Bagian 25

33.2K 834 179
                                    


Dimas kemudian melihat jam dinding yang tergantung di dinding kamar kosnya diatas meja kerjanya. Jam setengah tujuh pagi. Dia lalu duduk di tempat tidurnya. Kembali menatap Pak Sudana dengan tatapan bingung.

"Tadi subuh jam setengah 5 Ujang kirim kabar minta saya datang kesini. Sampai sini Ujang sudah dibawah dan titip pesan pada saya untuk jaga Neng Dimas katanya, dia terus berangkat lagi balik ke kampung diantar sama salah satu teman kami."

"Dari tadi pagi jam setengah 5 Pak Sudana hanya duduk saja disitu?"

"Lhaa iya, abis mau ngapain? Kan disuruh jaga lagian juga ngga ngantuk jadi yaa ngga rebahan."

"Oh."

"Kenapa, Dimas?"

"Enggak apa-apa, Pak."

Dimas kemudian beranjak dari tempat tidurnya, turun dan kemudian ke kamar mandi. Sebelum masuk kamar mandi dia melihat ke Pak Sudana lagi kemudian tersenyum. Setelah itu dia masuk ke kamar mandi, entah sengaja tidak dirapatkan pintunya atau memang dia lupa untuk merapatkan pintunya.

Dibukanya semua bajunya setelah itu dibukanya kran shower air panas dan air dingin lalu setelah mendapatkan air hangat dengan ukuran panas yang dia mau, Dimas kemudian berdiri dibawah shower membiarkan air hangat mengguyur kepala dan tubuhnya. Entah kenapa tiba-tiba ada rasa marah dan kesal kembali didirinya. Dimas merasa bahwa keberadaannya sebagai orang paling dekat dengan Ujang sepertinya tidak sepenuhnya dianggap ada. Perlahan rasa menyesak itu menyeruak didalam dadanya, ada desakan ingin teriak dan disatu sisi dia ingin menangis keras-keras. Dirinya yang memang pada dasarnya hatinya lemah dan mudah menangis itu kembali dihinggapi perasaan seperti itu. Akhirnya pertahanannya jebol, dia mulai terisak-isak, mengeluarkan rasa kesal dan amarah dihatinya.

Seseorang memeluknya dari belakang dengan erat, lalu perlahan membalikkan badannya sehingga berhadapan dengan orang yang memeluknya itu. Pak Sudana.

Dimas tak perduli dengan Pak Sudana yang sudah dalam keadaan telanjang, yang ada dipikirannya hanya menumpahkan emosinya agar ia bisa kembali stabil dan tidak terganggu saat kembali masuk ke tempat kerja.

Lama dia menangis di dada Pak Sudana, benar-benar disenderkannya kepalanya ke dada Pak Sudana. Pak Sudana mematikan kran shower.

"Keluarin semua emosinya, 'yang, jangan ada yang dipendam. Abang tahu kamu kecewa, abang tahu kamu marah, abang tahu kamu kesal. Nangis sepuas hati kamu."

Terisak-isak Dimas menangis didada Pak Sudana. Setelah itu isakannya mereda, dia kemudian menengadahkan mukanya untuk menatap wajah Pak Sudana. Pak Sudana menatap balik wajah Dimas. Lalu dikecupnya kening Dimas.

"Rasanya semalam itu ada perasaan antara senang sekali Aa datang, Bang, tapi disisi lain kok ngerasa abis ini ngga bakalan liat Aa lagi."

Pak Sudana menarik napas panjang. Dia tahu semua tapi dia diam karena dia tak mau Dimas melakukan hal-hal bodoh yang akan merugikan diri Dimas sendiri.

"Sekarang mandi yaa. Abang mandiin, abis itu kamu berangkat ke kantor, 'yang, abang janji nanti setelah pulang dari kantor abang sudah ada disini."

Dimas hanya menganggukkan kepalanya.

Pak Sudana kembali menyalakan kran shower dengan komposisi hangat yang dia sudah hapal. Lalu diusapnya seluruh tubuh Dimas setelah itu dia menarik Dimas menjauh sedikit dari shower dan kemudian Pak Sudana menyabuni seluruh tubuh Dimas. Dimas hanya diam memperhatikan semua gerakan dan perlakuan Pak Sudana. Setelah selesai dengan semua itu, Pak Sudana kemudian menarik kembali tubuh Dimas dibawah shower dan membasuh semua sabun sabun itu.

UJANGWhere stories live. Discover now