Part 2 --An Apology--

102 9 1
                                    

"Siang Axel..."

"Hai, kenapa wajahmu lesu sekali ? mau kubuatkan segelas susu coklat hangat ?"

"Boleh ..."

Axel adalah sahabat Danela ketika mereka berada di Harvard University.

"Segelas susu coklat hangat untuk wanita yang murung", ucap Axel seraya memberikan segelas susu ke tangan Danela.

Denela menerima segelas susu yang dibuatkan oleh Axel. Segelas susu cokelat hangat memang selalu membuat Danela merasa tenang. Seolah-olah itu adalah sebuah obat untuk kesuntukan Danela.

"Ini adalah hari terburuk dalam hidupku..." ucap Danela setelah ia menghabiskan susu cokelatnya.

"Hey, don't say that!!. Setiap hari yang kau jalani adalah sebuah keajaiban. Jadi, syukuri itu."

"Aku terlalu lelah, Axel. Hari ini terlalu menyebalkan."

"Ceritakanlah ... hal apa yang membuat sahabat terbaik ku jadi murung seperti ini?" tanya Axel yang sekarang sudah duduk tepat dihadapan Danela.

"Hari ini aku interview ke dua dengan Jefferson Corporation. Dan kamu tau apa yang CEO kejam itu katakan....Danela Hamilton, lulus dari Harvard University satu tahun yang lalu namun tidak memiliki satu pengalaman pun? Bagaimana bisa kamu melamar di Jefferson Corporation? ...."

Danela mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan hatinya, sebelum ia melanjutkan cerita.

"...ingin rasanya aku melempar dia dengan tas yang saat itu aku pegang, huhhh!" Danela membuang napas dengan kasar untuk melepaskan kejengkelannya.

Axel hanya tersenyum melihat kemarahan Danela. Mengingat gadis di depannya ini selalu terlihat lucu ketika sedang marah.

"Sudah jangan terlalu dipikirkan. Sekarang kau harus semangat untuk cari kerja lagi, toh aku tetap mau menerima mu sebagai pegawaiku." Ucap Axel seraya membawa gelas susu yang telah kosong.

"Baiklah ...!"

Danela menuju lokernya untuk meletakan tasnya, lalu menuju ruang ganti unutk mengganti bajunya menjadi seragam barista.

Selama ini Danela memang bekerja untuk kedai kopi milik Axel. Dia hanya membantu, karena kebetulan dulu dia pernah belajar untuk menjadi barista, jadilah sekarang dia menjadi barista di kedai milik Axel. Namun, tidak mungkin dia hanya bekerja di kedai kopi ini, karena dia mau membahagiakan neneknya yang berada di Michigan.

Blue Ivy Apartments, Washington D.C

Danela's Room, 11.00 PM

Danela termenung di balkon apartmentnya, dia merasa sangat lelah hari ini. Setelah kejadian yang menimpanya pagi ini, belum lagi Blue Café hari ini sangat ramai sekali. Hal itu membuat dia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk membantu Axel.

Dering handphone Danela membuatnya terbangun dari lamunan. Danela menuju nakas untuk mengambil hanphone. Kening Danela mengerut memandangi layar handphone-nya, karena nomor asing yang menelponnya membuat Danela ragu untuk mengangkatnya. Namun, karena rasa penasarananya lebih besar, Danela memutuskan untuk mengangkatnya.

"Halo..."

Hening ...

"Halo...."

Masih hening.

"Jika anda tidak berniat menelpon, lebih baik jangan menelpon. Anda mengganggu waktu saya."

Dengan perasaan jengkel Danela menutup telepon lalu melemparkan handphone-nya ke tempat tidur.

Handpone Danela berdering kembali, dengan perasaan malas Danela mengambi handphone-nya. Nomor asing lagi, namun ini berbeda dari nomor yang sebelumnya. Setelah kejadian tadi Danela jadi malas untuk menjawabnya, Danela memilih untuk tidak menggubrisnya dan meletakan handphonenya di nakas. Namun, handphone Danela terus berdering, karena merasa terganggu akhirnya Danela memilih untuk menjawab panggilan tersebut.

"Halo, bisa berbicara dengan Miss Danela..."

Belum sempat Danela mengucap salam, suara wanita diseberang sudah membuka percakapan terlebih dahulu.

"Iya ini saya,"

"Danela, ini Debby... masih ingatkah ?"

Danela mengernyitkan keningnya, mencoba mengingat nama Debby yang tidak asing ditelinganya. Ahh... yaa wanita paruh baya yang mewawancarinya kemarin.

"Ya, saya ingat.. maaf ada apa ya ?" Tanya Danela secara to the point, Danela terlalu malas untuk berhubungan dengan segala sesuatu yang menyangkut dengan Jefferson Corporation.

"Sebelumnya saya mau minta maaf atas kejadian tadi siang... Nic.. maksud saya Sir Nicholas tidak bermaksud untuk menghina anda. Sekali lagi atas nama Jefferson Corporation saya minta maaf..."

Danela semakin mengerutkan keningnya mendengar permintaan maaf dari Debby, padahal dia tidak berbuat salah. Dasar CEO sombong, siapa yang berbuat salah...siapa yang disuruh minta maaf.

"Anda tidak perlu minta maaf kepada saya, karena anda tidak memiliki kesalahan. CEO anda yang harusnya minta maaf pada saya. Maaf jika tidak ada keperluan lain akan saya tutup teleponya..."

Bukan bermaksud kurang ajar pada Debby, namun Danela malah kasihan dengan Debby karena harusnya ini sudah bukan jam kerja lagi dan CEO arogan itu masih menyuruh Debby untuk menelponnya.

"Tunggu, Miss Danela. Sebelum saya menutup telepon, bisa anda temui saya besok di Blue Cafe? Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan Anda..."

"Baiklah, kebetulan saya bekerja disana.."

"Saya akan ada disana sekitar pukul sebelas siang, terimakasih Miss Danela atas kesediaan anda menerima telepon saya. Selamat malam dan selamat beristirahat."

Klik

Telepon telah terputus, Danela malas sebetulnya untuk berurusan dengan Jefferson Corporation. Namun Danela juga tidak enak untuk menolak permintaan Debby.

Danela memejamkan matanya, dan perlahan-lahan terlelap dalam tidurnya.

&&&

Jangan lupa untuk vote dan comment ya ..

See you  in next chapter my lovely readers..

Luvv..

V-Nita/ 13 Mei 2020

Miracle #COMPLETE#Where stories live. Discover now