BAB 11

35 2 0
                                    

Merry mendrible bola dari tengah lapangan dengan hati-hati. kemudian itu tangan nya dengan sigap melemparkan bola basket dari jarak jauh, tetapi, tidak masuk dan hanya memantul ke papan ring. Merry mendengus kesal usaha memasukan bola selalu saja tidak masuk.
Semilir angin sore yang sepoi-sepoi menambah gairah nya untuk mencoba lagi. Jari tangan nya mencengkram dengan kuat bola basket yang beratnya mencapai enamratus gram, dan kali ini mencoba dengan jump shot dan akhirnya berhasil memasukan ke dalam ring, dan bola itu menggelinding jauh ke luar lapangan.

Merry terduduk di lapangan basket area komplek rumahnya. Ia mengatur nafas secara teratur dan membuangnya pelan-pelan ke udara, lalu mengambil sebotol air mineral dan meneguknya pelan-pelan untuk menghilangkan dahaga setelah bermain basket.

Ada perasaan lain yang ia ingat ketika dirinya memandang bola basket dan menggambungkan pandangan nya dengan hal-hal yang berbau dengan olahraga basket tersebut. Misalnya, dengan melihat bola basket di lapangan ia teringat dengan seorang sosok pria yang menghilang tanpa kabar dan belum sama sekali ia bertemu setelah hari perpisahan sekolah saat masih di SMP. Ketika bola matanya tertuju pada sebuah ring basket yang tepat berada di atas kepalanya, ia teringat kepada dirinya sendiri. Dengan menggabungkan keduanya, maka terjadilah permainan basket yang indah, jika ia dan orang itu bersama, mungkin ada romansa cinta diantara mereka yang harus ditempuh tanpa harus melupakan.

Lalu pelan-pelan ingatan nya kembali ke masalalu.

"Kenapa sih kamu suka sama basket?" Tanya Merry.
"Dulu waktu masih kecil aku pernah ngeliat orang-orang yang maen basket di tv, orang-orangnya itu ya, keren abis" katanya menjelaskan.
"Ternyata menyukai sesuatu itu cukup hanya ngeliat dan mandangin lama-lama, hasilnya ada dua, pertama kalau suka bakal kita lihat terus sampe abis, terus kalo enggak suka harus kita tinggalin"
"Mer, kamu mendadak halu gini sih?" Ia tertawa renyah dan mengacak-ngacak poni yang menutupi seluruh keningnya.
"Apaansih Bi, berantakan nih rambut aku" Merry pura-pura cemberut dengan memonyongkan bibir.
"Ada satu hal yang harus diinget, point yang paling penting"
"Apa?"
"Kalau kita suka sama apa yang kita lakuin, kita engga bisa ngelepas gitu aja, karna udah ada disini" Abi menepuk dadanya pelan.
"Ada di hati" lanjutnya.

Merry tersenyum dengan perkataan Abi barusan, yang membuatnya seperti mendapat motivasi-motivasi dari motivator terkenal. Tetapi, apa yang keluar dari mulut Abi adalah motivasi yang sesungguhnya, kenapa kamu engga pernah peka sama perasaan aku, batin nya terucap sesuatu tetapi tidak keluar dari mulutnya dan tertahan hanya di benak.

"Kamu punya cita-cita enggak?"
Abi mengerutkan keningnya, "Cita-cita? Ada dong"
"Boleh kasih tau aku?"
"Ya bolehlah, aku punya cita-cita yang sebetulnya agak aneh untuk kamu tau. Kalo aku, pengen punya pacar orang yang mengerti seluk beluk basket dan cantiknya kaya kamu" Abi menandaskan.
Merry hanya tersenyum dan berharap itu seperti doa untuk dirinya yang telah di dikabulkan.

Sama seperti orang-orang lain. Ada yang jatuh cinta karna selalu memandang manis wajah orang itu setiap kali lewat di lapangan sekolah saat pelajaran olahraga di mulai, ada yang jatuh cinta karna tidak mempunyai alasan apapun untuk itu, ada pula yang jatuh cinta dengan alasan mencintai dalam diam, dengan perasaan yang telah di atur seberapa besar perasaan yang kita miliki agar tidak jatuh terlalu dalam.

Mungkin dirinya sudah terjerat ke dalam cinta yang menguburnya dalam-dalam selama ini. Abi sudah pergi, tanpa kabar sama sekali.
Sejak hari itu Abi tak lagi menemui nya , datang kerumah atau memberi kabar via WhatssApp seperti yang di lakukakan nya dulu.

Ia masih terduduk dan kembali ke dalam dunia nya. Ia mengamati senja yang sudah berubah warna menjadi jingga sangat indah, mengamati anak-anak kecil yang berlarian kesana kemari, melihat seorang ibu yang sedang mengobrol dengan ibu lain nya, melihat pula beberapa orang cowok dewasa yang sedang bermain basket.

Merry menyingkir dan mengambil bola nya yang ada di pinggir lapangan. Lalu duduk di bangku panjang yang ada di sekitar area taman dan lapangan kompleks rumahnya. Bola matanya terus memandang lagi dan lagi, keindahan senja yang sengaja di lukis tuhan untuk di nikmati.

"Mery...." ada suara teriakan yang memanggil nama nya.
Ia menoleh ke belakang, kalau-kalau suara itu asalnya memang dari belakang. Dan benar, ternyata itu suara Angga yang memanggil namanya, ia dapat melihatnya dari kejauhan. Dan kama kelamaan Angga semakin mendekat dan kini sudah ada di dekatnya, dan langsung duduk di sampingnya.

"Kakak nyusul Merry kesini?"
"Iya, enggak boleh?" Ujar nya
"Kakak tau Merry disini darimana?"
"Dari bunda, katanya kamu lagi maen basket di lapangan depan, ya jadi kakak kesini aja"
"Merry seneng bisa ketemu kakak"
"Iya kakak juga, gimana di sekolah baru nya?"
"Seneng , Merry sekarang udah punya temen-temen baru, kaya Angel, Mozha, Reni, dan Merry sekarang udah resmi gabung sama klub basket di sekolah lho kak" .
Angga tertegun melihat suara halus dari Merry suara yang membuatnya kembali ke masalalu, dari dulu suaranya memang halus.

"Kalo kakak gimana sekolahnya?" Tanya Merry
"Enjoy aja , kaya sekolah biasa"
Merry terbahak melihat jawaban dari Angga yang lucu dan aneh.
"Emang sekolah di SMA kakak kaya mana sih suasananya?"
"Rame, banyak murid-murid dan ada guru nya".
Lagi, Merry tertawa dari jawaban Angga yang menjawab dengan sekena nya.
Sedangkan Angga ikut tersenyum melihat adik kesayangan nya itu tertawa lepas, hal yang jarang sekali ia lihat, terakhir itu kali ia melihat nya tertawa ketika masih kecil dulu, mungkin jika keluarga nya tidak berpisah, ia akan pasti lebih sering melihat tawa dari adiknya itu.
"Pulang yuk?"
"Merry pulang duluan aja, kakak mau pergi dulu ada urusan" jawab Angga.
Kali ini membuat raut wajah Merry jadi murung kembali.
Tetapi Angga hanya mengehela nafas, dan menatap wajah dan tangan nya membelai rambutnya yang panjang.
"Kakak pulang dulu, nanti kakak kesini lagi kita ngobrol-ngobrol, oke" jawab Angga.
Merry menganggukan kepala nya mengerti maksud Angga, ia lalu salim tangan dan membiarkan Angga duluan meninggalkan nya, sedangkan ia menunggu matahari benar-benar tenggelam.

Hallo Readers.

Kelamaan nunggu ya? Sori banget lagi sibuk sama tugas2 kuliah jadi agak telat update.

Jangan lupa vote, komen dan terutama follow.

Thanks For Readers.

Salam kangen untuk Merry Altamevira Hardian, jangan sedih lagi :)
Dari : Angga Jaffren Hardian

Your Favorite Song Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang