Bagian 24

22.2K 647 27
                                    

Dimas dan Ujang menghabiskan hampir setengah harian melepaskan rasa rindu. Menjelang maghrib mereka kemudian membersihkan diri, mandi. Setelah itu memesan makanan lewat aplikasi deliveri. Setelah makan Ujang kemudian rebahan di tempat tidur. Dimas rebahan disampingnya.

Dimas kemudian menaruh kepalanya di dada Ujang, Ujang membelai-belai rambutnya sambil sesekali menciumi rambut Dimas.

"Neng, Aa mau cerita sama neng. Jangan dipotong dulu cerita Aa yaa. Neng dengerin dulu sampai selesai."

Ujang kemudian menceritakan semuanya dari mulai kenapa sampai dia harus kembali ke kampung karena persoalan ibunya. Ibunya terlibat hutang oleh salah satu rentenir yang mengakibatkan semua harta bendanya ludes dijual untuk membayari hutang-hutang tersebut tapi masih juga belum selesai. Sampai akhirnya sang rentenir mengancam dengan memberikan pilihan kepada ibunya Ujang. Pilihan pertama adalah menikahkan Ujang dengan anak perempuannya. Pilihan kedua adalah menjadikan Ujang menjadi salah satu tukang pukulnya. Ibunya dalam keadaan bingung kemudian memutuskan sendiri untuk setuju dengan perjodohan yang diajukan oleh sang rentenir. Maka dibuatlah scenario seolah-olah hidupnya diancam akan dibunuh jika ibunya Ujang tak dapat membayar hutang.

Sebenarnya teman-temannya sudah memberitahu Ujang mengenai hal ini, ada salah satu orang yang dulu pernah hidupnya ditolong Ujang yang mana anak tersebut sekarang bekerja untuk sang rentenir mengatakan bahwa ibunya Ujang meminjam uang untuk berjudi. Ujang tak pernah tahu itu, sepengetahuannya ibunya pernah cerita bahwa dia meminjam uang untuk usaha bersama temannya membuka dagangan di pasar. Temannya itu pula yang mengatakan kepada Ujang bahwa pada suatu malam jelang subuh, sang ibu datang ke rumah sang rentenir dan kemudian berbicara dengan sang rentenir mengenai rencana perjodohan untuk membayar hutang.

Ujang sebenarnya tahu bahwa pada malam itu Dimas menyusul ke rumahnya, dia dapat kabar dari salah satu anak buahnya yang memang bertugas jaga di depan kosan Dimas, semacam intel, kata Ujang pada Dimas, dia tidak mau kalau tiba-tiba ada yang tahu dimana Ujang tinggal di kota dan kemudian mendatangi tempat kos Ujang dan Dimas dan membuat keributan, itulah sebabnya dia minta orang untuk bergantian jaga disana selain Pak Sudana, penjelasan Ujang pada Dimas. Sebenarnya malam itu yang babak belur dihajar oleh para preman itu bukan Ujang tapi salah satu anak buah Ujang yang menghalangi para preman itu masuk ke dalam rumah. Itulah sebabnya tak ada bekas luka ataupun lebam disekujur tubuh Ujang. Dimas baru menyadarinya ketika Ujang bercerita.

"A, lalu gimana sekarang urusannya?."

Ujang menghela napas.

"Terus terang, neng, aa belum mengambil keputusan apa pun, aa sejujurnya bingung. Aa ngga mau nikah sama anaknya si Edi rentenir itu. Aduuh neng, bukan aa menghina, tapi da jelek atuh, mana gendut lagi."

"A, ih, ngga boleh gitu, itu namanya body shaming tau."

"Hah? Apaan, neng?"

"Iyaa, itu aa menggambarkan fisik seseorang dengan bilang jelek, gendut."

"Euuuhh, da aa mah jujur ih. Emang gitu keadaannya."

"Terus gimana, A?"

"Neng, udah nikmatin aja yaa selagi berdua. Urusan Aa mah biar aa yang mikir. Aa ngga mau neng ripuh sama urusan Aa. Besok kan neng kudu kerja."

Dimas menghela napas panjang. Betapa dia ingin sekali membantu tapi berdebat sama Ujang pasti nanti ujung-ujungnya akan ribut karena Dimas tahu betapa keras kepalanya Ujang itu.

"Neng, ac dimatiin yaa?"

"Kenapa, A? Gerah?," kata Dimas sambil mengelus dada Ujang yang mulai berkeringat.

UJANGWhere stories live. Discover now