Chapter 1

84.2K 3.3K 349
                                    

Salah seorang remaja perempuan memutar botol, tak lama benda tersebut berhenti dengan ujungnya mengarah ke arah Latifah Tsabit, gadis manis berhijab yang duduk di kitaran melingkar anak-anak remaja seusianya.

"Nah, truth or dare?"

Latifah nampak berpikir.

"Ayolah, dare aja! Bosen, ah, yang lain udah pada truth mulu!" kata salah satu temannya kesal.

Latifah tersenyum. "Ya udah, dare aja, tapi jangan yang mesum, ya!"

Teman-teman seperjuangannya tersenyum lebar, mereka bertukar pandang bergantian dan si pemberi tantangan mengangguk.

"Ajak nikah om-om asing!"

Latifah melingkarkan mata sempurna. "Eh, itu perbuatan gak baik. Lagian, gimana kalau dia udah nikah?"

"Alah, katanya kita kompak!" ujar temannya yang lain sambil memutar bola mata. "Lagian, bilang aja ini kesalahpahaman dan cuman kenakalan remaja? Yang kena batunya kita, kok, kita semua! Ya, 'kan?"

Mereka mengangguk setuju.

Dan karena tidak ingin dianggap pengecut apalagi tak setia kawan, tentu saja Latifah menerima dengan lapang dada. Wantinya, semoga saja ia tak mendapatkan masalah besar.

Esok pagi, sekitar pukul sepuluh, ia dan para temannya pun berangkat guna menyelesaikan dare yang diberikan. Salah satu memegang kamera amatir sedang yang lain memperhatikan sekitaran.

"Eh, tu om-om! Tembak, geh!"

Seorang pria dewasa keluar dari mobil, pria botak gemuk yang kemudian disusul keluar dari sana wanita cantik semampai yang aduhai.

"Ih, punya istri! Aku gak mau jadi pelakor!" Latifah mengerucutkan bibirnya.

Kembali mereka mencari, para om-om yang nampak cocok untuk ditembak sayangnya rata-rata Latifah menolak. Banyak dalih yang ia katakan, semata-mata mengulur waktu hingga teman-temannya lelah sendiri dan mengganti tantangan, tapi ia tahu temannya tak akan semenyerah itu sekalipun kini mereka lelah keliling-keliling kota.

Mereka berhenti di depan pos keamanan, duduk dalam mode gerah-gerahnya akibat terik surya yang tak tertutup awan.

"Hadeh ..., Fah! Tembak asal aja kenapa, sih? Pilih-pilih mulu!" ungkap teman laki-lakinya mendengus karena jengkel. "'Kan ada kami tanggung jawab!"

"Tetep aja yang nanggung malu aku, 'kan yang kena batunya pasti aku, seratus persen aku!" Latifah membela diri.

"Ah, gak setia kawan lo!" Teman cowok yang memegang kamera memutar bola mata, Latifah hanya menghela nafas. "Eh, kebetulan tuh, ada om-om! Suasana sepi, aman nih, aman!"

"Mana? Mana?"

Benar saja, ada seorang pria berahang tegas tengah keluar dari mobilnya sambil bermain ponsel. Ia hanya memakai dalaman jas bewarna putih saja, dengan rambut berantakan dan celana jeans hitam. Tampang keren ala om-om kekinian.

"Cogan lagi, udah tunggu apa lagi?" Teman perempuan Latifah mendorongnya, membuatnya kini berdiri terdepan.

"Eh, keknya dia si-"

"Sono! Atau kami coret dari MIA dua squad!"

Ancaman itu membuat Latifah menenggak saliva, ia akhirnya berbalik dan menghembuskan nafas, berharap segalanya akan baik-baik saja. Perlahan tapi pasti langkah gontai ia ambil, kadang melihat ke belakang untuk menemukan teman-temannya yang mengusirnya hingga tak terasa, ia berhadap-hadapan dengan sang om yang dimaksud.

"Mm ... Om ...."

Sang cowok mempernyaring suara di mikrofon yang ada di kamera, suara itu mengeluarkan tiap ucapan Latifah karena ada penyadap suara pada gadis tersebut. Dari kejauhan, mereka nampak menunggu kata-kata keluar dan tentu saja, reaksi sang om dengan tampang tak sabaran mereka.

Pria dewasa yang merasa terpanggil itu menatap Latifah dengan kening mengkerut, ia mgnjauhkan ponsel dari telinganya dan memandang sang remaja. "Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanya sang om dengan suaranya yang berat dan dalam.

Latifah menunduk tak berani menatap mata cokelat lawan bicaranya, om-om asing yang entah kenapa punya kharisma yang luar biasa nan berhasil menciutkan nyalinya.

Ia mempersiapkan diri. "Ayo, cuman tiga kata dan kamu bebas, Fah!" Latifah berbisik pada dirinya sendiri.

"Hm ...?" Sang om menggumam bingung.

Latifah berdeham. "Om ...."

"Ya?"

Jantung gadis itu mencelus, desir darahnya memompa cepat hingga suhu badannya meninggi berkali-kali lipat, "Om ... nikah, yuk!"

Krik...

Krik...

Krik...

Krik...

Sang om menatapnya dengan kerutan di kening yang semakin menajam, Latifah buru-buru berbalik dan pergi tapi sebuah tangan menahan tangannya.

Tangan sang om!

'Gawat, aku bakal diseret ke polisi! Mah, Pah, maaf, Latifah gak bisa jadi anak yang berbudi!'

"Om, maaf, sa- saya cuman-"

"Oke, kalau kamu mau jadi istri saya!"

Latifah melingkarkan mata sempurna. "Apa?!"

Bukan hanya Latifah yang kaget akan ungkapan sang om, teman-temannya yang ada di kejauhan dan berbekal penyadap suara pun tak kalah kaget.

Latifah menarik tangannya dari genggaman sang pria dewasa. "Om, aku cuman main ToD, enggak beneran! Mending Om bawa aja aku sama temen-temen aku ke kantor polisi, sekali lagi maaf banget yang sebesar-besarnya, permisi, Om!"

Gadis berjilbab pemilik netra abu-abu itu pun beranjak, ia memilih memesan taksi dan pulang tanpa teman-temannya menuju rumahnya.

Cerita ini tersedia di
Playbook: An Urie
Karyakarsa: anurie
Dan bisa dibeli di WA 0815-2041-2991

OM ... NIKAH YUK! [B.U. Series - C]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang