Air Balloon

1.5K 253 11
                                    

Harum aroma daun-daun yang mengering mulai terasa menusuk serabut saraf olfaktorius tiap anak manusia yang menghidunya. Gradasi hijau lalu kuning menuju oranye hingga akhirnya menjadi kecokelatan menandakan bahwa alam tengah bersolek menyambut datangnya musim kesukaan Mingyu dan Wonwoo. Mungkin bisa dikatakan bahwa musim gugur adalah satu-satunya hal yang menjadi persamaan keduanya, selain cinta.

Kedua anak manusia itu tercipta sungguh bertolak belakang, bagaikan Yin dan Yang, Mingyu sebagai Yin dan Wonwoo mengambil peran Yang. Di mana Yin adalah sesuatu yang perlahan, lembut, dingin, basah, dan pasif. Sungguh kontradiksi dengan Yang, identik dengan cepat, keras, panas, kering, dan agresif. Tuhan mempertemukan dua anak manusia dengan berbagai macam filosofi, ada yang bertemu karena banyak persamaannya, ada pula yang bertemu sebagai komplemen satu sama lain. Lalu filosofi mana Mingyu dan Wonwoo bertemu? Tuhan menjadikan pertemuan mereka sebagai penyeimbang satu sama lain. Terkadang Wonwoo juga heran, untuk dirinya dengan karakter yang meledak-ledak, bisa-bisanya ia tahan dengan gaya bicara Mingyu yang tajam dan menusuk. Begitu pun Mingyu yang mencintai ketenangan dan kesederhaan, bisa-bisanya ia mendampingi Wonwoo yang berisik dan rumit. Tuhan menyisipkan cinta di antara peran mereka terhadap satu sama lain.

"Aku ingin kau lebih terbuka Gyu, kau anggap aku ini apa sih? Pajangan?" tukas Wonwoo tajam ketika Mingyu yang telah berbicara separuh topik, memilih menghentikannya di tengah jalan dan tidak meneruskan ceritanya.

Mingyu mungkin lupa bahwa tingkat insecure dan trust issues yang dimiliki Wonwoo sangat tinggi. Besar dengan berbagai macam trauma membuat Wonwoo ingin tampil sempurna agar diterima. Tipikal Wonwoo, ia tidak mau melakukan kesalahan sedikit saja karena takut ditinggalkan. Sebuah pola pikir tidak sehat yang terbawa akibat traumanya. Padahal Mingyu sama sekali tidak pernah ada niat meninggalkan, pernah suatu kali terbersit secuil pemikiran Mingyu untuk meninggalkan Wonwoo karena rumit. Dan itu cukup membuat Wonwoo terpukul.

"Kalau masalah ini yang kujadikan topik pembicaraan kita, akhirannya sudah bisa kutebak. Kau yang akan cemburu, marah, dan kembali lagi merasa insecure. Wonwoo, percayalah aku bercerita seperti ini karena aku tidak ingin menyimpannya sendirian, aku ingin kau tahu bahwa inilah usahaku untuk menolak mereka semua. Tapi kau selalu marah, maka kupilih tidak lagi membicarakannya." Mingyu sedikit naik pitam dan meninggikan suaranya.

"Terserah kau saja, aku lelah." ujar Wonwoo lesu.

Mingyu menggenggam bahu Wonwoo, setelah sebelumnya mengusap pipi pucat istrinya itu.

"Kau tahu, aku bahagia bersamamu. Sungguh. Dengan segala yang ada di dalam dirimu, entah itu kekurangan atau kelebihan, aku merasa cukup. Aku terima semuanya. Tapi kau tidak. Masih saja ada yang kurang di dalam diriku menurutmu. Selayaknya naik balon udara, aku bahagia, sangat. Tanpa keluhan apapun. Kalau kau, ketika naik balon udara, kau memang bahagia. Namun suara-suara di kepalamu menggerutu. Terbangnya kurang tinggi. Tempatnya kurang luas. Anginnya kurang kencang. Pokoknya ada saja yang kau keluhkan. Dan dirimu bersamaku, aku tahu kau bahagia. Namun ada saja sifatku yang tidak bisa kau terima. Kamu menuntut, tanpa kamu sadari. Dan itu membuatmu tidak bahagia. Wonwoo, merasa cukuplah dan bahagia bersamaku tanpa suara-suara bising di kepalamu." sebuah pelukan menghampiri Wonwoo yang bergetar tubuhnya karena tangisan.

Mingyu benar dan Wonwoo runtuh sudah. Ia menenggelamkan wajahnya pada dada Mingyu. Menangisi kebodohan yang menyergap isi kepalanya. Karena Wonwoo sadar, sesungguhnya pria tampan nan tinggi itu adalah senyata-nyatanya entitas cukup bagi Wonwoo. Seharusnya ia menyadari itu sejak awal, bukan malah memicu pertengkaran seperti malam ini.


~~~

Petang pada musim gugur adalah salah satu hal yang paling Wonwoo sukai. Ditemani secangkir teh chamomile dan cookies kacang almond, ia duduk khidmat memandangi langit dengan semburat jingga, senada dengan dedaunan yang juga membuat gradasi yang sama. Wonwoo dan Mingyu tidak pernah ingin membuat masalah menjadi berlarut-larut, maka ketika tersulut, lalu keduanya sama-sama mengambil waktu hening sebentar untuk mendinginkan kepala.

"Serius sekali sih?" Mingyu tiba-tiba sudah ada di belakang kursi ayun yang sedang Wonwoo duduki. Lengan kekar dan rasa hangat menjalari bahu hingga ke punggung Wonwoo.

"Gyu, langitnya indah ya ..." Wonwoo malah menunjukkan perangai kekanakkannya terhadap Mingyu.

"Sepertimu, indah ..."

"Gyu, jika kau adalah senja. Aku memilih menjadi langitnya."

"Loh memangnya kenapa?"

“Jika kau menjadi senja, aku memilih menjadi langitnya. Karena bagaimana pun kau memancarkan pesona-pesonamu kepada yang lain, kau akan selalu pulang pada pelukku yang tenang.” seloroh Wonwoo sambil tersenyum.

Pertengkaran kecil memang kerapkali mewarnai hari-hari panjang yang mereka lalui. Namun setelah semuanya selesai, mereka kembali seperti dua anak manusia yang selalu diliputi cinta paling bahagia di jagat raya.

"Senja tidak pernah sengaja memancarkan pesonanya, lagipula senja hanya sebentar, Wonwoo. Senja mengajarkan pada kita bahwa perpisahan ada pula yang indah. Mereka bebas memaknaiku sebagai senja, namun aku tetap tahu di mana langit baratku berada." pelukan datang menghangatkan punggung Wonwoo. Pria manis itu selalu menyukai sensasi bagaimana tubuh kurusnya tenggelam dalam dekapan Mingyu.

"Gyu ... Kau tahu aku sangat mencintaimu 'kan?"

"Hmm, sangat tahu." Mingyu berkata dalam suaranya yang teredam karena ia sibuk menenggelamkan wajahnya pada bahu Wonwoo. "Dan kau masih ingat apa yang pernah aku bilang 'kan? Mencintaiku tidak akan membuatmu lemah, jadi kuatlah Wonwoo. Percayalah, tumbuhkan rasa percaya, di sini." ujar Mingyu lagi sambil menunjuk tepat ke arah dada Wonwoo.

Wonwoo maupun Mingyu sangat suka bagian ini, ketika akhirnya semua kembali baik-baik saja. Bagian di mana kening mereka saling beradu serta tangis dan tawa menjadi satu. Saat keduanya terasa benar-benar dekat. Hingga rasa yang hendak memudar kembali lagi menjadi pekat. Untuk kesekian kalinya, sebut Wonwoo berlebihan, tetapi bagi Wonwoo, Mingyu-nya adalah sebenar-benarnya keajaiban. Menjumpai Mingyu dalam hidupnya adalah sebuah hadiah dari Tuhan. Hanya pada mata Mingyu, Wonwoo bersedia jatuh dalam-dalam. Mungkin pada peluk Mingyu jua lah Wonwoo bersedia terdekap erat-erat.

~~~

P.S

Aunty is back!
Hope you all always happy and healthy.
Bagaimana kesan kalian mengenai chapter lalu yang ditulis Uncle?

Selamat membuka kotak Pandora 💕🍃
Selamat menikmati romansa yang tidak biasa!

Bittersweet [Meanie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang