[S2] Chapter 21 : Kloning

147 40 0
                                    

Matahari semakin bergerak ke atas. Bersinar terik hingga rasanya kulitku akan terbakar. Aku dan Matthew masih terdiam di tempat. Tentara iblis Pride yang sekarang kutahu berjumlah lima orang membentuk lingkaran dengan kami sebagai pusatnya.

Masing-masing dari mereka menyeringai lebar. Kemudian dengan satu hentakan kaki, mereka mulai menyerang secara bersamaan ke arah kami. Sial, di saat seperti ini kenapa tidak ada pengguna sihir?!

Pedang-pedang mereka mengeluarkan percikan bunga es, sama seperti yang dimiliki oleh Yuki. Aku dan Matthew sama-sama menenggak saliva. Bingung adalah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan kami saat ini.

BRAKK!!!

"Yumenous!" Terdengar suara seorang gadis yang menyerukan sebuah mantra sihir. Dan bersamaan dengan itu, lima tentara kloningan dari Yuki tersebut pun langsung terpental ke belakang.

Kini seorang gadis dengan surai merah muda berdiri tegap di depan kami. Tangan kanannya membawa sebuah pedang kristal bergagang kayu jati. Samar, aku dapat melihat ekspresi kepuasan tersendiri di wajahnya.

"E-eh?! Ratu Ana?" gumamku tersadar.

Si gadis bersurai merah muda menoleh sedikit ke arahku. Manik merah apelnya tampak berkilat di sudut matanya. Wajahnya datar. Dia tidak tersenyum. Sungguh berbeda sekali dengan sosok Ratu yang selama ini kuketahui.

"Um? Oh, rupanya kau, Natsu," ujarnya.

"Hiaattt!!!" Belum sempat aku merespon ucapan Ratu Ana, tiba-tiba kelima kloning Yuki melesat ke arah kami.

"Jika menyerang seharusnya kalian tidak berteriak," ujar Ratu Ana sambil mengayunkan pedang kristalnya ke samping. Menciptakan sebuah garis vertikal merah muda yang bercahaya.

Seketika kelima kloning tersebut pun kembali terpental ke belakang. Hebat, sungguh aku dibuat takjub karenanya. Jadi apa inilah yang namanya kekuatan sihir para penyihir agung?

"T-terima kasih, Yang Mulia!" ujar Matthew gelagapan. Semburat merah tampak menghiasi wajahnya yang pucat. Sepertinya Ratu baru saja mendapat penggemar baru.

"Kau belum boleh berterima kasih kepadaku. Perang ini belum usai," ujar Ratu dengan nada datar. "Tetap waspada!"

"Baik!" seruku dan Matthew bersamaan.

DRRTT ...!

Bumi yang kami pijaki seketika bergetar. Bebatuan kecil yang biasanya hanya diam kini saling berlompatan rendah ke sana dan kemari. Seketika itu juga, pandangan kami langsung tertuju pada lima kloning Yuki.

Mereka berlima berdiri sambil saling bergandengan tangan. Manik biru mereka menyala-nyala seakan seluruh energi sihir sedang memenuhi tubuh mereka. Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya tapi tiba-tiba saja suhu udara terasa menurun secara drastis. Matahari yang semula bersinar terik kini berubah menjadi pucat dan dingin.

Kemudian dinding-dinding es mulai bermunculan dari dalam tanah. Dinding-dinding tersebut terus tumbuh menjulang ke langit. Dan, saking terpananya aku dengan pemandangan tersebut, aku sampai tidak menyadari bahwa kini diriku terpisah dengan Matthew juga Ratu Ana.

"E-eh?! Kenapa bisa?" gumamku sembari berputar-putar di tempat, waspada akan sekeliling.

Skakmat. Kurasa seluruh kerajaan Delirium, kini telah berubah menjadi sebuah labirin es raksasa. Sial, bagaimana dengan nasib yang lainnya?!

Tap! Tap! Tap!

Dari arah belakang, kudengar suara langkah kaki yang mendekat. Seketika bulu kudukku meremang. Hawa dingin datang menusuk-nusuk tengkuk leherku dan kutahu hal tersebut bukanlah sebuah pertanda bagus.

Kuda yang sedang kutunggangi seketika meringkik keras, seakan dia sedang merasakan rasa takut yang luar biasa. Kemudian kuda tersebut melompat-lompat tidak terkendali hingga tubuhku kehilangan keseimbangannya dan ambruk ke tanah.

"Hei, kembali!" seruku ketika kulihat sang kuda telah berlari menjauh lalu tubuhnya hilang di belokan dinding.

Tanpa sadar, tiga orang kloning Yuki sudah berdiri tegap menatapku. Pedang-pedang mereka teracung ke depan, bersiap menebasku.

"Rupanya hanya vampir bodoh yang sama sekali tidak memiliki energi sihir," ujar salah satu dari mereka.

"Jangan banyak bicara dan cepat lawan aku!" tantangku. Aku ikut mengacungkan pedangku ke depan meski sebenarnya aku sangat optimis bahwa tidak ada kesempatan untukku menang dari mereka.

"Ah, jika itu maumu maka kami tidak akan segan, lho!" ujar si kloning Yuki sembari menyeringai.

Lalu tak lama setelah itu ketiga kloning tersebut langsung melesat ke arahku. Dan, dengan gerakan cepat khas ras vampir, aku langsung menghindari setiap ayunan pedang sihir mereka. Untunglah ras kami memiliki gerak refleks yang sangat cepat. Aku tidah tahu harus bagaimana jika ras kami tidak memiliki kelebihan ini.

Tapi tentu saja aku sadar, aku tidak selamanya harus menghindar.

Aku berdiri di hadapan mereka bertiga. Menatapi mereka satu-persatu sambil meyakinkan diri bahwa tidak ada satu pun dari mereka yang merupakan Yuki yang asli.

"Mati kalian!!!" seruku lantang sembari begerak cepat menuju mereka. Kuayunkan pedangku dengan harapan bahwa salah satu dari mereka akan terkena efek yang cukup parah.

BRUK! BRUK!

Nafasku memburu. Kulirikan mataku perlahan ke arah pedangku. Di sana, kulihat sebuah cairan lengket mirip lumpur berwarna hitam. Ah, sepertinya aku mengenai salah satu dari mereka!

"Bagus juga!" Tiba-tiba salah satu dari kloning Yuki kembali berbicara. Refleks, aku langsung menoleh ke arahnya.

"Selanjutnya giliranmu!" ujarku mantap.

"Oh, ya? Coba saja kalahkan aku!" balasnya penuh percaya diri. "Asal kau tahu, aku ini berbeda dengan dua lainnya yang baru saja kau kalahkan!"

"Kau yang minta!" ucapku sembari tersenyum miring.

Dan, pertarungan sengit di siang itu pun dimulai. Aku tidak tahu setelah ini aku akan tetap hidup atau sebaliknya, tapi yang jelas akan kulawan makhluk sialan di depanku ini sampai titik darah penghabisan.

Makhluk kotor sepertinya tidak pantas meniru Yuki!

"Hei, Noel! Aku merasa agak hangat sekarang," ujarku sembari menatap kedua telapak tanganku bergantian.

"Huh, bagus kalau begitu. Kuharap kau akan segera tersadar," ujar Noel sembari tersenyum lebar.

"T-tapi jika aku tersadar, itu artinya aku dan kamu tidak akan pernah bertemu lagi," gumamku miris.

"Yuki, tidak apa," ujar Noel, tangannya bergerak mengelus puncak kepalaku. "Semua akan baik-baik saja."

Yah, kuharap begitu. Kuharap semuanya akan baik-baik saja seperti apa yang dikatakan Noel. Tapi entah kenapa, rasa hangat yang datang menyelimuti tubuhku ini datang bersamaan dengan rasa sakit di rongga dada.

Uh, rasanya sesak sekali. Ada suatu rasa misterius yang membuatku merasakan suatu perasaan tidak rela. Ada apa, ya?

MirrorWhere stories live. Discover now