Mr. Perfect (1)

8.4K 1K 91
                                    

Sebagai pengusaha kuliner yang cukup sukses dan pribadi yang sangat perfeksionis, Kim Mingyu selalu memiliki sifat tak ingin terkungkung dalam sebuah pemikiran yang sempit. Maka ketika memiliki kesempatan untuk melebarkan sayap bisnisnya ke ranah kuliner internasional, ia tidak melewatkannya begitu saja. Hari ini, dengan jadwal penerbangan paling akhir, Mingyu bertandang ke Roma untuk menghadiri workshop tentang makanan khas Tim Azzuri itu. Mungkin dari kacamata orang lain, mereka adalah pasangan yang sangat sempurna. Istrinya adalah calon CEO sebuah perusahaan retail yang terbesar di Korea, Jeon Wonwoo pemuda manis pewaris tunggal SVT Duty Free berhasil dipersuntingnya dua tahun yang lalu. Tapi kerikil kecil dalam rumah tangga pasti ada bagaimana pun bentuknya, karena hidup tidak selamanya sesuai dengan yang kita rencanakan.

"Kau akan pergi?" Wonwoo melepas dasi yang sejak pagi melilit lehernya sambil mengamati pantulan wajah sang suami dari cermin yang berdiri di hadapannya.

"Hanya satu minggu, sayang. Workshop ini tidak boleh dilewatkan." Mingyu memeriksa sekali lagi barang bawaannya yang tersusun sangat rapi dan teratur di dalam kopernya. Tumpukan baju disesuaikan dengan fungsinya, kemeja dengan kemeja, kaus dengan kaus, begitu pula untuk celana dan pakaian dalamnya. Bahkan sudah sedemikian rapi saja, ia masih memeriksanya berkali-kali.

Wonwoo hanya menggelengkan kepalanya, menghela napas berat sambil berbalik badan dan mengusap lembut punggung Mingyu yang sedang membungkuk. "Itu sudah rapi sayang, mau berapa kali lagi kau memastikannya?"

"Ah baiklah jika kau bilang sudah rapi, aku hanya ... Kau tahu 'kan aku sangat memuja keteraturan dan bisa gelisah jika ada sedikit saja hal yang tidak rapi." Mingyu mengecup kening Wonwoo dengan lembut.

"Aku semakin merasa inferior di hadapanmu, Gyu. Imperfection is my middle name, kau tahu?"

"Bukankah kau juga tahu bahwa aku hanya perfeksionis untuk diriku sendiri? Sudahlah, fokus ke dirimu dulu. Don't mind me, Sweetie."

Pria tampan berkulit kecokelatan itu menutup kopernya dengan hati-hati setelah memastikan sekali lagi bahwa susunannya telah rapi, kemudian ia berlalu ke ruang kerjanya untuk memeriksa apakah ada barang lain yang sekiranya harus dibawa untuk ke Roma nanti. Kalau sudah begini, jangan pernah menganggap bahwa Wonwoo termasuk penghuni rumah besar mereka, karena keberadaannya pasti diabaikan oleh Mingyu. Pria manis itu keras kepala, dengan pride setinggi Himalaya, kedua orang tua mereka sampai heran, bisa-bisanya mereka berdua menyatu dalam ikatan pernikahan, karena keras kepalanya Mingyu nyatanya tak kalah dengan Wonwoo.

Segala perhatian berlimpah Wonwoo terima dari kedua orang tuanya sejak ia masih kecil hingga sekarang, maka ketika menikah dengan Mingyu, ia ingin merasakan bagaimana melimpahkan kasih sayang kepada orang lain. Memperhatikan setiap hal kecil yang mungkin akan dilupakan oleh sang suami. Mengingatkan tentang segala hal yang mungkin saja luput dari perhatian Mingyu. Tetapi sayangnya, Wonwoo harus menelan bulat-bulat keinginannya itu. Suaminya serba teratur dan sempurna, tanpa diingatkan olehnya pun Mingyu akan dapat menangani semua kebutuhannya. Lagi-lagi, perasaan tidak berguna dan tidak pantas bersanding dengan Mingyu hinggap di kepala Wonwoo.

"Mingyu ..." Tak sadar sejak tadi sebenarnya Wonwoo mengekori setiap langkah Mingyu.

"Ya sayang?"

"Apa aku boleh membantumu?"

"Tidak perlu, aku bisa semuanya sendiri. Duduklah."

"Pernahkah kau berpikir bahwa aku adalah pasangan yang tidak berguna?"

"Maksudmu?" Mingyu mengernyit kebingungan.

"Sudahlah, lupakan." Wonwoo mengibaskan tangannya sambil menatap datar.

Mingyu menghampiri sang istri yang berdiri tak jauh dari hadapannya. Memegang kedua bahu bidang Wonwoo, sambil menatap tajam ke arah mata rubah yang menenggelamkannya sejak dulu.

"Jangan meminta itu, Wonwoo. Aku tidak bisa lupa, tapi jika diharuskan untuk itu. Aku bisa, sangat bisa. Dan itu akan berlangsung selamanya. Jadi jangan meminta itu, ya?" Wonwoo mengerjapkan matanya pelan, baginya dominasi Mingyu tidak pernah bisa terbantahkan.

"Bagaimana jika aku merindukanmu?" Wonwoo menunduk sambil memainkan ujung kemeja kerjanya.

"Hanya satu minggu. We didn't like a cheesy things, remember? Tapi kamu lucu, dengan mudahnya bilang rindu." Mingyu menjawil ujung hidung mancung milik Wonwoo.

"Wajar 'kan seorang istri merindukan suaminya?" Dengan wajah dan intonasi yang datar, Wonwoo berhenti bermanja dengan Mingyu.

~~~

Kepergian Mingyu telah berlalu selama tiga hari. Saat mengantar Mingyu dengan penerbangan terakhir menuju Roma, membuat Wonwoo malam-malam merelakan dirinya untuk mengendarai mobil demi mengantarkan sang suami. Padahal Mingyu sudah melarangnya, ia lebih memilih diantar oleh supir karena tidak tega melihat Wonwoo menyetir sendirian di malam hari. Jika ada pria yang menyayangi istrinya melebihi dirinya sendiri, maka Mingyu lah orangnya. Ia bukan tipikal pria yang senang memberikan kata-kata atau perlakuan manis terhadap Wonwoo. Bahkan perkataan Mingyu seringkali tidak pernah tersampaikan, hanya serangkaian kode-kode yang tak pernah ditangkap Wonwoo dengan baik, namun sekalinya Mingyu mengutarakan perasaannya, kata-kata yang ia keluarkan terlalu gamblang dan tepat sasaran, sangat tidak cocok untuk pembawaan Wonwoo yang sensitif.

Bisa dipastikan, perginya Mingyu selama satu minggu akan membuat Wonwoo menderita karena rasa rindunya. Salahkan gengsinya yang setinggi Himalaya, Wonwoo akan memendam rindunya sendirian tanpa memberitahu Mingyu. Menurut Wonwoo sangat percuma memberitahu suaminya itu perihal rindu. Ini menjelang hari keempat Mingyu berada di Roma. Dan rasa rindu yang dialami Wonwoo telah mencapai puncaknya, ia tidak tahan untuk sekadar mengirimkan pesan kepada Mingyu.

To: Mr. Perfect 💕🍃
Hey, aku rindu!

From: Mr. Perfect 💕🍃
Kau gila ya?

To: Mr. Perfect 💕🍃
Am I wrong when I say that I miss you?

From: Mr. Perfect 💕🍃
Too sensitive. Begini kalau texting.
Miskonsepsi. Aku bercanda sayang.

To: Mr. Perfect 💕🍃
Mana aku tahu bahwa kau bercanda?!
After this, I never say anything about my feelings.

From: Mr. Perfect 💕🍃
Sayang, maaf.
Bukan itu maksudku, aku senang kok.
Aku senang kamu mengatakan rindu.

To: Mr. Perfect 💕🍃
Nevermind.
Fokus saja dengan workshop mu.


Wonwoo merebahkan dirinya di ranjang yang luas dan terasa dingin, memikirkan keadaan dirinya dan ikatan pernikahan dengan Mingyu. Suaminya tak pernah bisa ditebak dan Wonwoo yang terlalu gengsi. Mingyu itu segalanya, pria tampan itu telah menjadi musim gugurnya. Sepertinya rindu masih harus disimpan untuk beberapa hari lagi.

Mr. Perfect 💕🍃 is calling ...

"Hahaha, Mingyu pasti ingin meminta maaf padaku." Wonwoo menyeringai, membiarkan dering itu berbunyi agak lama. Ia tidak mau ketahuan oleh sang suami bahwa panggilan telepon itu adalah hal yang sangat ia tunggu-tunggu. Salahkan gengsi yang setinggi Himalaya.

~~~

P.S.

Nge-feel nggak sih ini tuh? Saya kok ngga pede ya bikin cerita lepasan macam gini. Kritik dan sarannya saya nantikan, kalau mau request moment juga boleh. Asal jangan explicit content, saya nggak pandai nulisnya.

Selamat membuka kotak Pandora!

Bittersweet [Meanie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang