3| REMEDY

12.8K 1.6K 153
                                    

"Mbak, Bang Randi nanyain lagi."

Harun masuk ke kamar Galuh dan menghempaskan diri ke kasur. Pemuda itu menoleh pada kakaknya yang baru saja pulang.

"Terus lo bilang apa?" Galuh balik bertanya sementara dirinya sedang menghadap ke meja rias, menghapus make up dengan lembut.

"Ya gue bercandain aja, kenapa nggak main kesini, gitu," sambung Harun mengawasi Galuh yang sedang membersihkan wajahnya dengan cairan yang tidak pernah Harun tahu namanya.

Galuh meringis. Randi adalah alumnus kampus Harun yang juga senior Harun dari fakultas hukum, berusia tiga tahun di atas Galuh. Galuh mengenalnya ketika komunitas Mapala yang diikuti Harun sedang berkumpul di rumah setahun yang lalu. Sejak saat itu, Harun bilang jika Randi tertarik padanya. Dari Harun juga Galuh tahu, jika Randi pernah menikah dan bercerai dua tahun lalu. Katanya, karena sang istri bermain api dengan pria lain.

Galuh ikut bersimpati. Tapi untuk mengenalnya lebih jauh, Galuh sama sekali belum berminat. Rasanya, dia masih lelah.

Beberapa kali Randi menghubunginya, sekedar basa-basi. Sementara yang dihubungi hanya menjawab sekadarnya saja.

"Tapi dia belum berani kesini buat ketemu Papa secara pribadi." Harun terkekeh. "Takut, katanya."

Galuh tidak menjawab. Wanita itu sedang menuntaskan ritual rutinnya sebelum bangkit dan melirik Harun sekilas.

"Siap-siap, Run."

Harun yang sedang bermain ponsel sembari tengkurap di kasur kakak perempuannya lantas menoleh.

"Kemana?"

"Antar ke makam," jawab Galuh meraih handuk di balkon. "Ini hari ulang tahun keponakan kamu."

Dan Harun terdiam. Matanya terpancang pada punggung Galuh hingga wanita itu keluar dari kamar. Lantas, Harun mematikan ponsel dan berbalik telentang, menatap langit-langit.

Luka itu, bukan hanya milik kakak perempuannya. Rasa sakit ketika membahas tentang masa lalu itu, bukan hanya berdenyut di dada Galuh saja. Si kerak neraka itu bukan hanya menyakiti Galuh. Dia menyakiti Harun, menyakiti Gandhi. Menyakiti keluarga ini. 

Butuh usaha keras bagi pemuda berusia 22 tahun itu untuk mengatur nafas setiap kali ia diingatkan akan tragedi yang menimpa kakaknya. Dia menyayangi Galuh, itu tidak diragukan lagi. Dan dia sama sekali tidak menyangka si setan neraka yang sudah dia anggap sebagai kakak sendiri, tega menyakiti Galuh hingga sedemikian rupa.

Kakaknya dulu adalah gadis yang periang. Galuh yang dulu, akan sangat bersemangat ketika Harun menantangnya bermain flappy bird. Galuh yang dulu, tidak segan menjahili Harun dengan mematikan kran air dari pusat ketika tahu Harun sedang keramas. Galuh yang dulu, akan bersenandung riang ketika memasak di dapur. Tapi setelah tragedi itu, ada yang hilang dari diri Galuh.

Kakaknya cantik dan tinggi. Dengan kulit kuning langsat serta badan yang selalu terawat. Ditambah, Galuh pandai berias sejak dulu. Wajahnya dulu terkesan kekanakan dan ramah karena bibir itu selalu tertawa. Tapi sekarang seorang Galuh terlihat lebih dewasa, serius dan tertutup karena bibir itu lebih banyak terdiam.

Ah, luka hati memang mengerikan.

***

"Mbak, aku salad buah. Catra jus jambu. Wanda sama Iyas jus nanas. Amel jus melon nggak pakai susu. Mamacii emwah ❤"

Sore menjelang ketika akhirnya Galuh bisa pulang. Hari ini cukup penat dan menikmati segelas jus buah kelihatannya sangat nikmat. Galuh mendengus kala membaca balasan dari Aria. Dengan jaket tersampir di lengannya, Galuh berjalan ke kedai jus di samping rumah sakit.

REMEDY [PUBLISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang