Chapter 2

54.4K 2.7K 201
                                    

Latifah melakukan aktivitas sehari-harinya seperti biasa, mandi, makan malam, salat, sebelum akhirnya beranjak tidur. Sayangnya, kegilaan sang om mengatakan benar-benar menerima ajakan nikah main-mainnya membuatnya kepikiran.

"Dasar om-om aneh!"

Setelah mengumpat dan berpikir panjang hingga ia lelah sendiri, Latifah pun terlelap.

Sekitar pukul lima, Latifah bangun membersihkan diri dan menjalankan ibadah berjamaah bersama orang tua serta dua adiknya dan setelahnya, barulah mereka sarapan. Selesai aktivitas pagi, karena hari-hari libur usai kenaikan kelas, ia dan adik-adiknya bersantai di ruang keluarga.

Latifah tengah menggonta-ganti acara televisi ketika sebuah ketukan terdengar, ia langsung beranjak menuju ruang depan di mana di ruang keluarga ditemukannya sang ibu yang tengah menata serta membereskan ruang tamu sedemikian rupa.

"Ah, udah dateng ...."

"Siapa?"

"Atasan papah." Ibunya menyahut sambil mengepak-ngepak tangannya, membersihkan dari debu. "Sana, geh! Kamu bukain! Yang sopan, ya!" nasihat ibunya, Latifah mengangguk kemudian tersenyum, ia sampai di ruang depan dan membukakan pintu.

"Iya, sebentar!"

Dan ketika pintu terbuka, Latifah terhenyak.

Ibunya datang menghampiri. "Ah, Pak Cakra, silakan masuk, Pak!"

Itu...

Sang om...

Sosok yang kemarin Latifah tembak, nyatanya adalah orang yang sama yang menjadi atasan ayahnya, yang kini menjadi tamunya, yang kini berdiri di hadapannya dengan tatapan netra cokelat tajam dan mengintrogasinya.

'Aduh, apa dia tau aku? Dan om ini datang ke sini buat pecat papah?'

"Terima kasih!" Pak Cakra melewati ambang pintu, masuk atas tuntunan ibunda Latifah menuju ruang tamu. Wanita dewasa itu mempersilakan duduk dan sang pria pun duduk di sofa. Latifah memandanginya dari kejauhan dengan pikiran kalutnya yang berisi ketakutan.

"Tunggu sebentar, ya, Pak Cakra! Saya akan panggilkan suami saya!" Ibu Latifah tersenyum. "Omong-omong, Bapak ingin minum apa? Teh? Kopi?"

"Kopi saja, Bu." Pria itu tersenyum tipis.

"Baik, Pak!"

Dan saat dalam perjalanan ke dapur, Ibu Latifah berpapasan dengan anak gadisnya.

"Kamu kenapa, sih, sayang? Yang sopan, dong! Jangan kayak tadi! Sana, bikinin minuman kopi buat atasan papah kamu, Mamah mau panggil Papah!" Dan ibunya berbelok dari dapur.

Mau tak mau, Latifah membuatkan minuman untuk sang atasan ayahnya, si om. Ia masih takut, kalut, harapannya hanya satu, semoga sang om tak mengungkit kenakalannya kemarin dan membuat segalanya rumit, jalur hukum dan kasus pemecatan sering terjadi karena kekonyolan si keturunan.

Membuatkan minuman dengan skill terbaiknya, Latifah pun memberikan itu pada sang tamu. "Ini, Om—eh, Pak! Silakan diminum!" Ia meletakkan kopi dan cemilan dari nampan ke hadapan tamu ayahnya.

Sang om menatap Latifah, gadis itu sedikit mengalihkan pandangan agar tak bertemu mata dari netra cokelatnya yang tajam mengintimidasi.

'Apa dia gak inget aku, ya? Daritadi diem... aja! Tapi, diamnya seorang bos kan biasanya ... ya Allah, gimana ini?"

Om itu mengangkat gelas berisi kopinya dan menyesap, bunyi seruputannya pelan tapi hal tersebut membuat perhatian Latifah tertarik. Menjauhkan gelas beberapa senti dari wajahnya, lidah sang om mengecap sedemikian rupa.

"Bagus, enak, sesuai selera saya!" sang om mendongak menatap Latifah yang bingung bukan main akan pernyataan itu, senyum tipis ia keluarkan dari bibir merah agak gelapnya. "Kamu calon istri yang sempurna!"

'Aduduh! Bukannya udah dijelasin kalau ajakan aku kemaren cuman main ToD?!'

Tapi, Latifah sadar, ia harus sopan, tak boleh memaki-maki sosok di hadapannya yang notabenenya adalah atasan ayahnya.

"Om—mm- Pak, saya kemarin 'kan sudah bilang saya cuman main-main, saya minta maaf... banget, Pak!" Latifah memohon dengan lirih.

"Dan kamu pikir saya serius?"

'Eh, aku dimainin?'

Dan sang om pun tertawa melalui kerongkongannya sambil menyeruput kopi lagi. Entahlah, ini seperti pertarungan yang memakai poin. Latifah satu dan si om yang berhasil mempermainkannya satu.

'Oke, Om! Kalo situ mau battle! Latifah the murid teladan akan meladeni, Om!' Latifah menatap dengan mata memicing dan pipi menggembung.

Bunyi ketukan terdengar dari pintu depan, membuat Latifah usai permisi buru-buru menuju ke sana, ia membukakan pintu dan menemukan teman-temannya.

"Ifah, kami minta—"

Teman-temannya menggantung pernyataan.

Cerita ini tersedia di
Playbook: An Urie
Karyakarsa: anurie
Dan bisa dibeli di WA 0815-2041-2991

OM ... NIKAH YUK! [B.U. Series - C]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora