggil Aku Naruto saja. Anggap kita ini teman lama." Naruto meminum minumamnya.

"Baiklah. Naruto, ini tentang Hinata."

"Ada apa tentang Hinata? Kau tidak ingin merebutnya dariku bukan?" tanya Naruto meledek.

"Tidak. Bukan seperti itu. Saya ingin meminta maaf. Saya menyesal..." Toneri menundukan wajahnya.

"Hei.. Sudah. Kau tidak salah disini. Aku paham. Hinata sangat cantik sampai Kau pun terpesona kan? Hehe.. " tanya Naruto menggoda.

"Baiklah Aku mengaku. Hinata memang sangat cantik. Dia juga sangat ramah dan baik kepada semua orang. Wanita yang sangat lembut hingga Aku terpesona. Aku memendam perasaan padanya sudah 3 bulan ini. Dia terlalu mempesona sebagai wanita.." Toneri meminum minumannya.

"Kau benar. Aku beruntung memilikinya dalam hidupku. Meski terkadang Dia senang menjahili ku.. Haha. " Naruto tertawa terbahak-bahak.

"Sungguh? Hinata bisa jahil? Aku tak menyangka. Hehe.. Sekali lagi Aku meminta maaf Naruto. Aku sudah membentak Hinata tadi. Tidak seharusnya Aku seperti itu. Maaf Aku telah mencintai istrimu."

"Sudah tidak usah dibahas. Biarkan berlalu. Aku yakin Kau pasti akan mendapatkan pendamping hidup yang baik dan cantik, bahkan lebih dari Hinata karena Kau cukup tampan, tapi masih lebih tampan Aku. Haha.." Naruto tertawa meledek. "Jadi Kita berteman, Ok?" Naruto menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Toneri menjabat tangan Naruto.

Mereka berdua asyik mengobrol hingga larut. Membicarakan bisnis dan urusan pribadi. Hinata terbangun mendengar gelak tawa Naruto dan seseorang yang Dia belum ketahui. Hinata berjalan mencari Naruto.

Naruto melihat Hinata sedang menghanpirinya.
"Kemarilah Hinata..." ajak Naruto pada Hinata.

Hinata duduk disamping Naruto dan gugup melihat Toneri di depannya.
"Tidak usah gugup, ini sudah selesai. Aku dan Toneri baik-baik saja. Jangan Kau pikirkan lagi ya, ingat kandunganmu Hime.." Naruto mengelus pucuk kepala Hinata.

"Ah iya Hinata. Jangan dipikirkan lagi. Aku dan Naruto sudah berteman sekarang. Lagi pula, Naruto berkata Aku pasti akan mendapatkan pasangan yang cantik. Jadi, Aku tidak khawatir. Hehe.." Toneri berusaha mencairkan suasana.

Hinata akhirnya tersenyum melihat keakraban Naruto dan Toneri. Mereka bertiga akhirnya berbincang-bincang hingga larut malam.

Pagi telah tiba, Naruto dan Hinata sudah bersiap berangkat menuju Tokyo.

"Ayo Hime... Kita berangkat."

Mereka berangkat menuju bandara untuk naik pesawat pribadinya.

**

Tidak terasa waktu terus berlalu. Kandungan Hinata kini sudah 5 bulan. Hinata berubah menjadi wanita yang sangat manja dan jahil pada Naruto. Walau begitu, Naruto senang menghadapinya.

Saat ini Naruto tengah berbaring diatas paha Hinata dengan wajahnya dihadapkan pada perut besar Hinata.
"Hime.. Apa Kau merasa sakit Aku tidur di pahamu?" tanya Naruto khawatir.

"Tidak. Jangan beranjak. Aku ingin Kau disitu." Hinata mencegah.

Naruto mencium perut Hinata yang mulai membesar. Mengajak berbicara bayi yang masih di dalam kandungan.

"Sebentar lagi kita akan menjadi orang tua. Aku senang disini sudah ada putra kita yang bergelung nyaman. Kau tau Hinata, Kau segalanya untukku. Aku mencintaimu dan putra kecil kita." Naruto bangkit dari tidur dan mengecup bibir Hinata.

"Aku juga mencintaimu dan mencintai putra kecil kita. Aku sudah tidak sabar menantinya lahir." Hinata mengusap perut buncitnya.

"Ah Naruto-kun. Bolehkah Aku meminta sesuatu? Aku sangat menginginkan ini.."

"Kau ingin apa, Hn? Aku akan berikan apapun yang Kau mau."

"Aku ingin memakan sayuran. Tapi sayuran mentah."

"Hime.. Jangan makan sayuran mentah. Lebih baik dimasak dulu, Kau sedang hamil."

"Siapa bilang Aku yang makan? Naruto-kun yang makan. Ya.. ya.. ya..." Hinata mengeluarkan puppy eyesnya.

"Ayolah Hinata.. Kau tau Aku tidak suka sayuran mentah. Aneh rasanya.." Naruto memohon.

"Iya sudah kalau tidak mau." Hinata cemberut memalingkan wajahnya.

"Baiklah.. Aku akan memakannya. Nak, lain kali minta yang lain saja yang jangan sayuran mentah. Ayah mohon.." Naruto mencium perut buncit Hinata.

Hinata yang senang lalu berdiri dibantu Naruto menuju dapur. Naruto dengan susah payah memakan semua sayuran mentah itu.

"Terimakasih, Anata." Hinata mencium pipi Naruto.

End.

~~

Makasih ya buat semuanya yang udah baca cerita ini. Cerita yg absurd kali ya. Makasih yang udh vote dan commentnya. Makasih yg udh follow Aku juga. Jadi terhura 😊😀💕

Iya udah pokoknya gtu. Makasih buat semuanya.
Sampai jumpa di karyaku selanjutnya..👋👋👋👋

My Mr. Ex (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang