2. Yellow Hater

1.1K 211 31
                                    

Lee Seokmin. Terlahir di distrik yang jaraknya tidak begitu jauh dari ibu kota Korea Selatan, Seoul; Anyang. Tumbuh dan besar sebagai anak tunggal keluarga Lee yang sederhana, membuatnya mau-tidak mau harus memutar otak bagaimana cara untuk bisa mendapat pendidikan tinggi dan membuat orangtua tersayang terangkat derajatnya.

Untuk dapat berkuliah di Universitas Hanin, Seokmin sudah mempersiapkan segalanya sejak masih berada di tahun pertama sekolah menengah atas. Bekerja paruh waktu sebagai penjaga toko, merambat menjadi si pengantar galon air minum begitu ia resmi mendapat surat izin mengemudi. Apapun akan Seokmin lakukan agar bisa mendapat pendidikan yang layak.

Nyatanya, perjuangan yang telah Lee Seokmin lakukan tidak berakhir sia-sia. Laki-laki berhidung bangir ini lulus dengan nilai sempurna dan langsung diterima dalam salah satu Universitas terbaik di negeranya, Hanin University.

Perjuangan Seokmin tak sampai di situ. Diterima berkuliah di ibu kota, sama dengan artinya ia harus bekerja jauh lebih giat lagi. Menjadi pelayan kafe, adalah pilihan terbaik selama ia berkuliah. Khawatir akan menambah beban kedua orangtuanya, Seokmin memutar otak agar dapat membiayai kuliah dan kehidupannya selama merantau di ibu kota.

Lee Seokmin memandatangi Jisoo dari tempatnya berdiri. Di belakang mesin kasir, dan beberapa tumpuk varian kopi bubuk siap olah. Penuh sesak suasana kafe yang biasanya membuat kepala Seokmin sedikit pusing, kini tak lagi terasa. Seluruh eksistensi perhatian laki-laki bangir ini berhasil diraup tanpa sisa oleh seorang gadis bernama Hong Jisoo. Duduk di salah satu sudut. Meski sedikit tersembunyi, Seokmin masih dapat menangkap sinyal keberadaannya dengan baik.

Dugaan Seokmin 100 persen tepat. Jisoo begitu menyenangi pemandangan langit yang tersedia di kafe tempatnya bekerja. Seluruh dinding yang menyelimuti kafe itu adalah kaca tebal dan transparan. Langit senja yang berwarna kuning begitu jelas keindahannya dari sini.

Seokmin memang begitu membenci warna kuning. Namun begitu menyukai lengkungan tipis yang tersemat di bibir Jisoo jika tengah memandangi warna kuning. Jangan heran jika ia selalu menyempatkan diri bersembunyi di balik dinding atau benda apapun yang dapat menyembunyikan tubuh besarnya dari Jisoo, hanya untuk melihat lengkungan kecil tersebut.

"Oh, apa itu pesanan dari meja nomor sembilan?" Tanya Seokmin, ketika melihat salah seorang rekan kerjanya baru saja keluar dari bagian dapur.

"Ya ... Ini pesanannya."

"Biar aku saja," Seokmin merebut nampan berisi sepotong kue tiramisu, pudding, dan secangkir es kapucino. "Dia temanku di kampus."

Sebenarnya penjelasan Seokmin sungguh tak penting. Namun ia harus berujar panjang, sebelum disangka tengah mendekati salah satu pelanggan kafe mereka, bukan?

---

"Kenapa kau baru memberitahuku sekarang?" Protes Jisoo. "Kalau aku tahu kafe ini, aku akan datang setiap hari! Tidak lagi melamun seorang di gedung lantai tiga."

Itulah alasanku tidak ingin memberitahumu. Kau akan mengganggu jam kerjaku. Berbeda dengan apa yang Seokmin ucapkan dalam hati, "apa kau menyukainya?"

"Sangat!"

"Memang apa bedanya dengan pemandangan di gedung kampus? Datang ke sini pun, kau tetap seorang diri, kan?"

"Kan ada kau!" Jawab Jisoo dengan ceria. "Kau akan menemaniku duduk di sini, setiap aku datang. Seperti sekarang. Benar, kan?"

Seokmin mengangguk lambat. Matanya tak bisa berhenti memperhatikan lengkungan kecil di sudut bibir tipis Jisoo. Untuk pertama kalinya ia melihat Jisoo tersenyum, memandangi langit senja dengan jarak sedekat ini. Biasanya ia tidak akan berani melakukannya.

Say No to Yellow (✓)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin