Hidayah.

130 11 0
                                    

Hari ini Risma tidak masuk sekolah. Ia meminta ibunya untuk menelfon wali kelas dan mengatakan bahwa ia sakit. Padahal, ibunya sendiri juga tidak tahu anaknya itu sakit apa. Tapi karena terus merengek, akhirnya ibunya meng-iyakan.

Risma memandangi dirinya di cermin. Matanya sembab dan kehitam-hitaman. Dia baru bisa tidur saat pukul 4 subuh dan bangun pukul 6 pagi dan melewatkan sholat subuh.

Ia terkekeh hambar, merutuki kebodohannya yang sudah menangisi seseorang. Yah! Sejak kejadian kemarin dia terus menangis mengingat persahabatannya dengan Arjun yang kandas tanpa sebab yang jelas.

Jika kalian bertanya se-berharga itu kah Arjun baginya? Jawabannya ia. Arjun sudah ia anggap seperti kakak kandung, tempat berbagi cerita, meminta saran dan tempat rengekan nya jika kakaknya tidak ada di rumah.

Rasanya begitu menyakitkan jika persahabatan mereka harus putus begitu saja.

Ia kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur. Matanya ingin kembali terpejam untuk memenuhi tidurnya yang kurang.
Baru saja ia akan on the way mimpi, ponselnya bergetar membuatnya berdecak kesal.
Ia meraba-raba kasurnya mencari keberadaan benda itu.

Nabilaku.

Risma tidak menjawab, ia melempar benda itu asal. Nabila dan Ira tidak boleh tahu hal ini, biarkan dia sendiri yang menyimpannya. Toh, ini semua terjadi karena dirinya yang tidak mengikuti saran Nabila untuk tidak memberikan ucapan ulang tahun pada Arjun.

***

Ira dan Nabila sudah berada di halaman rumah Risma. Tadi pagi anak itu tidak masuk sekolah, kata wali kelas Risma sakit demam, karena itu mereka datang untuk menjenguk apalagi Risma tidak pernah menjawab telefon dari mereka berdua, tentu saja Nabila dan Ira makin khawatir.

"Dia di kamar, dari tadi pagi tidak keluar-keluar padahal sudah saya marahi juga," kata Mama Risma.

"Kalian tolong bujuk dia untuk keluar yha, dia belum makan. Tante mau ke rumah bibinya Risma dulu." Pesannya.

Ira dan Nabila mengangguk paham.
Tidak biasanya Risma menutup diri seperti ini.

Setelah membuka kaos kaki, mereka berdua kemudian menaiki anak tangga menuju lantai dua, tepatmya ke kamar Risma.

"Assalamualaikum, Rismaa" salam Ira sambil mengetuk-ngetuk pintu.

Tidak ada jawaban salam.
Nabila dan Ira saling berpandangan. Apa Risma masij tidur?

"Assalamualaikum, Rismaa." Panggil lagi Ira.

"Hmm." Hanya deheman yang mereka dengar.

"Ma, ini saya sama Ira, bukain dong!" Pinta Nabila sambil memainkan kenop pintu kamar Risma.

"Hmm."

Ceklek

"Astaghfirullah, Rismaaaaa. Kamu kenapa?" Pekik Nabila ketika melihat Risma di balik pintu dengan kondisi yang tidak baik. Matanya sembab, jilbabnya berantakan, ada kehitam-hitaman di bawah matanya.
Ira juga sama kagetnya dengan Nabila. Mereka berdua lalu membawa Risma duduk di atas kasur.

"Kamu sakit apa sih? Kenapa ngunci diri dalam kamar? Kata mama kamu, kamu belum makan dari pagi, kenapa?" Serbu Nabila dengan ocehan pertanyaan dengan satu nafas.

"Pelan-pelan, Bil" Ira menenangkan.

"Kamu makan dulu yha? Trus minum obat" ucap Ira sambil membuka kantong kresek yang mereka bawa.

"Tadi kita beliin Nasi Goreng kesukaan kamu, dimakan yha?" Lanjut Ira menyodorkan.

Risma menggeleng. Ia diam dan terdengar nafasnya menderu ingin menangis.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 13, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Pejuang Cinta Allah.Where stories live. Discover now