FS 11. Indonesia

17.8K 1.7K 127
                                    

FS 11. Indonesia

🍁🍁🍁

Menghirup udara negara kelahiran untuk pertama kali setelah sebelas tahun melanglang buana di negara orang, Rayden seperti kembali dipeluk oleh ibu pertiwi. Pria itu tersenyum tipis ketika mereka mulai melangkah keluar dari Soekarno-Hatta. Saat ini memilih mengantarkan Shanum dan Bian ke rumah Tante Inggrit lebih dulu sebelum besok pagi mengambil penerbangan menuju Bali. Walaupun sebenarnya Shanum sudah memprotes Rayden karena menurutnya apa yang pria itu lakukan terlalu merepotkan.

"Yayah ...," Bian menggenggamkan jemari mungilnya pada tangan Rayden yang bebas. Pria itu tersenyum lalu menggendong Bian yang menghasilkan tawa lucu dari bocah itu.

"Lapar tidak, boy?" tanyanya sambil menoleh pada Shanum yang sibuk dengan ponselnya sedangkan koper mereka dibantu oleh porter untuk mendorongnya.

Bian mengangguk cepat, "Kiken (Chicken)," jawabnya yang balas diangguki Rayden.

"Sha, Bian lapar." Rayden mengatakannya pada Shanum.

Namun, gadis itu malah mencebik ke arahnya sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil yang dia bawa. "Aku denger kok. Tapi kalau kakak gak nanyain dia laper atau enggak. Pasti Bi gak bakalan minta ayam," protesnya cepat.

Rayden menaikkan sebelah alisnya mendengar jawaban perempuan itu, "Kok ngomel?" tanyanya.

"Isshh ...," Shanum menggeram pelan, "Kak Ray, Bian itu sudah makan ayam sejak dia di pesawat. Kalau dikabulin makan ayam mulu nanti isi perutnya cuma ayam doang. Mana nasi cuma dimakan sedikit pula tadi," sambungnya.

Mendengar itu Rayden mengangguk mengerti, "Bi, nanti aja makannya ya? Di rumah Oma Inggrit aja. Bi tadi sudah banyak makan ayam loh, harus makan nasi juga." katanya pada Bian.

Bocah itu mengerjap-ngerjap lucu, "Naci? (Nasi?)" tanyanya.

"Iya. Makan chicken-nya sama nasi. Tapi nanti. Di rumah Oma Inggrit ya?"

Bian mengangguk, "Iya yayah," balasnya yang membuat Rayden mengecup pelan pipi putih bocah itu, Shanum menggeleng saja melihat tingkah dua laki-laki beda generasi tersebut.

Seperti itulah Bian jika bersama Rayden, Bian akan selalu menuruti ucapan pria itu. Sedangkan dengannya, jika tidak dituruti maka Bian akan menangis. Sekarang Shanum mengerti mengapa Bian sangat dekat dengan pria itu, itu semua karena sejak kecil Shanum selalu mengatakan bahwa Rayden-lah ayah dari Bian ketika dirinya menceritakan apapun pada putranya. Jadi ia tidak akan heran lagi, jika melihat putranya sangat selalu ingin di dekat Rayden.

"Gimana aku jelasin ke dia, Kak? Besok pagi dan lusa 'kan Kakak gak di sini," ucap Shanum ketika mereka sudah berada di dalam taksi yang mengantarkan keduanya ke rumah Tante Inggrit.

Rayden menghela napasnya pelan lalu menatap Bian yang sudah mulai mengantuk lagi di pelukannya, "Aku juga gak tahu, Sha. Ku harap Bian gak akan rewel," jawabnya.

"Semoga sih. Tapi ... dia udah terlalu biasa dengan keberadaan Kakak. Setiap pagi 'kan selalu datang ke apartemen Kakak. Sarapan di sana, pulang kerja juga ketemu Kakak. Aku takut dia malah nyariin nantinya."

Rayden mengusap rambut Bian lembut, "Be a good boy, ya Bi. Cuma dua hari kok, setelah itu kamu menyusul ke Bali bersama Bunda, Oma dan Tante Yayas." bisiknya pada Bian yang cukup jelas ditelinga Shanum.

Perempuan itu mengulum senyumnya. Kini, semua orang di kantornya dan perusahaan Rayden sudah tahu jika dia adalah perempuan yang akan Rayden nikahi. Kabar membahagiakan sekaligus tidak terlalu menyenangkan bagi para penggemar Rayden yang menganggap the most eligible bachelor mereka berkurang lagi.

For Rayden ✔️Where stories live. Discover now