[S2] Epilog

418 46 25
                                    

Sudah dua puluh lima tahun aku dihantui oleh sosok itu. Sosok yang rasa-rasanya amat kurindukan. Di setiap mimpiku, sosok itu selalu datang. Namun wajahnya selalu terlihat kabur. Surai biru cerahnya itu tidak bisa kulupakan dengan mudah di dalam ingatanku. Dan setiap kali aku terbangun dari tidur, terdapat satu pertanyaan yang selalu hinggap di benakku, "Gadis itu..., siapa?"

Aku membuka pintu rumahku perlahan. Cahaya matahari pagi merembes masuk dan menyilaukan pandanganku untuk beberapa saat. Kemudian kudapati sesosok gadis elf tengah membawa keranjang berisi penuh dengan buah-buahan. Dia tersenyum lebar menatapku.

"Hari pertamamu bekerja, Natsu-kun?" tanyanya ramah.

"Hufft, iya. Aku belum pernah bertemu dengan Tuan Putri, kira-kira dia anak yang seperti apa, yaa? Kuharap dia tidak sulit untuk belajar," jawabku panjang lebar.

"Natsuku pasti bisa menghadapinya! Dari sekian banyak guru di akademi, hanya kamu yang dipilih Raja, lho!" hibur gadis elf itu.

"Yaa, kuharap semuanya baik-baik saja," balasku ragu.

CUP! Tiba-tiba gadis elf di depanku dengan cepat mencium pipiku. Aku pun sontak dibuat kaget olehnya. Sedangkan si gadis elf hanya tersenyum malu-malu setelahnya.

"Ha--Hana, apa yang--" ujarku terbata.

"Kau pasti bisa, Natsu!" ujarnya malu-malu. Kemudian sosoknya pun menghilang digantikan oleh butiran sihir berwarna merah jambu yang berhamburan di udara.

"Wah, senang kau datang tepat waktu, Natsu-sensei!" ujar Ratu Ana sembari bertepuk tangan pelan begitu aku sampai di ruangan singgasana istana.

"Aku benar-benar penasaran dengan sosok Tuan Putri. Selama ini aku belum pernah melihatnya keluar istana jadi sebagai guru aku haruslah tahu dengan karakter calon muridku," jelasku.

"Semangat yang bagus. Nah, Noel akan mengantarmu ke ruangan putriku," ujar Ratu Ana sembari mempersilahkan pemuda bernama Noel maju mendekatiku.

"Baiklah, ayo ikuti aku, sensei!" ajak Noel tanpa basa-basi.

Aku dibawa Noel menelusuri lorong panjang istana yang berbelok-belok lalu menaiki sebuah tangga yang terbuat dari marmer di ujung lorong. Sepanjang perjalanan, Noel terus bercerita tentang sosok Tuan Putri yang katanya sih, sangat pemalu. Dan Noel, sebagai pelayan pribadi Tuan Putri tidak akan segan membunuhku apabila aku melakukan hal buruk kepada Tuan Putri.

"Kau sepertinya memiliki perasaan spesial terhadap Tuan Putri, ya?" godaku kepada Noel.

"Ha!? Yang benar saja!! Usiaku sudah terlalu tua untuknya! Lagipula dia masih lima belas tahun!" sanggah Noel cepat. Kulihat wajahnya memerah panas.

"Majide?" godaku sambil memasang tampang menyelidik ke arahnya.

"Po--pokoknya ini dia pintu ruangan Tuan Putri!" ujarnya kemudian ketika kami tiba di depan sebuah pintu berwarna putih dengan banyak sekali ukiran bunga delirium di permukaannya.

Noel mengetuk pintu ruangan sebanyak tiga kali lalu berujar, " Tuan Putri, guru Anda telah datang!"

[P.s Mulai bagian ini, ada baiknya Anda membaca sambil mendengarkan lagu "LDR by Raisa" untuk pengalaman membaca yang lebih nge-feel ]

Pintu pun seketika terbuka lebar. Memperlihatkan sebuah kamar gadis remaja yang serba berwarna putih dan biru. Perabotannya ditata rapi, malah terkesan perfeksionis. Tak jauh dari tempat tidur yang berukuran King Sized tersebut, terdapat sebuah meja belajar sederhana.

"Masuklah, aku harus pergi karena ada urusan diluar!" ucap Noel tiba-tiba.

"Ehh? Kau tidak akan menemaniku?" tanyaku terkejut.

MirrorWhere stories live. Discover now