Perjalanan Mencari Tuhan (part 2)

1.3K 128 35
                                    

<<<>>>

Menyambung dari bab sebelumnya yang membahas kisah Nabi Adam hingga Nuh as., kali ini kita akan lanjut ke bagian Nabi Ibrahim as. sebagai bapak dari tiga agama besar di dunia. Tentunya saya ingatkan kembali, bahwa tulisan ini saya masukkan ke dalam work Conspirare, sebab seperti biasa, kita akan merangkum berbagai fenomena masyarakat yang menarik, berdasarkan sumber yang saya temukan di internet dan/atau buku.

Mengenai kredibilitas, saya akan cantumkan sumber sevariatif mungkin, termasuk (kalau ada) yang mendebunk argumen awal, supaya objektif. Tetapi sayang sekali, saya masih belum bisa menemukan ahli ataupun seseorang yang dapat membantu saya dalam proses verifikasi. Mohon maaf, karena kenalan saya dari agama bersangkutan sangat sedikit—bahkan ada yang tidak ada. Dan dari yang sedikit itu pun tidak bersedia dimintai keterangan. Oleh karena keterbatasan tersebut, bab ini saya buka sebagai forum diskusi bersama. Siapa pun boleh mendebat atau menambahkan—tentu lebih baik bila mencantumkan sumber. Kita sama-sama belajar. Namun jika kamu sudah mantap dengan imanmu, dan merasa membaca bab ini tidak akan memberi manfaat, silakan skip. Saya tidak memaksa kalian untuk melanjutkan, kecuali ada rasa penasaran yang mengganjal, atau merasa ada dorongan untuk meluruskan. Silakan.

<<<>>>

Ibrahim, Bapak Tiga Bangsa

Dahulu kala, hiduplah Abram—nama lahir, sebelum Abraham diberikan oleh Tuhan (Genesis 12:1)[1], seorang penggembala domba di daerah bernama Ur, Mesopotamia (sekarang Iraq). Arkeolog menyatakan, Ur—kota dengan pemukiman nyaman, aman, dan indah—ini berada tak jauh dari Babilonia. Kala itu zaman perunggu (sekitar 6.000 – 1.000 SM), di kota tersebut paganisme sedang gila-gilanya. Penyembahan terhadap banyak agama (politeisme) adalah tren saat itu. Tidak terkecuali ayah Abram, Terah (dalam QS Al-An'am 6:74 bernama Azar), mereka menyembah patung-patung bahkan melakukan korban manusia[, , ].

Kendati demikian, sejak kecil, hati Ibrahim tidak pernah ikut agama orang tuanya. Ini menunjukkan bahwa beliau adalah orang yang tidak mengimani sesuatu secara buta. Fenomena ini yang membuat dr. Zakir Naik selalu memberi selamat kepada orang ateis yang cenderung mengandalkan akal. Mereka secara tegas keluar dari agama orang tuanya, sebab merasa skeptis—jelas ada yang salah dan tidak masuk akal dengan agama tersebut. Barulah, beliau tinggal melanjutkan setengah pekerjaannya yang tersisa dalam kalimat Laailahailallah (tidak ada tuhan, kecuali Allah)[4].

Begitulah Ibrahim as., bertransformasi dari politeis menjadi monoteis. Di sinilah hakikat judul yang saya buat, perjalanan mencari Tuhan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as.. Diriwayatkan bahwa beliau sempat menganggap bahwa Tuhan itu bintang, bulan, atau matahari. Akan tetapi benda-benda itu selalu datang dan pergi. Apakah Tuhan begitu? Ataukah Dia selalu ada, kapan pun itu? (Al-An'am 6:75 – 79)[5].

Sudah barang tentu, sejak kecil Nabi Ibrahim as. selalu berdebat dengan ayahnya, bahwa berhala yang dia buat dan mereka sembah tidak bisa mendengar, tidak juga berbicara, tidak pula memberi manfaat. Ibrahim takut ayahnya akan mendapat azab Allah karena ikut ajaran setan yang sesat, lantas mengajaknya ke jalan yang benar, serta mendoakannya (QS Maryam 19:42 – 45)[5].

Suatu hari, saat kuil dalam keadaan kosong, Ibrahim as. menghancurkan semua berhala dan menyisakan satu patung yang paling besar. Jelas, para penyembah berhala murka, langsung menuduh Ibrahim as. sebagai satu-satunya orang yang giat menyerukan ajaran monoteisme, dan menyeretnya untuk dihakimi. Namun Ibrahim as. menunjukkan kecerdasannya saat berargumen. Beliau berkata bahwa yang melakukannya adalah berhala yang paling besar, coba saja tanya dia, jangan tanya saya. Si penyembah berhala merasa dibodohi, siapa pun di ruangan itu tahu kalau patung tidak bisa ditanyai. Nah, mereka termakan ajaran sendiri, 'kan? Bagaimana mereka menyembah patung yang tidak bisa bicara/berfirman? Bahkan, patung-patung yang dihancurkan oleh Nabi Ibrahim pun tidak mampu menyelamatkan diri, bukti bahwa tidak ada dewa yang melindunginya. Tambah murkalah para pagan ini, lantas membakar Ibrahim as.. Pada momen inilah, Allah menunjukkan mukjizat Nabi Ibrahim as., beliau selamat dari api yang oleh Allah dibuat dingin (QS Al-Anbiya 21:58-70)[4].

Conspirare | Menyingkap Tabir DuniaWhere stories live. Discover now