Bersama

13K 730 60
                                    

Teriknya matahari seakan menembus kedalam kulit Gibran dan membakar organ dalamnya. Perjalanan menuju sekretariat OSIS seakan menjadi perjalanan menuju ujung dunia baginya. Lapangan yang ia lewati terlihat memantulkan sinar matahari dan semakin membuat silau. Kaki jenjangnya melangkah secepat mungkin melewati lapangan yang dipakai beberapa anak laki-laki yang bermain bola sepak. Rambut hitam Gibran yang hampir gondrong itu disibakkannya, menarik kerah seragamnya seakan mengizinkan udara masuk.

Dengan sedikit berlari, Gibran sampai di depan pintu ruangan OSIS. Sedikit mengintip, lalu mengetuk pelan pintu kayu itu.

"Misi, sorry telat." ucap Gibran menunduk dan mencari tempat untuk duduk setelah mendapat izin dari Dirga, ketua OSIS yang memimpin rapat. OSIS kali ini mengadakan rapat untuk perpisahan kelas 12. Dan Gibran yang duduk dibangku kelas 11 ikut serta sebagai panitia inti acara ini.

"Oke semua clear kan?" tanya Dirga yang dibalas dengan anggukan anggotanya. "Yaudah kalau gitu, karena udah mau bel, kita selesaiin aja rapat kali ini. Makasih" ucapnya berdiri, diikuti teman-temannya. Belum sempat Gibran keluar, 

"Gib!" Dirga memanggilnya. 

"Kenapa?"

"Ini, coba di kontak orang sponsor, udah gua list semua, kalau oke tinggal minta approval lewat email ya... terus kalo udah nanti datanya kasih gua ya." pintanya.

Gibran hanya mengangguk, mengambil sepucuk kertas dari tangan Dirga dan duduk dibelakang meja komputer sementara semuanya meninggalkan ruangan dan menuju kelas masing-masing. Gibran pun mulai menekan tombol telepon disediakan di ruangan.

Tiba-tiba terdengar samar-samar sorakan dari lapangan. Gibran hanya berdecak heran dan melanjutkan pekerjaannya. Semakin lama, keributan memanas. Gibran tak tahan lagi, ia beranjak dari duduknya dan menengok ke jendela,

'Ck... Yaelah' gumamnya. Hari ini adalah jadwal pemeriksaan bulanan di sekolahnya, seperti pada umumnya, pemeriksaan ini menyita segala macam barang yang tidak berhubungan dengan sekolah. Sekelompok anak laki-laki yang tadi bermain bola, kini berjajar dengan rapi menundukkan kepala, menunggu giliran dipangkas rambutnya. Tak sedikit dari mereka berhasil kabur.

Merasa aman didalam ruang OSIS, Gibran melangkah menuju kursi dan berniat melanjutkan pekerj—

"BRAK"

Sontak Gibran kaget dan melihat kearah pintu, tak disangka, bukan guru killer pemeriksa namun ia mendapati seorang Benjamin Wicaksono berdiri melihat ke semua sudut ruangan. Benjamin atau biasa dipanggil Ben adalah kakak kelas Gibran, kelas 12. Wajah tampan dan julukan badboy telah diembaninya sejak awal masuk sekolah. Rambut basah yang acak-acakan serta celana pensil yang salah satu bagian lututnya sobek membuat aura nakal nya semakin terpancar.

Gibran memandanginya dari sepatu lusuh yang diikat tak beraturan sampai rambut hitam bergelombangnya itu. Ben dengan pelan menutup pintu ruangan, lalu mencoba mengatur nafasnya. Suara ricuh diluar sedikit teredam saat ia menutup pintu itu. Ben membalikkan badannya,

"Gua ngungsi disini dulu ya?" ucapnya dalam sambil tersenyum, membuat lesung pipi nya mencuat, namun tak menghapus kesan cool pada dirinya.

"O-oh, ya, yaudah boleh..." Gibran meng-iya-kan dan duduk di kursinya, berusaha kembali fokus dengan pekerjaannya. Ben mendekati meja sambil melihat sekeliling, lalu menghampiri sofa coklat dekat meja.

"Aaah... akhirnya.." Ben membuka kedua tangannya dengan mata tertutup. "Gapapa ya gua disini dulu."

"Iya, santai aja kali. Gua juga ngumpet sebenernya." Gibran mengusak rambut panjangnya yang pasti menjadi sasaran empuk para pemeriksa. 

Good Enough [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang