01. Pergi Jauh

1.1K 63 4
                                    

Tap. Tap. Tap.

Terdengar suara langkahan kaki seseorang dari luar kamar tidur Elva dan tak lama suara itu menghilang digantikan dengan suara ketukan pintu.

Elva yakin itu adalah-

"Ibu sudah menyiapkan mu minum. Jika kau haus, keluarlah dari habitat mu ini."

"Elva tidak ingin mi-"

"Galvan menunggumu di luar."

Elva yang masih menutup matanya sekarang sudah terbuka begitu mendengar nama 'Galvan'. Elva segera bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju ruang tamu bertemu dengan Galvan.

"Ingat El, dia itu berbeda. Dia adalah musuh sekutu kita. Jika bisa, jauhi lah dia secepatnya, sebelum bangsa vampir yang lainnya mengetahui hubunganmu dengan bangsa serigala," ujar Ibunya sebelum meninggalkan kamar Elva.

Elva sempat menghentikan langkahnya untuk keluar kamar. Sudah cukup bosan ia mendengarkan nasihat Ibunya itu setiap kali Galvan berkunjung.

Elva rasanya ingin mengatakan, "Iya! Elva sendiri juga sudah tau!"

Tapi yang bisa ia lakukan hanya menghela nafasnya kasar dan keluar dari kamarnya itu.

"Kak Galvan! Hai! Sedang apa kesini kak?" sapa Elva berusaha melupakan perkataan Ibunya yang mulai terngiang-ngiang di kepalanya setiap saat.

Galvan yang tadinya duduk menunduk kini mendongak menatap tepat pada manik mata Elva yang berwarna merah itu. Galvan terdiam, belum membalas sapaan juga pertanyaan Elva untuknya.

Tak lama setelah adegan tatapan itu, Galvan menunjukkan senyumannya. "Oh hai El. Seperti biasa aku hanya ingin mengunjungimu. Bosan dirumah. Kau duduk sini, di sampingku."

Elva duduk di samping Galvan kemudian ber-oh ria. Tetapi Elva sadar ada yang aneh dengan nada bicara Galvan barusan.

"Kakak, tidak apa-apa kan? Sedang tidak ada masalah kan?"

Terjadi keheningan lagi. Tidak seperti biasanya, Galvan perlu beberapa menit untuk menjawab Elva.

"Hm, sepertinya terlalu jelas kalau aku sedang tidak baik-baik saja?"

Elva mengangguk sebagai jawaban.

"Aku akan pergi untuk waktu yang lama."

Elva terdiam sebentar. Mencerna kalimat yang terlontarkan dari mulut pria di hadapannya.

"Kau tidak perlu tahu aku akan pergi ke mana, karena tempat itu jauh."

Pernyataan itu, baru saja Elva ingin tanyakan.

"Tapi tenang saja, aku sudah meminta tolong kepada temanku untuk menemanimu saat aku tak ada."

Mata Elva rasanya mulai memanas. Pria di hadapannya ini ingin pergi. Pria di hadapannya ini, cinta pertamanya.

"K-kak...." Suara Elva terdengar bergetar karena menahan tangisannya.

Galvan mengalihkan pandangannya dari wajah Elva, entah karena apa.

Handphone milik Galvan bergetar. Sebelum Elva sempat melihat apa yang tertera di layar handphone itu, Galvan lebih dulu mengambilnya.

Tak lama setelah mengecek handphonenya Galvan berdiri. "Aku pergi. Jaga dirimu baik-baik. Nanti temanku, Calvin, akan datang untuk menemanimu," ujar Galvan sambil mengelus puncak kepala Elva.

"Oh iya, Calvin juga sebangsa denganmu. Jadi kau tak usah khawatir lagi." Galvan memberikan senyuman yang sangat manis pada Elva. Itu senyuman termanis yang pernah Elva liat selama bersama Galvan.

Oh! Tak lupa dengan perkataan Galvan barusan. Itu... sangat menusuk. Kalimat nasihat dari Ibu Elva, kembali terngiang di kepalanya.

Galvan mulai melangkahkan kakinya keluar dari rumah keluarga Elva. Elva sangat ingin memeluknya, tapi entah kenapa setelah kalimat terakhir yang terlontarkan dari mulut Galvan kaki Elva rasanya sangat berat untuk terangkat dan berlari memeluk Galvan.

Mata Elva yang tadinya hanya terasa panas, kini mengeluarkan air mata. Siapa yang tidak sedih jika cinta pertamamu akan pergi untuk waktu yang lama, juga entah kemana perginya.





ribbon






Beberapa hari setelah kejadian itu, Elva mengurung dirinya dalam kamar. Bahkan secangkir darah hasil dari pemburuan hewan ayahnya tak pernah ia teguk, sekalipun tidak.

Ketukan pintu terdengar. "Elva, kau nanti jatuh sakit kalau terus berdiam diri dalam kamarmu. Setidaknya minumlah secangkir darah untuk menambah energimu," ujar Ibunya lembut.

"Bawa Kak Galvan dulu..." lirih Elva dari dalam kamar.

Terdengar helaan nafas diluar kamar Elva. Tetapi seiring dengan helaan nafas itu, terdengar kenop pintu kamar Elva terputar.

"Hey."

Suara itu, bukan suara Ibunya. "Maaf baru mengunjungimu, aku teman yang Galvan maksud, Calvin."

Perlahan namun pasti, Elva menoleh memastikan. Walau suaranya sudah pasti itu suara laki-laki.

"Mana Kak Galvan? Dia pergi kemana?" tanya Elva namun membelakangi pria bernama Calvin itu.

Tak ada jawaban. "Kau tidak perlu mencarinya. Dia baik-baik saja, hanya saja dia pergi untuk waktu yang lama."

Calvin tersenyum dengan kertas surat kabar yang ia pegang di balik tubuhnya.

"Dikabarkan bangsa serigala yang berinisial G baru saja dibunuh oleh bangsa vampir karena sudah memasuki wilayah kekuasaan vampir tanpa izin."

Ribbon ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora