PART 7

779 73 11
                                    

Cinta itu seperti mengembuskan napas. Tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan. Dan untuk merasakannya, kamu harus membuka hatimu dulu 'kan?

-POLARIS-

...

Yui akui ada beberapa orang yang menyukai kesendirian. Dengan menyendiri kita dapat menginstropeksi diri dan dengan menyendiri kita dapat menjadi diri kita apa adanya tanpa harus ada yang ditutupi. Ya, menyisakan waktu untuk menyendiri memang menyenangkan tapi apabila berlebihan bukankah itu menjadi sebuah kesedihan?

Apalagi ketika kita sedang berada di tengah lautan manusia. Bukankah itu menyesakkan? Ketika seseorang bisa tertawa dan menyalurkan tawa itu dengan sekelilingnya, kita hanya dapat mengerjapkan mata, memerhatikan tawa orang-orang tersebut dan kembali berjalan dalam kesendirian.

"Uh... mirip semua."

Pemilik sepatu putih itu melangkah pelan, kedua mata bulatnya mengerjap pelan sesekali mengembus napas panjang, memandang deretan karton hitam yang berderet di jalanan koridor kelas tanpa selera. Membosankan. Sungguh membosankan.

Yui berdecak, menggaruk belakang kepala dengan kesal. Ditelitinya satu persatu mading dari beberapa kelas yang telah dipajang di dinding koridor sana.

Entah kenapa di antara puluhan kelas yang ada semuanya seperti memiliki pemikiran yang sama. Hanya menggunakan kertas karton hitam sebagai latar belakang mading lalu ditambah dengan kertas warna warni sebagai wadah untuk menulis.

Yui menghentikan langkah, dengan setengah hati gadis itu mengangkat kedua sudut bibir, memerhatikan mading milik kelas 12A. Bahkan milik kelas Senior saja tidak begitu mewah seperti apa yang Yui pikirkan, yah... paling-paling yang bagus di antara semua mading ini hanyalah satu mading dengan dekorasi unik seperti memberikan bingkai layaknya suasana musim gugur.

Dan dari segi isi? Ya, memang bagus, semuanya memberikan informasi, hanya saja terlalu monoton bagi seorang Yui.

Tak tahan berkutat dengan dunia membosankan, secepat mungkin gadis itu berlari, menggeser pintu kelas dengan kencang berhasil membuat puluhan siswa yang tadinya hampir menghancurkan seperempat isi kelas kini hening seketika.

Batang sapu di sudut dinding terbelah dua, dudukan kursi yang dulunya kokoh kini terlihat hampir lepas.

Yui menelan ludah. Sungguh kelas ini benar-benar menyeramkan.

"Oke, aku mau umumkan rancangan mading kelas kita sekarang," Secepat mungkin Yui meraih penghapus dan spidol lalu menghapus coretan pelajaran di papan tulis dengan semangat. Ya, harus secepat mungkin sebelum kelas ini kembali menjadi ribut.

Suara geseran kursi terdengar, helaan napas jengah anak-anak sekelas begitu jelas terdengar di telinga Yui. Berusaha mungkin Yui mengabaikan. Tanpa menoleh belakang, gadis itu menggambar bentuk kubus lalu meraih beberapa spidol warna yang berada di meja guru.

"Crara!" Yui membalikkan badan, merentangkan sebelah tangan seraya memamerkan gigi putihnya. Gadis itu menyengir, menyipitkan mata dengan senang.

Kelas riuh seketika, memang seperti pasar, bukannya peduli dengan orang yang berada di depan malah anak-anak itu malah seru berbicara dengan teman yang berada di sekeliling, tentu saja seperti ada pandangan heran, tidak terima, bahkan tidak peduli sebagai reaksi atas rancangan mading tersebut.

Tuk... tuk...

Suara ketukan papan tulis terdengar kuat, berhasil membuat kelas kembali hening. Lagi-lagi gerombolan cewek yang berada di sudut kelas mengembus napas sinis, seolah tidak terima pembicaraannya terpotong begitu saja.

Yui mengetuk papan tulis dengan kuat, gerakan antar spidol dan papan itu perlahan berhenti begitu suasana kelas mulai terdengar hening.

"Jadi gini, aku bakal buat dengan rancangan yang berbeda dari kelas yang lainnya. Kalau kelas lainnya utamakan mading berbentuk dua dimensi, maka kelas ini aku bakal rancangkan mading tiga dimensi," jelas Yui.

POLARIS [LENGKAP]Where stories live. Discover now