PART 12

620 60 2
                                    

Dunia hanya memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Kupikir kalimat ini indah sekali, berarti pertemuan kita yang seperti ini karena kita saling membutuhkan 'kan?

-POLARIS-

...

Pada faktanya, manusia memang saling membutuhkan satu sama lain, tak ada manusia yang dapat hidup sendiri bahkan bersahabat dengan namanya sunyi. Dengan bertemu seseorang, menjalin hubungan dengan seseorang, manusia akan merasa jauh lebih berarti. Entah itu teman, persahabatan, atau keluarga yang pasti mereka akan merasa saling melengkapi.

Wajar jika ada perkelahian kecil di dalam suatu hubungan, wajar jika terjadi kesalahpahaman. Namun bila dilihat lagi, hal-hal seperti itu memang sangat dibutuhkan agar kita tahu siapa yang akan menetap selamanya dan siapa yang akan menetap di dalam hubungan untuk sementara saja.

Menyakitkan. Namun akan terasa menyenangkan bila kita melihat pada sudut pandang yang jauh lebih terang.

Sepatu putih menuruni tangga dengan cepat. Tampak gantungan kunci berbentuk kepala kucing yang berada di tas sandang itu bergerak kiri kanan menyamakan bunyi sepatu yang melangkah terburu-buru. Sekolah tampak sepi, tak ada seorangpun siswa siswi yang terjebak di dalam sekolah ini. Terjebak? Ya begitulah Yui menyebutnya, hujan lebat yang mengguyur kota beberapa hari ini membuat semua orang tampak terburu-buru menghindari rintikan air tersebut.

"Ahh!!" Yui, gadis yang baru saja turun dari lantai tiga itu memegang puncak kepala dengan pasrah. Diperhatikannya setiap tetes hujan yang begitu deras mengucuri atap sekolah begitu lebat dan sepertinya mustahil untuk pulang ke rumah meskipun jarak yang tergolong dekat.

Perlahan Yui mengalihkan pandangan, berhenti memerhatikan hujan yang membasahi halaman depan sekolah. Mendadak saja gadis itu mengerjapkan mata, sudut bibir yang tadinya tampak kecewa kini perlahan terangkat lebar.

Baiklah, mungkin pernyataannya tadi salah, ia tidak berada di sekolah ini sendirian. Ada satu orang lagi, satu orang yang hanya berbicara ketika butuh dan hampir seminggu Yui tidak lagi melihat wajah bundar itu.

"Senior!!"

Yui berteriak girang, melambaikan tangan teruntuk orang yang tengah duduk di kursi panjang koridor ruang kesehatan. Nihil, sudah Yui duga, meskipun sudah berteman, Senior tetap saja seperti biasa, dingin, menyebalkan, dan cenderung tidak peduli dengan panggilan di sekelilingnya.

Yui menyengir, secepat mungkin gadis itu mendaratkan tubuh di bangku panjang besi lalu menarik sebelah headset berwarna hitam milik laki-laki dengan seragam khusus sekolah itu.

"Senior!" panggil Yui jauh lebih kuat, menyengir seraya melambaikan tangan. Dapat Yui lihat, Senior sedikit tersentak lalu memalingkan wajah sejenak menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Yui tertawa pelan. Berbicara agak kuat melawan bunyi derasnya hujan. "Senior terkejut?"

Laki-laki itu menggeleng, menyambar sebelah headset-nya dari tangan Yui lalu mengenakannya kembali.

Yui menyikut lengan Senior dengan kuat. Berhasil membuat cowok itu menoleh, setengah malas melepaskan headset di telinganya.

"Kusarankan jangan memakai headset di saat hujan seperti ini, mengerikan. Apalagi jika ada petir, Senior tau sendirikan sekolah kita di atas bukit? Petir akan mudah menyambar apalagi..."

"Apalagi mengenakan headset seperti ini?" potong Senior menghela napas jengah, menyandarkan punggung ke sandaran kursi begitu juga dengan tiang koridor yang berada di samping. Tidak menuruti ucapan Yui.

Bibir bawah Yui terangkat. Senior masih saja tidak menggubrisnya, laki-laki itu melipatkan kedua tangan ke dada berusaha menghangatkan tubuh seraya memerhatikan lantai yang bersemen di halaman dengan pandangan setengah menerawang.

POLARIS [LENGKAP]Where stories live. Discover now