26| REMEDY

11.9K 1.7K 253
                                    

Galuh lupa kapan terakhir kali dia mengacak-acak almari hanya demi menemukan pakaian yang sempurna untuk dikenakan malam ini. Dengan rambut yang masih setengah kering dan daster rumah yang ia pakai setelah mandi, wanita itu sudah menjelajahi isi almarinya sejak setengah jam yang lalu.

"Masih belum selesai?" Dengusan itu keluar dari Harun, yang bersedekap di kusen pintu kamar kakaknya seraya menatap heran seluruh pakaian yang ada di atas kasur. "Udah nunggu di bawah, itu."

Galuh meringis. "Aduh, Abang datangnya awal banget gini. Sama Papa, kan?"

Harun mengangguk dan masuk ke dalam. Lalu berguling di atas kasur seraya meraih satu persatu pakaian kakaknya. Kakaknya mengerti tentang cara berpenampilan. Dia bisa menjadi sangat cantik jika mau.

"Hm...gue males ketemu dia," gerutu Harun mengamati salah satu longdress Galuh, berpikir pacarnya pasti akan terlihat cantik jika saja dia mau menyingkirkan sifat tomboinya dan belajar memakai pakaian manis begini.

Galuh berdecak, namun tidak mengatakan apapun. Wanita itu akhirnya mengeluarkan satu gaun midi berwarna coklat polos. Galuh mengamatinya, mematut diri di depan kaca dan memutuskan akan memakai ini saja.

"Mbak, apa yang bikin lo yakin sama dia? Gue nggak mau lagi lo salah pilih, Mbak," tukas Harun mengawasi Galuh yang kini tengah mengeringkan rambutnya dengan hairdryer.

Galuh melirik Harun lewat kaca dengan senyum tipis di bibirnya. Banyak, terlalu banyak alasan mengapa dia berani yakin pada lelaki satu itu. "Dia nggak suka basa basi, to the point, selalu minta masalah diselesaiin secepatnya, dan masih banyak lagi. Dia punya kualitas yang Mbak cari."

Harun mencibir tidak puas. "Gue belum terlalu kenal sama dia. Beda sama Bang Randi."

Untuk kesekian kalinya, Galuh menghela nafas dalam. "Kalau gitu, kenalan sana. Dia juga pasti mau kalau bantuin skripsi lo."

"Ngapain? Gue udah punya Bang Randi yang bantuin gue," tukas Harun keras kepala.

"Iya, oke. Yours is yours, mine is mine. Gue mau ganti, keluar dulu sana," pinta Galuh bersedekap pada adiknya. Harun mencebik, namun ia berguling dan menyeret kakinya keluar dari kamar Galuh. Galuh menutup pintu dan menguncinya.

Begini, dia tidak pernah menampik jika Randi memang lelaki yang pantas dilirik. Tapi ada sesuatu dalam dirinya yang tidak Galuh suka. Dan sesuatu itu, sudah membuat Galuh mengeliminasi Randi dari awal.

Pernah dulu setelah dia bercerai dan tidak kunjung menikah, dia diberitahu untuk tidak terlalu memilah-milah pasangan. Kalau dia terlalu meminta yang sempurna, dia tidak akan pernah mendapatkannya. Sebab, tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Wanita itu mengingat seraya mematut dress yang kini sudah menempel sempurna di kulitnya. Tepian dress itu terjatuh lemas di betis, memberi kesan kasual dan anggun di saat yang bersamaan.

Galuh duduk di depan meja rias, mulai melakukan sesuatu pada wajahnya seraya menerawang.

Walau begitu, bukan berarti dia akan menerima saja setiap lelaki yang datang padanya. Adalah haknya untuk menentukan siapa lelaki yang akan jadi pasangannya nanti. Maka setelah kegagalan rumah tangganya yang pertama, filter itu semakin ia perketat. Dia tahu sekali, tidak ada manusia yang sempurna. Tapi dia juga tahu, ada beberapa ketidaksempurnaan yang tidak bisa ia terima. Pembohong, peselingkuh, gemar bermain tangan adalah contoh kecil ketidaksempurnaan yang tidak bisa ia terima.

Dan dia pun yakin, laki-laki juga pasti punya kriteria dalam memilih istri. Jadi menurutnya, memilih pasangan hidup bukan sesuatu yang deskriminatif. Dia punya hak untuk meyakinkan diri jika seluruh waktu dan pengabdiannya diberikan pada orang yang layak. Itu bukan hal yang salah.

REMEDY [PUBLISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang