22. Public Speaking

173 36 3
                                    

Dari kecil, aku selalu diajarkan ikhlas. Mama selalu bilang kalau hidup ini apa adanya yang kamu bisa saja. Termasuk setiap aku melakukan sesuatu yang berakhir gagal, aku selalu dengan lapang dada menerimanya walau dengan rasa malu. Mama adalah orang yang paling berpengaruh di kehidupanku. Kata-katanya, meskipun jarang sekali kudengar dia menyampaikan kalimat dukungan untukku, tapi dia jadi orang pertama yang memintaku agar ikhlas setiap aku mendapat kegagalan. Belum waktumu, katanya.

Maka sekarang ini, rasanya aku ingin menangis jika menghadapkan muka ke bangku audiens barisan depan. Mama dan Kak Ratih menatapku dengan mata berkaca-kaca ketika waktunya aku menerima penghargaan dari panitia lomba.

Ketika kuberitahu wanita yang paling kusayang itu mengenai juara ini, Mama sempat syok, dia juga sempat menangis. Katanya dia malu ketika anaknya tengah berjuang tapi dia tidak tahu apa-apa. Ayah dan Kak Ratih juga bilang, kalau dia bangga, tidak menyangka jika Raras yang selama ini hanya menyimpan sendiri karya-karyanya bisa menjuarai lomba tingkat Nasional. Ini mungkin tidak seberapa untuk mereka yang terbiasa meraih kesuksesan, tapi untukku, melihat orang-orang yang kusayang itu bahagia karena sesuatu yang berhasil kucapai, tidak ada lagi yang lebih bahagia dari ini.

Tentunya, aku nggak akan melupakan orang penyebab aku bisa berdiri terharu sambil memegang piala penghargaan dengan tangan gemetar ini. Kak Arja. Andai aku mengambil keputusan lomba ini sejak dulu, apa kesuksesan juga akan datang di masa itu?

Setelah kejadian di Kopi Bar kemarin lusa, aku betulan memberi hadiah yang ditagih Kak Arja jika aku berhasil juara. Tentunya dia kuberi sesuatu yang juga masih membuatku bahagia hingga saat ini. Novel yang kuberi judul ‘Kupu-Kupu’ itu yang jadi hadiahnya. Itu adalah novel yang kutulis sejak dulu dan baru dikabarkan terbit beberapa bulan lalu. Rencananya, lusa aku akan menghadiri public speaking untuk acara launching novel perdanaku itu. Ah Tuhan, semesta, terima kasih!

“Mama selalu bilang ke saya, kalau sukses itu punya waktunya sendiri sendiri,” ujarku ketika panitia meminta sepatah dua patah kata untukku mengungkapkan perasaan.

“Yang pernah gagal pasti tau rasanya. Apalagi yang lebih sakit, ketika kita merasa mampu menghadapi tapi masih tetap gagal. Dan di fase-fase itu, Mama selalu suruh saya buat ikhlas. Akhirnya saya nggak pernah berani cerita kalau lagi pengen meraih sesuatu. Takut gagal.” Aku tersenyum singkat sebelum melanjutkan. “Cuma satu orang yang tahu kalau saya ikut lomba lukis, bahkan satu orang itu yang maksa saya buat ikut.

“Dari dulu, saya belum pernah buat orang tua bangga. Tiap usaha, pasti gagal.” Aku menatap Mama yang duduk di barisan depan itu dengan mata berkaca-kaca, kulihat disana Mama juga menitikkan air matanya. “Maaf ya Ma, Ayah, Kak Ratih, Raras baru buat kalian bangga hari ini. Makasih juga udah selalu doain Raras.” Suaraku mulai bergetar ketika kusaksikan di bangku audiens sana bahu Mama kian terguncang karena tangisnya, Kak ratih juga tersenyum ke arahku dengan dua mata yang berembun. Maka dari itu, tak mau tangisku pecah di atas panggung, akhirnya aku mengakhiri pidato singkat itu dan diikuti gemuruh tepuk tangan setelahnya.

Apa kalian pernah berada di titik puncak kebahagiaan? Aku belum pernah melihat Mama menangis karena dia banggga padaku seperti yang terjadi hari ini. Dan sekarang, ketika hal itu nyata ada di depan mata kepalaku sendiri, to be honesty, aku masih belum percaya sepenuhnya. Semesta mungkin sudah lelah bermain-main denganku, terima kasih Tuhan.

Jadi, untuk kamu yang masih tetap gagal dengan sesuatu yang ingin kamu capai. Kesuksesan itu sudah diberi nama masing-masing. Mereka seperti panah yang dilepaskan dari busur yang akan menghampirimu kapan saja jika itu memang sudah waktunya.

Dua hari kemudian, aku juga berhasil menyelesaikan public speaking kepada calon pembeli novel ku itu dengan baik, dua hari setelah penerimaan hadiah di Galeri Nasional itu, aku kembali bertemu lagi dengan Kak Arja. Laki-laki yang baru kutemui setelah terakhir kami bertemu di Kopi Bar tempo lalu. Dan tidak kusangka juga, novel yang awalnya kubuat hanya untuk iseng-iseng itu laku lebih dari 1000 eksemplar dalam masa pre-order. Meskipun bukan hal yang spektakuler lagi, tapi untukku itu sangat berarti.

Dimensi Kupu-KupuWhere stories live. Discover now