9| REMEDY

10.9K 1.6K 122
                                    

"You okay?"

Karena gadis itu terus menunduk sejak Karim menjemputnya di depan Rumah Sakit. Dia hanya tersenyum dan menjawab seadanya ketika Karim bertanya. Tapi, mata itu jelas terlihat sembab.

"Hmm..." Galuh mengangguk dan memandangnya sekilas sebelum menunduk lagi. "Kenapa?"

Laki-laki itu mengamati Galuh beberapa saat, kemudian menghela nafas. Ia tersenyum kecil.

"Kamu makan sambil kepikiran apa, Luh? Dari tadi diam. Mau pindah tempat makan saja?"

Galuh menggeleng cepat. Ia memegang mangkuk yang berisi ramen itu dengan kedua tangan.

"Rasanya hangat," kekeh Galuh singkat. "Siapa yang sangka bakal hujan selebat ini, kan?"

Karim mengerling ke jendela di sampingnya, dimana hujan turun deras sekali hingga pemandangan di luar tampak memburam.

"Jangan khawatir. Nanti aku antar kamu." Karim menenangkan sambil menebak-nebak, apakah hal itu yang membuat gadis di depannya jadi sebegini muram?

Namun Galuh menggeleng dan tersenyum lagi. "Nggak perlu, Bang Karim. Sudah, makan gih! Nanti keburu dingin."

Untuk kesekian kalinya, Galuh menunduk lagi dan meneruskan melahap semangkuk ramen kari di depannya. Karim mengamatinya beberapa saat, kemudian laki-laki itu justru bertopang dagu dengan satu tangan. Nafsu makannya menguap entah kemana kala bengkak tipis di sekitar mata Galuh sangat mengganggu. Pikirannya kini sibuk menelaah perilaku gadis itu. Dia sedih, itu jelas. Dan melihatnya saja, Karim sama sekali tidak suka.

"Rasanya agak berbeda dengan bumbu kari di kateringmu," Karim membuka percakapan. "Memang beda, ya?"

Galuh mengangkat wajah dan mengangguk. "Masakanku lebih berpatokan sama bumbu Kari India. Jelas berbeda dengan Kari Jepang."

Karim mengangkat alis. "Oh, iya? Memang bedanya apa?"

Galuh memainkan sumpitnya, berpikir. "Umm...kalau Kari India, dia pakai delapan bumbu wajib ditambah daun Kari. Tapi kalau Jepang, khasnya dia ada di tambahan serutan apel sama madunya. Itu yang bikin Kari Jepang lebih 'segar' dan ringan sementara Kari India lebih terasa 'kaya' di lidah."

Karim tersenyum. "Kamu paham banget tentang makanan."

Galuh terkekeh pelan. "Jam terbang, Bang."

"Tapi kamu memang punya passion di bidang masak-memasak. Menu di kateringmu itu lumayan beragam. Ada beberapa menu yang inovatif juga, kalau nggak salah."

"Soalnya dengan berbagai macam bahan dan bumbu, kita bisa mix and match sampai nggak terbatas. Kesenangan tersendiri, itu," ucap Galuh bersemangat. "Contoh simpelnya ketika kita cuma punya telur. Kita bisa bikin scrambled egg, telur ceplok, telur dadar atau poached egg. Kalau satu bahan saja udah bisa diolah jadi makanan yang berbeda, bayangkan saja kemungkinan bumbu-bumbu yang bisa dipakai. Itu bener-bener nggak terbatas."

Gadis itu tersenyum lebar, menampakkan giginya yang putih dan rapi dengan dua gigi seri yang terlihat sedikit lebih besar. Kalau tidak salah, namanya gigi kelinci, pikir Karim. Ternyata memang terlihat manis. Karim tertawa geli kala wajah itu terlihat lucu sekali.

"Aku jadi pingin tahu testimoni Mama buat masakanmu," kata Karim di tengah tawa gelinya.

"Hm? Kenapa gitu?" Galuh mengerutkan kening, sementara Karim hanya tertawa tanpa menjawab.

"Abang itu aneh-aneh saja," Galuh bergumam meskipun seulas senyum bermain di ujung bibirnya kala melihat Karim hanya tertawa. Ia melihat mangkuk Karim yang nyaris tidak tersentuh. "Bang, kenapa nggak dimakan?"

REMEDY [PUBLISHED]Where stories live. Discover now