Long Distance

2.6K 431 30
                                    

Hal yang paling menyebalkan dari sepasang suami istri adalah ketika salah satunya pergi melaksanakan tugas luar kota bahkan luar negeri. Jika biasanya Wonwoo yang ditinggalkan Mingyu karena workshop atau kegiatan apapun yang berkenaan dengan urusan restoran, maka kali ini Wonwoo yang akan melakukan perjalanan bisnis. Mengunjungi London adalah salah satu impian Wonwoo sejak lama, maka ketika sang Ayah menugaskannya untuk bertemu dengan klien mereka yang ada di sana, Wonwoo tak perlu berpikir dua kali untuk menerimanya. Satu yang ia lupa, Mingyu. Wonwoo lupa meminta izin pada Mingyu untuk perjalanannya selama dua minggu ke ibukota negara Inggris itu. Dan satu hal yang aneh, Mingyu selalu bisa pergi meninggalkan Wonwoo untuk workshop tetapi jika ditinggalkan Wonwoo, ia malah akan menjadi manusia paling menyebalkan karena suka marah-marah tanpa sebab dan cepat sekali merasa rindu. Pokoknya, Wonwoo harus selalu ada di sampingnya setiap saat.

"Kalau aku bilang tidak ya berarti tidak, Jeon." Mingyu berkata dalam intonasinya yang paling datar ketika menjawab izin Wonwoo sambil sibuk dengan masakannya.

"Gyu! Kau gila ya, ini London Gyu, London. Dan Ayah yang menunjukku langsung untuk berangkat ke sana. Ayolah Gyu ... Kau tahu 'kan, seberapa inginnya aku ke sana? Boleh ya, Gyu. Please ..." Wonwoo menangkupkan kedua tangannya, memasang pose memohon sambil menunjukkan puppy eyes miliknya.

"Tidak. Sekali tidak tetap tidak." Jari telunjuk Mingyu sudah mengacung di depan hidung Wonwoo, menandakan bahwa keputusannya sudah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat lagi.

"Terserah, aku tidak membutuhkan izinmu. Aku pergi. Tiket dan segalanya sudah siap." Dengan cepat Wonwoo membalikkan badannya. Air di pelupuk mata sudah siap tumpah, bagaimana bisa Mingyu se-egois ini. Padahal sebelumnya, Mingyu selalu mendukung karir dan studi Wonwoo. Tapi entah ada badai apa, kini semuanya berubah.

Tidak ada yang tahu, begitupun Wonwoo. Bahwa Mingyu hanya tengah menahan sakit pada sekitar dada kirinya. Ia membutuhkan waktu Wonwoo lebih banyak kali ini. Bahkan dirinya hari ini saja memilih untuk istirahat di rumah dan menyerahkan semua urusan restoran pada Seokmin. Tetapi Mingyu tetap saja menjadi Mingyu, berusaha mempertahankan pride yang dimilikinya. Bukan, ini bukan tentang gengsi, ini hanya tentang harga diri. Ia hanya tidak mau terlihat lemah di hadapan Wonwoo. Dalam labirin pemikiran di kepalanya, ia harus melindungi Wonwoo dan tidak sekalipun membiarkan bahwa kenyataannya, ada waktu dimana ia yang harus dilindungi oleh Wonwoo-nya. Mata Mingyu memanas ketika melihat Wonwoo berlalu dari hadapannya tanpa menoleh lagi. Pria berkulit pucat itu lebih memilih masuk ke kamar untuk mengepak barang dan baju yang akan ia bawa ke London selama dua minggu dan meninggalkan Mingyu di dapur.

~~~

Dengan kesal dan serabutan, Wonwoo dengan asal melipat baju-baju yang akan ia bawa dan melemparnya ke dalam koper diselingi dengan air yang terus mengalir dari mata rubahnya.

"Mingyu menyebalkan! Argh!" Selanjutnya ia mengusak matanya dengan kasar hingga memerah.

Satu yang tidak Wonwoo ketahui, Mingyu memperhatikannya dari balik pintu yang tidak tertutup rapat dengan mata berkaca. Andaikan mulutnya mampu berkata bahwa ia membutuhkan Wonwoo, mungkin tidak akan serumit ini. Ia kembali memegangi dadanya, bertumpu pada tangga yang akan membawanya kembali ke lantai bawah, Mingyu berjalan perlahan sambil mengatur napas. Sungguh dua manusia pintar tapi bodoh yang hanya bisa mementingkan harga diri, tanpa tahu bahwa semua akan baik-baik saja jika dikomunikasikan dari hati ke hati.

Ponsel Wonwoo berdering, dengan layar notifikasi yang menandakan bahwa panggilan itu dari sang Ayah. Dengan cepat, pria manis itu menetralkan suaranya yang serak agar Ayahnya tidak tahu bahwa ia habis menangis, dan mengusak sisa-sisa air yang masih menggenang membasahi pipinya.

Bittersweet [Meanie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang