06; Busan-man

12.9K 1.9K 434
                                    

Absen dulu, story apa yang pertama kali kalian baca??

***

Let me introduce BUSAN NAMJA to you, gengs!!

Let me introduce BUSAN NAMJA to you, gengs!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


***


Menggosok, mengusap, memukul tubuh sendiri bukanlah hal yang bisa di lakukan untuk menghapus jejak yang tertinggal di tubuh. Seobi telah melakukan semuanya, bahkan menyacah kasar kulit tubuhnya yang berbekas tanda merah kenikmatan yang tidak bisa hilang dalam hitungan hari.

Ingatannya kembali ke malam itu, hari di mana dirinya di hancurkan dengan mudahnya oleh seorang Bae Jungkook. Seobi telah mampu memberikan seluruh tubuhnya dan berakhir dengan Jungkook yang meninggalkannya.

Istri dan anaknya kecelakaan, dia bilang?

Persetan! Mati saja sekalian bersama mereka! Terus memaki dan menyumpahi dalam hati, Seobi semakin membuat dirinya terjerumus dalam dosa bersama sebuah kutukan.

Seobi merasakan bagaimana tubuh menggigilnya terguyur air shower yang dingin, berharap bisa membekukan seluruh aliran di tubuhnya. Kedua tangannya tak henti bergerak anarkis mengusap seluruh tubuhnya untuk menghilangkan jejak apa pun yang tertinggal. Bahkan botol sabunnya telah tergerai di lantai dengan isi yang kosong karena telah terpakai seluruhnya, sama seperti Seobi yang menatap kosong pantulan tubuhnya dari kaca shower meski kedua tangan masih bekerja tanpa perintah.

Namun semuanya nihil, Seobi masih melihat bagaimana jejak merah di tulang selangkanya itu terlihat masih begitu nyata seakan menghina Seobi dengan semua hal yang di alaminya. Pun pusat tubuhnya yang masih berkedut setiap mengingat kegiatan panasnya.

Seobi membencinya, sangat. Namun Seobi tak pernah mampu menghilangkan sedikit pun kenikmatan dari sentuhan pria itu. Otaknya telah kotor, bersama satu teriakan frustasinya yang berakhir meledakan air mata untuk kesekian kali.

Membiarkan air shower kembali menenggelamkannya bersama tangisan pilu.

* * *

"Hei, berdiam diri selama jam istirahat tidaklah baik untuk kondisi psikologis seorang karyawan." Seobi menoleh untuk mendapati Jimin yang telah berdiri di sebelah mejanya. "Aku mendengar dari Hoseok kalau beberapa hari ini kau selalu bersedih, apa kau merindukanku?"

Seobi memutar mata malas, mendapati kembali sang kawan yang terlalu banyak bicara setelah ketenangannya dalam beberapa minggu. "Baby, aku baru pulang dari Jepang setelah pelatihan sebulan di sana, dan kau sudah mengabaikanku?" Seobi masih terdiam saat Jimin menarik kursi kosong di bangku sebelahnya sebelum mendudukinya untuk menghadap Seobi. "Kau tidak rindu padaku?"

Seobi mulai jengah saat beberapa teman kantor menatap mereka. Seobi bisa mendengar bagaimana bisikan iri dari kaum perempuan saat melihat Jimin yang begitu memperhatikannya. Ugh- aku butuh ketenangan tapi kenapa malah mendatangkan makhluk ini. "Berisik! Ayo keluar!"

Seobi segera bangkit, menarik tangan Jimin menjauh dari ruangannya untuk menghindari tatapan tak suka dari teman kantornya.

Namun pada akhirnya, sekesal apa pun Seobi pada Jimin, pria itu pula yang pada akhirnya menjadi tempat sandaran bagi Seobi-

"Kau bisa pakai bahuku jika mengantuk."

- untuk memejamkan mata sesaat dan kembali merasakan kehancuran dalam dirinya.

"Seo, kau baik-baik saja?" Kali ini suara Jimin lebih serius. Melihat dengan baik keadaan Seobi, Jimin tahu ada sesuatu yang mengganggu sahabatnya itu. Namun Jimin bukanlah tipikal teman yang pemaksa, membiarkan sejenak keheningan melingkupi mereka di salah satu sudut restoran. Hingga di menit berikutnya, Jimin tahu Seobi mulai bisa bicara saat di mulai dengan satu helaan nafas yang berat.

"Tidak, Jim. Aku sedang dalam keadaan tidak baik."

Bahkan dari suara yang terdengar begitu berat, Jimin tahu seberapa kacau sahabatnya itu. Membuatnya menyimpan dirinya sendiri hanya untuk menemani Seobi. "Mau bercerita?"

Namun gelengan bersama satu nafas berat sekali lagi menampar Jimin jika masalah Seobi bukanlah hal yang bisa di beberkan begitu saja. Jimin sangat mengenal Seobi, jika gadis itu tak mau menceritakan sesuatu, itu berarti memang dia tidak ingin ada yang tahu masalahnya.

Sekali lagi dalam hati Jimin meyakinkan diri, dia ada di sana bukan untuk membantu menyelesaikan masalah, tapi untuk menemani Seobi.

"Jim, kenapa sudah pulang? Bukannya kau pelatihan selama dua bulan? Ini baru sebulan, omong-omong."

Jimin mendengus kesal, "Kau mengusirku kembali di saat aku baru saja menginjakkan kaki di kantor?" Seobi mengendikan bahu. Membiarkan Jimin berimajinasi apapun untuk kesimpulannya sendiri. "Tenang saja, setelah ini aku akan segera pergi lagi. Aku hanya mampir ke kantor untuk mengambil beberapa barang. Mungkin setelah makan siang, aku akan pergi lagi."

Seobi melihat Jimin penuh atensi, setahunya sahabatnya satu ini sangat disiplin. Meninggalkan pelatihan tidak akan pernah di lakukannya kecuali karena hal-hal yang mendesak. Seperti -

"Adikku mengalami kecelakaan, Ibu memintaku segera pulang." Seobi hanya mengangguk mengerti. Yang dia tahu, Jimin sangat menyayangi adiknya. Mungkin pria itu sangat khawatir dengan kondisi adiknya.

Seobi menatap Jimin dalam penuh prihatin saat secara mendadak pemuda itu menguarkan ajakannya. "Seobi, aku mau pulang ke Busan. Kau mau ikut?"

Kecelakaan, Busan. Dua kata itu mendadak mengingatkan Seobi pada sosok yang mengecewakannya. Seberapa besar Busan? Rasa-rasanya tidak mungkin yang di maksud keduanya adalah orang yang sama. Seobi sudah akan mengabaikan kesimpulannya saat pemikiran lain datang. Kenapa tidak sekali lagi bermain dengan takdirmu?

Tak perlu menunggu beberapa detik, Seobi menatap Jimin begitu dalam dan menyetujui ajakannya. "Mau, Jim. Aku mau ikut denganmu ke Busan." Seobi dapat melihat wajah senang Jimin yang mendengar jawabannya. Entah bagaimana ada buncahan debaran di hati Seobi, entah karena melihat senyum Jimin atau karena Busan yang sebentar lagi di datanginya. "Lagi pula, aku penasaran dengan Busan. Seberapa memikatnya kota itu hingga mempunyai pria seperti kau yang begitu baik." Dan pria sepertinya yang begitu brengsek.

Jimin mengangguk senang, menyetujui pernyataan Seobi dengan ucapannya yang meyakinkan. "Berhati-hatilah dengan pria Busan. Sekali kau terpikat, kau tak akan pernah bisa lepas darinya."

Seobi tersenyum tipis, merasakan bagaimana hatinya masih terpikat dengan Jungkook di saat pria itu telah mengecewakannya semengerikan ini.

"Ya, Jim. Kurasa aku harus berhati-hati dengan pria Busan."

Seobi mengedarkan pandangannya keluar, menatap jajaran mobil yang melintas. Pikirannya melayang ke sosok Jungkook yang berada di Busan. Ya, jika Seobi bertemu Jungkook di sana, Seobi akan benar-benar memberi pembalasan pada Jungkook.

- Nov 19, 2018

Nah, ada yang rindu sama ini? Semoga rindunya terobati. Di sini Seobi yang balas dendam yaa. Wkwkkw..

Btw, ini udah chapter terakhir penulisanku yang lama. Chapter selanjutnya bakal tulisan aku yang baru. Doakan ya teman-teman, semoga aku bisa konsisten dengan menulis lagi. Aku beneran rindu kalian tapi mood aku nulis belum balik sama sekali. 🥺🥺🥺

With Love,
Adoreyna

BRUISE - Jung.KWhere stories live. Discover now